Pendahuluan
Kerajaan Tanah Hitu memiliki
hubungan erat dengan barbagai kerajaan Islam di Pulau Jawa seperti Kesultanan
Tuban, Kesultanan Banten, Sunan Giri di Jawa Timur dan Kesultanan Gowa di Makassar
seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu, begitu pula
hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (Al Jazirah Al Muluk;
semenanjung raja-raja) seperti Kerajaan Huamual (Seram Barat), Kerajaan Iha
(Saparua), Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo dan Kerajaan
Makian.
Tulisan
ini bertujuan untuk menjelaskan kenapa sampai negeri Latu dan Mamala dalam bagian awal
buku Hikayat Tanah Hitu-nya Imam Rijali, disebut sebagai pos dari penjajah yang menimbulkan kesan bahwa orang Mamala
pada saat itu membantu penjajah.
Kutipan
Hikayat Tanah Hitu
“.........Itulah daripada
pihak bendahara. Maka datang kepada kerabat serri sultan daripada bangsya raja:pertama
kiyaicili* Cuka, kedua cili Kodrat, ketiga cili Abu Syahid dan keempat cili
Kaba, kelima cili Naya, keenam cili Ici dan ketujuh cili Aya, kedualapan
baginda cili Ali, tatkala bulum lagi dinaikan kapitan laut, lain daripada itu
tiada kusubutkan. Dan daripada pihak hamba raja pertama Kalaudi dan kedua Usman
dan ketiga Kabutu Malu dan keempat Sagaluwa*, kelima Sibangua, keenam Ambalau.
Lain daripada itu tiada kusubutkan dan sekalian ini termasyhur pendagar. Pun ia
utusan, pun ia pergi datang berulang-ulang membawah titah sebagailah, karena
pada tatkala itu sangat parang sabil Allah di tanah Ambon. Ada parang di darat,
ada parang di laut, ada mennang, ada yang dimennang, ada disarang, ada yang
menyarang, sebagailah kedua pihak itu tiada berputusan lagi. Segali perastawa
gimelaha Kakasingku* keluar dengan kelengkapannya, maka ia bertemu dengan
angkatan Nasrani di tanjung Mamala. Lalu melawanlah kedua angkatan itu daripada
waktu duha sehingga datang kepada bakda lohor. Serta dengan kehendak Tuhan Yang
Mahatinggi sekali-kali dengan kelengkapannya dan mayitnya perdana Kakasingku*
pun sabil Allah tiada kettahuan lagi. Kemudian daripada itu dan kuceriterakan,
sekalian keluar dengan kelengkapannya mendattangi sebuah negeri, Latu namanya.
Maka datang angkatan kafir laknat bantu kepada negeri itu. Maka kedua pihak berparanglah
seperti orang bepasarang beramai-ramaian jualbeli. Hatta datang malam
masing-masing pulang kepada tempatnya. Apabila datang esok harinya demikian
juga, tiada berputusan berkawal-kawal kedua tentara itu. Hatta datang kepada
suatu ketika serta dengan kehendak Allah ta`ala kepada pihak Islam itu pergi
barjalan ke sini dan orang kawal itu pun serta dengan alpanya ia tidur. Maka
dipandang oleh kafir laknat tempat itu sunyi dan kotanya itu pun tiada
manusyia, lalu ia masuk. Laknat itu alah kepada kota Islam itu........”
Pembahasan
Belanda tiba di Tanah Hitu
pada tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama VOC pada tahun
1601. VOC mendirikan pos di Mamala, di
pantai utara pulau Ambon, pada awal 1601. Kota ini membuat tembikar, dan
bersama-sama dengan Hitulama adalah salah satu pusat perdagangan yang paling
aktif di wilayah Hitu di semenanjung utara Ambon. Mamala bukanlah sebuah bandar, tetapi memainkan peran
cukup penting, perhatian bangsa Portugis maupun Belanda terhadap negeri ini karena pemimpinnya kala itu memilik pengaruh yang begitu besar, dalam
dokumen lain Kesultanan Ternate Bayan Sirullah pernah mengirim utusan menemui
pengusaha (orangtua / kepala suku) negeri ini. Di akhir abad ke-15 yang menandai
babak baru, dengan nama baru dari Latu menjadi mala mala (Mamala) sekarang. (Lihat: Misteri Asal Nama Mamala untuk Negeri Latu). Untuk yang satu
ini memang ada beberapa perbedaan, tetapi tak masalah, tinggal bagaimana
menyatukannya. Di awal kedatangan Portugis pun Mamala sebagai tempat pertama
Loji (tempat beli hasil rempah) catatan Francois Valentijn. (Lihat: Kekalahan Mengerikan di Tanah Hitu)
Saat itu untuk urusan
perdagangan terdapat seorang tokoh dengan gelar Kapitan Hitu. Menurut
Richard Z. Leirissa, jabatan ini adalah ciptaan Portugis untuk
melancarkan hubungan perdagangannya dengan kerajaan Tanah hitu, Kapitan Tanah Hitu
pertama adalah Perdana Nusatapi (Jamilu)(Lihat: Hubungan Cerita Sejarah Tanah Hitu di Ambon dengan Ternate, bagian dua), sedangkan Kapitan Tanah Hitu yang
terakhir yang dijumpai oleh orang-orang Belanda pada tahun 1601 adalah Tepil
putra Abubakar Nasediki (Healatu) yang memegang jabatan
tersebut sampai tahun 1633, .sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerjaan Tanah Hitu,
karena mendirikan monopoli dagang tersebut. Setelah itu terjadi pemberontakan
rakyat Tanah Hitu melawan Belanda yang dikenal dengan nama Perang Tanahitu I / Perang
Wawani (1634-1643) dan Perang Tanahitu II / Perang Kapahaha (1643/1646) yang
menyebabkan dibubarkannya pemerintahan Empat Perdana (Upu Hata) oleh Gerard
Demmer.
Kakiali adalah putera Kapitan
Hitu Tepil yang ketiga setelah Raja Negeri Mamala yang bernama Halaene (putera
kedua Kapitan Hitu Tepil). Kapitan Kakiali bergelar “Kapitan Hitu” dan
berketurunan dari Perdana Jamilu (Nusapati) adalah seorang dari para Perdana
(pemimpin) Hitu di Jasirah Hitu Pulau Ambon. Kakiali terkenal sebagai pahlawan
dalam perang Hitu I tahun 1634 – 1643 melawan penjajah Belanda (VOC). Politik
monopoli perdagangan dan “hongi tochten” pada zaman VOC sangat menyengsarakan
rakyat di kerajaan Hitu (Tanah Hitu). Karena itu rakyat Hitu (Ambon) di Maluku
Tengah mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Kakiali.
Simpulan
Saat mempelajari sejarah anda
akan menemukan beberapa versi, dan saat anda menggabungkan versi itu, anda akan
menemukan sejarah yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.