Kamis, 24 September 2015

Perbedaan Penafsiran Nasionalisme dan Kebudayaan di Negeri Mamala dan Negeri Morela



Pendahuluan



Permasalahan keributan yang sering terjadi di Negeri Mamala dan Negeri Morela, harus diakui adalah bentuk dari penafsiran sejarah yang berbeda. Akhirnya tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak, bahkan yang muncul kemudian adalah arogansi yang semakin besar di satu pihak dengan klaim bahwa mereka yang paling benar. Yang jika di teliti lebih jauh. mengarah kepada penafsiran rasa nasionalisme dengan mengemas nilai budaya yang baru  namun tidak sesuai dengan nilai adat yang sudah ada di Maluku sejak dahulu kala Olehnya itu dirasa perlu mengkaji konsep mana yang lebih dulu lahir di Maluku? Apakah konsep tentang nasionalisme atau tentang kebudayaan yang terlebih dahulu, sehingga ada pemahaman yang sama dalam mengkaji sejarah kedua negeri. Dan bagaimana sebenarnya kebudayaan Negeri Mamala dan Negeri Morela tersebut?

 arogansi yang semakin besar di satu pihak dengan klaim bahwa mereka yang paling benar. Yang jika di teliti lebih jauh. mengarah kepada penafsiran rasa nasionalisme dengan mengemas nilai budaya yang baru  namun tidak sesuai dengan nilai adat yang sudah ada di Maluku sejak dahulu kala

Konsep Nasionalisme: 

Nasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris "nation" nan berarti negara atau bangsa. Banyak ahli nan menjelaskan definisi nasionalisme. Menurut Ernest Renan, nasionalisme ialah kehendak buat manunggal dan bernegara. Sementara itu, menurut Otto Bauar, nasionalisme ialah suatu persatuan karakter timbul dampak persamaan nasib.

Nasionalisme berasal dari kata nasional atau nation (bahasa Inggris) atau natie (bahasa Belanda) yang artinya bangsa. Nasional artinya kebangsaan. Bangsa adalah sekelompok manusia yang diam di wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemauan untuk bersatu, karena adanya persamaan nasib, cita-cita dan tujuan. Dengan demikian nasionalisme dapat diartikan semangat kebangsaan, yaitu semangat cinta kepada bangsa dan negara. Suatu paham yang menyadarkan harga diri suatu kelompok masyarakat sebagai suatu bangsa..

Dengan kata lain nasionalisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa kesetiaan tertinggi seseorang ditujukan kepada negara kebangsaannya. Nasionalisme untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada akhir abad ke –18.

Konsep Kebudayaan

Kebudayaan menjadi sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari manusia karena apa yang dilakukan oleh manusia adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri, sehingga kebudayaan dibentuk dan berasal dari manusia. Geertz mendefenisikan kebudayaan sebagai sistem simbol yang memiliki tiga elemen yaitu isi, bentuk dan fungsi. Isi dalam budaya adalah sesuatu yang berhubungan dengan objek material budaya, bentuk adalah pola yang mengatur isi tersebut, dan fungsi adalah kegunaan dari isi dan bentuk dalam hidup manusia yang akan dikomunikasikan dari generasi satu ke generasi yang lain (Keuning, 2005 : 59 -61). Sehingga sesuatu‖ disebut sebagai budaya adalah sesuatu yang memiliki makna, struktur dan diteruskan dari generasi satu ke generasi yang lain.

Frank Cooley dalam Ambonese Adat : A General Description menyebutkan pentingnya adat dalam kehidupan bermasyarakat di Ambon, antara lain ; Adat adalah pemberian nenek moyang atau leluhur dan harus di patuhi, adat juga merupakan representasi dari perintah leluhur sebagai pendiri komunitas. Adat adalah sebuah hukum dalam mengatur kehidupan bermasyarakat didalam komunitas (1962: 2-4). Kedua dimensi ini saling berhubungan satu dengan yang lain. Dalam penjelasannya, Cooley menguraikan bahwa Leluhur yang adalah pendiri dari komunitas, mendirikan desa (baca: negri) dan menetapkan adat sebagai sebuah sistem yang mengatur hidup mereka dimasa kini maupun mengatur hidup keturunan mereka di masa depan. Cooley menambahkan bahwa mereka yang menjalankan adat mendapatkan berkat dari leluhur (baca: Tete Nene Moyang), sedangkan mereka yang mengabaikan adat mendapat sebuah kutukan.

Kelompok persekutuan Patasiwa dan Patalima menurut Keuning yang diambil dari Holleman, yaitu sebuah kelompok suku bangsa yang mengakui berasal dari satu keturunan berdasarkan garis turunan laki-laki atau ayah (1973.11). Penyebaran kelompok ini di pulau Ambon gampang di lacak, pada dasarnya kelompok persekutuan Patalima merupakan kelompok persekutuan yang terdapat di desa-desa Muslim, di daerah bagian Utara pulau Ambon, Leihitu, yang pada jaman kedatangan bangsa Eropa desa-desa ini masuk dalam daerah kekuasaan kesultanan Ternate. Sementara, kelompok persekutuan Patasiwa atau kelompok persekutuan sembilan tersebar di desa-desa yang berada di daerah bagian selatan pulau Ambon, Leitimor.


Pembahasan

Negeri Mamala dan Negeri Morela sekarang adalah dua negeri yang lokasinya sangat berdekatan, di mana kedua warga dari kedua negeri tersebut mempunyai hubungan darah yang sangat erat. Namun keduanya mempunyai latar berakang sejarah yang berbeda. Negeri Mamala (Negeri Latu) dan Negeri Hausihol  sudah ada sejak masa sebelum kedatangan bangsa Portugis (bangsa eropa pertama yang menginjakkan kakinya di Maluku). Negeri Mamala (Negeri Latu) saat itu masih berada di pegunungan yang berdampingan dengan Negeri Polut, Negeri Loing, serta Negeri Hausihol. Dalam perkembangannya akhirnya sebagian warga negeri Hausihol dan sebagian warga dari Negeri Loing, disatukan dalam negeri baru yang disebut Negeri Morela. Bersama dengan Negeri Liang yang lokasinya lebih jauh, mereka terangkum dalam satu kesatuan budaya dan adat istiadat Maluku yang disebut Uli, yakni Uli Sailesi

Dalam perkembangannya karena kekayaan alamnya (hasil rempah-rempah: cengkih dan pala), akhirnya mulai didatangi oleh suku bangsa dari berbagai belahan dunia, mulai dari Ternate, Tidore, Makasar dan Jawa bahkan bangsa-bangsa dari eropa yang akhirnya menjajah Maluku, untuk mengeruk hasil bumi Maluku sebesar-besarnya. 

Dalam masa penjajahan ini, masyarakat dari kelima negeri yang terangkum dari Uli Sailesi bersama dengan masyarakat dari Uli-uli lainnya di Tanah Hitu, bahu membahu berperang dan berjuang melawan bangsa Portugis dan Belanda sejak masih di Negeri Wawani sampai Negeri Kapahaha (penyebutan istilah negeri mengadopsi Hikayat Tanah Hitu (HTH) oleh Imam Rijali).

Pada saat  perjuangan melawan penjajahan tersebut masyarakat di Tanah Hitu sangat heroik dan bersatu padu serta dengan bantuan dari saudara dari Luhu, Hatuhaha, Kelang, Lesidi, Lisabata, Buru, Ternate, bahkan dari Makasar dan Jawa. Sejak perang di di Negeri Wawani (tahun 1633-1643) persatuan dan masyarakat sangat kental sekali, dengan banyaknya leluhur yang menjadi syuhada. Sejak kekalahan atas VOC para pejuang di Tanah Hitu menjadikan Negeri Kapahaha  sebagai benteng perlawanan (tahun 1643-1646).  Namun saat-saat terakhir perlawanan masyarakat Tanah Hitu melawan VOC di Kapahaha, mengalami perpecahan, antara masyarakat di negeri Kapahaha dengan masyarakat Tanah Hitu lainnya yang mengikuti anjuran Kesultanan Ternate dan masyarakat Uli lainnya di Tanah hitu untuk berdamai. Akhirnya Benteng atau Negeri Kapahaha runtuh.

Orang negeri Kapahaha yang saat itu di huni oleh orang Hausihol (orang Morela sekarang) akibatnya merasa paling hebat dan paling berperan dalam menghadapi VOC. Hal ini tersurat dalam buku ‘Een van zijn twee wijven schoot daar tusschen’Koloniale geschiedenis in een Indische roman, een Ambonse hikajat en een Hituese kapata yang ditulis oleh Hans Straver (yang salah satu referensinya adalah Latukau, S. Kapata Sedjarah Kapahaha. Zangen over de geschiedenis van Kapahaha. MHM/LSEM, Utrecht 1997 dan dipublikasikan di Indische Letteren. Jaargang 14, sangat menjelekkan orang Mamala, dimana disebutkan bahwa yang menyebabkan jatuhnya Kapahaha saat itu adalah Latowiloelloe (salah seorang pejabat di Negeri Mamala) yang sakit hati karena cintanya ditolak oleh Putija yang akhirnya menjadi istri Kapitan Tulukabesi. Dalam buku itu bahkan disebut-sebut orang-orang Morela sajalah yang menjadi  garda terdepan dalam melawan VOC dibandingkan negeri tetangganya saat itu.

Jika dihubungkan dengan nilai Nasionalisme dan patriotisme, maka nilai nasionalisme yang dimaksud sangat dangkal, mengingat saat itu masyarakat Tanah Hitu sebagian besar mengikuti Kesultanan Ternate dan tokoh-tokoh adat dari Ulilima dan Ulisiwa baik Islam dan Kristen menganjurkan untuk berdamai. (sumber HTH Imam Rijali).(Lihat : Arogansi dan Mitos Kapahaha di Tanah Hitu)
 Dengan kata lain nasionalisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa kesetiaan tertinggi seseorang ditujukan kepada negara kebangsaannya. Nasionalisme untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada akhir abad ke –18.
Perbedaan penafsiran tentang rasa Nasionalisme dan pemahaman Budaya Maluku  Serta pemahaman sejarah Negeri Hausihol dan Negeri Morela kaitannya dengan Negeri Mamala terabaikan, Hal ini perlu dijabarkan oleh karena orang Morela tidak mau mengakui bahwa mereka adalah bagian dari Negeri Mamala, Fenomena ini terlihat pada saat pelantikan Raja Negeri Mamala, mereka menghambat prosesi adat yang sejak dulu sudah ada, bahkan hal tersebut tersurat dalam berbagai referensi.Masalah inilah yang akhirnya menjadi sumber  konflik Negeri Mamala dan Negeri Morela berkepanjangan. (Lihat : Gejolak Perlawanan di Tanah Hitu tahun 1636-1637)


Berangkat dari budaya orang Ambon, maka nilai kebudayaan orang Mamala dan Morela adalah nilai budaya Siwalima yang sesuai sejarahnya terangkum dalam Uli Sailesi. Frank Cooley dalam Ambonese Adat : A General Description menyebutkan pentingnya adat dalam kehidupan bermasyarakat di Ambon, antara lain ; Adat adalah pemberian nenek moyang atau leluhur dan harus di patuhi, adat juga merupakan representasi dari perintah leluhur sebagai pendiri komunitas. Adat adalah sebuah hukum dalam mengatur kehidupan bermasyarakat didalam komunitas (1962: 2-4). Kedua dimensi ini saling berhubungan satu dengan yang lain. Dalam penjelasannya, Cooley menguraikan bahwa Leluhur yang adalah pendiri dari komunitas, mendirikan desa (baca: negri) dan menetapkan adat sebagai sebuah sistem yang mengatur hidup mereka dimasa kini maupun mengatur hidup keturunan mereka di masa depan. Cooley menambahkan bahwa mereka yang menjalankan adat mendapatkan berkat dari leluhur (baca: Tete Nene Moyang), sedangkan mereka yang mengabaikan adat mendapat sebuah kutukan.

Jadi Untuk menyelesaikan konflik kedua negeri, sebaiknya orang Mamala dan Morela harus menyamakan visinya dulu yang berdasarkan nilai adat istiadat yang terangkum dalam filsafat Siwalima nya orang Maluku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.