Pendahuluan
Topik ini yang dipertimbangkan
oleh Kapitan Tepil ketika berdiplomasi dengan Belanda. Bagian tulisan ini
merupakan kelanjutan dari “Hubungan Sejarah Tanah Hitu di Ambon dan Ternate” bagian dua, sekaligus menerangkan
bagian tulisan dari “Gejolak Perlawanan di Tanah Hitu Tahun 1636-1637” . Hikayat Tanah Hitu-nya Imam Rijali
menjadi bagian penting dalam topik ini, yang mengisahkan perubahan kebaikan
Portugis yang kemudian menjadi bengis dan mengadakan aturan-aturan sendiri. Serta memperlihatkan kolaborasi para
leluhur pejuang Tanah Hitu dengan leluhur pejuang yang berasal dari Banda,
Huamual, Ternate,Tidore, Buru, Jawa dan lain-lain dalam melawan Portugis. (Lihat: Mamala-Amalatu, markas VOC pertama di Ambon). Bagian penjelasan dari tulisan ini merupakan kelanjutan dari "Perjuangan Melawan Portugis di Mamala "
Portugis di Tanah Hitu
Bangsa Eropa pertama yang
menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada
Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau,
mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin
persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan
Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di
Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon. Namun hubungan dagang rempah-rempah
ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli
sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang misionaris terkenal
adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan
perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan
kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama.
Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan
Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki
dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Keuning (1973: 19-20) selanjutnya
menjelaskan bahwa sejak tiba di Hitu dalam tahun 1512, orang-orang Portugis di
bawah pimpinan d’Abrio dan Serroa disambut dan dijamu dengan ramah tamah oleh
orang Hitu (uli lima) yang telah beragama Islam. Jumlah orang Portugis
yang sedikit itu tidak dianggap sebagai ancaman, apalagi mereka segera pergi
setelah tinggal beberapa lama. Maksud orang-orang Portugis itu hanyalah mencari
rempah-rempah (cengkih dan pala), dan zaman itu mereka harus pergi ke Ternate,
Tidore dan Banda. Dalam tahun 1525, barulah orang Portugis mendapat izin
membangun sebuah rumah di pantai Hitu sebelah Utara, tepatnya di
Hassamuling-tanjung Tetulaing (lokasinya berada di antara Mamala-Hitu). Tetapi,
keadaan tersebut menjadi buruk ketika orang Portugis melanggar kedaulatan orang
Hitu yakni ketika mereka hendak membangun sebuah benteng dan mengadakan
peraturan-peraturan sendiri. Orang Hitu menolaknya dan menghendaki orang
Portugis meninggalkan wilayah mereka dan tinggal di antara orang-orang uli siwa
(cikal bakal benteng Victoria). Sejak itu pula terjadi pengkristenan orang uli
siwa di Leitimor oleh Portugis. Orang-orang uli siwa ini meminta dibaptis
menjadi Kristen oleh orang Portugis dengan harapan akan mendapat bantuan
terhadap penyerbuan orang uli lima tersebut. Keuning mencatat bahwa abad ke 16
bagi Ambon bukanlah zaman yang damai. Adanya orang Portugis pada umumnya
merupakan faktor yang mengganggu suasana, terutama di Leitimor. Kehadiran
mereka memperuncing pertentangan lama (tradisional) antara uli iwa dan uli
lima, dan membagi seluruh negeri dalam dua kelompok kekuatan yang terus menerus
saling memerangi.
Cuplikan “Hikayat Tanah Hitu”
Alkissah peri mengatakan johan
pahlawan gimelaha Rubohongi. Ia datang akan bendahara di tanah Ambon serta kaum
gulawarganya gimelaha Haji dan gimelaha Sakatruana. Lain daripada itu tiada kuceriterakan sehingga ibn
bendahara: pertama gimelaha Kakasingku* dan (kedua) gimelaha Jamali dan
(ketiga) gimelaha Kulabu dan keempat gimelaha Aja dan kelima gimelaha Basi dan keenam
gimelaha Angsari*. Itulah daripada pihak bendahara.
Maka datang kepada kerabat
serri sultan daripada bangsya raja: pertama kiyaicili* Cuka, kedua cili Kodrat,
ketiga cili Abu Syahid dan keempat cili Kaba, kelima cili Naya, keenam cili Ici
dan ketujuh cili Aya, kedualapan baginda cili Ali, tatkala bulum lagi dinaikan
kapitan laut, lain daripada itu tiada kusubutkan. Dan daripada pihak hamba raja
pertama Kalaudi dan kedua Usman dan ketiga Kabutu Malu dan keempat Sagaluwa*,
kelima Sibangua, keenam Ambalau. Lain daripada itu tiada kusubutkan dan
sekalian ini termasyhur pendagar. Pun ia utusan, pun ia pergi datang berulang-ulang
membawah titah sebagailah, karena pada tatkala itu sangat parang sabil Allah di
tanah Ambon. Ada parang di darat, ada parang di laut, ada mennang, ada yang
dimennang, ada disarang, ada yang menyarang, sebagailah kedua pihak itu tiada berputusan
lagi. Segali perastawa gimelaha Kakasingku* keluar dengan kelengkapannya, maka
ia bertemu dengan angkatan Nasrani di tanjung Mamala.
Lalu melawanlah kedua angkatan
itu daripada waktu duha sehingga datang kepada bakda lohor. Serta dengan
kehendak Tuhan Yang Mahatinggi sekali-kali dengan kelengkapannya dan mayitnya
perdana Kakasingku* pun sabil Allah tiada kettahuan lagi. Kemudian daripada itu
dan kuceriterakan, sekalian keluar dengan kelengkapannya mendattangi sebuah negeri, Latu namanya. Maka datang angkatan kafir laknat bantu
kepada negeri itu. Maka kedua pihak berparanglah seperti orang bepasarang
beramai-ramaian jualbeli. Hatta datang malam masing-masing pulang kepada tempatnya.
Apabila datang esok harinya demikian juga, tiada berputusan berkawal-kawal
kedua tentara itu. Hatta datang kepada suatu ketika serta dengan kehendak Allah
ta`ala kepada pihak Islam itu pergi barjalan ke sini dan orang kawal itu pun serta
dengan alpanya ia tidur. Maka dipandang oleh kafir laknat tempat itu sunyi dan
kotanya itu pun tiada manusyia, lalu ia masuk. Laknat itu alah kepada kota
Islam itu.
Dan orang sekalian itu pun
lari masing-masing membawah dirinya sehingga gimelaha Jamali al-Din, dua
bersyaudara gimelaha Angsari* dan Liwa al-Din, hoja* alim mahudum*: ketiganya
syahid, karena Jamali al-Din itu pahlawan yang termasyhur, ketiganya pendagar
parang. Daripada itulah maka tiada berpaling apa tipu orang banyak serta dengan
kehendak Tuhan Yang Mahatinggi daripada kesudahan hidup manusyia dalam negeri
fanah datang kepada negeri yang baka. Dan Kalaudi pun dengan kelengkapannya
masuk, maka ia bertemu kepada kafir laknat itu, maka ia syahid serta kelengkapannya
pada ketika itu juga. Maka angkatan itu sekalian kembali masing-masing ke
negerinya. Alkissah peri mengatakan parang kiyai Mas. Tatkala perdana Tubanbesi
belayar ke tanah Jawa mengadap kepada
pangngeran minta tolong kepada agama rasul Allah salla 'llahu alaihi
wa-sallama, maka pangeran menyuruh kepada kiyai Mas serta kelengkapannya. Dan panglimanya
yang gaggah dalam angkatan itu Martajiwa namanya dan seorang Panarukan namanya
dan seorang pula Pasiruwan* namanya. Hatta ia datang ke tanah Hitu dan orang
Hitu pun keluar angkatan serta ia mendatangi negeri kafir itu, lalu masuk ke
dalam negeri.
Maka negeri ke dalam kotanya
dan orang itu pun mengikut belakangnya sehingga datang ke pintu kotanya. Maka panglimanya
yang gaggah itu syahid, maka patah parang Islam itu. Ia undur lalu naik kepada
kelengkapannya pulang ke negeri Hitu. Hatta datang musim, maka ia belayar
kembali ke tanah Jawa. Itulah kesudahan parang kiyai Mas di tanah Hitu tolong kepada
agama rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama. Alkissah dan kuceriterakan
yang empunya ceritera, sekali perastawa keluar angkatan Islam mendatangi negeri
kafir dan angkatan kafir pun keluar. Maka kedua angkatan itu sama bertemu di tengah
jalan antaranya Hitu dan Kota Laha. Maka kedua pihak berhadapan seperti orang
berhadapan serta dengan hidangan karena sangat maksud Islam ke sana kepada
kafir laknat itu. Sebab pada ketika itu baginda cili Cuka ia menjadi kapitan
laut, sendirinya memeggang panji-panji serta membaca salawat.
Lalu bertempik kedua pihak itu
seperti datang tofan bakilat-kilat dan bunyi senjatanya diupamakan guruh dari
atas langit dan asapnya senjata itu menjadi awan antara langit dan bumi. Dan
parangnya itu daripada waktu duha
sehingga datang kepada waktu asar. Hatta dengan ajal Allah, maka baginda
kiyaicili pun syahid. Dan daripada orang luka dan mati itu tiada kuceriterakan,
daripada ajal itulah meneguhkan hati manusyia serta memberikan kesudahannya.
Ada pun dalam angkatan kafir itu pun demikian juga luka dan mati, lalu undurlah
keduanya angkatan itu. Islam pun dukacitta hatinya dan Nasrani pun demikian
lagi. Masingmasing pulang kepada tempatnya. Itulah hal parang sabil Allah.
Alkissah dan kuceriterakan
johan pahlawan Tahalele ke tanah Bandan*minta tolong kepada agama rasul Allah
salla 'llahu alaihi wa-sallama. Maka negeri Bandan* sekalian keluar angkatan ke
tanah Hitu. Entah berapa aluannya, tetapi penghulu yang besar dalam angkatan itu
pertama kapitan Falat, kedua kapitan Atijauh, ketiga orangkaya Watimena dan
raja Rosengaing*. Hatta berapa lamanya datangnya itu dan negeri Hitu pun keluar
angkatan serta dia bersama-sama mendatangi kafir laknat itu dan kafir itu pun keluar
angkatan. Hatta terbit fajar kepada bakda subuh keluarlah kedua pihak angkatan
itu berlawanlah dan bunyi senjata itu tiada dapat dikatakan. Asapnya itu
menjadi awan menudung kepada kedua angkatan itu tiada berkenalan. Hatta hilang
awan itu, maka dilanggar sebuah kapal, lalu patah parang kafir itu dan angkatan
Islam itu kembali serta kemenangannya, makan-minum bersukasukaan.
Kemudian daripada itu pergi
alah kepada negeri, Tuhahan* namanya, maka ia kembali ke negeri Hitu. Hatta
datang musim, lalu pulang ke tanah Bandan. Kemudian daripada itu datang pula
angkatan itu ke tanah Hitu, tetapi tiada masyhur parangnya itu. Sehingga datang
musim ia pulang. Itulah kesudahan tanah Bandan* datang ke tanah Hitu tolong
kepada agama rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama. Alkissah dan kuceriterakan
oleh yang empunya ceritera sekali perastawa orang Hitu keluar dengan
kelengkapannya. Dan angkatan Ferangi pun keluar sama bertemu di pantai Kota
Laha, maka melawanlah kedua angkatan itu. Pada mati dan luka itu tiada
dikira-kirakan lagi. Hatta berapa lamanya serta dengan kehendak Allah ta`ala sebuah
kelengkapan Islam, hulubalang Pati Lihat namanya, tebakar oleh api obat bedil
sendirinya. Maka didapat oleh kafir laknat itu, lalu undurlah kelengkapan Islam
itu kembali dengan dukkacittanya. Ada pun pada ketika itu ada juga suruan
pangeran. Ia membuat kota di pantai sebelah berhadapan kota Ferangi. Itu pun
tiada juga jadi kota, itu bukan dialah oleh Ferangi, ia meninggal sendirinya
pulang ke negeri Hitu.
Hatta lama dengan lamanya
sebagai juga tiada berputusan parang sabil Allah. Segali perastawa keluar
angkatan kafir laknat itu serta orang Tidore dan orang Buru mendatangi di
negeri Hitu dan orang Hitu pun harkat menanti di pantai. Hatta datang angkatan
itu lalu turun, maka hulubalang Ulu Ahutan ia becakap di hadapan orang
sekalian: ‘Jangan dahulu orang keluar, biarlah aku sendiri keluar dahulu. Apabila
tiada patah orang itu, tuhan-tuhan sekalian keluar.’ Lalu ia bertempik ke dalam
tentara kafir itu serta menettak, maka patah parang laknat itu. Masing-masing
lari terjung ke dalam air berenang kepada tempatnya sehingga hulubalang
Sulaiman: maka ia tiada paling mukanya, maka ia bertankis-tankisan dengan perisainya
serta undur datang kepada air sehingga lututnya, lalu naik kepada kelengkapannya
pulang ke Kota Laha. Tellah demikian itu dan kuceriterakan tatkala bendahara
gimelaha Rubohongi ia pulang ke rahmat Allah meninggalkan negeri fanah datang
kepada negeri yang baka. Maka dihabarkan orang kepada kafir laknat itu, lalu ia
keluar angkatan. Kehendak kafir itu menggagahi akan mayit bendahara itu, tetapi
tiada dapat lagi, sebab sudah dipindahkan ke Tanah Besar. Lalu ia menyerrang kepada
negeri Hitu.
Tatkala itu sekalian
hulubalang serta pendagar semuanya tiada, sehingga Jumat pahlawan al-Din ada,tetapi ia dalam uzur. Maka
pada ketika itulah perdana Kapitan Hitu memagang senjata, ia masuk parang
kepada tentara kafir itu. Hatta seketika juga patah parang kafir laknat itu,
lalu naik kepada kelengkapannya pulang ke Kota
Laha. Itulah parang sabil di tanah Ambon, sungguh pun disubut tanah Ambon,
tetapi tanah Hitu juga parang siang dan malam tiada berputusan. Kadang-kadang
Tanah Besar masuk kepada parang. Sebab itulah maka dikatakan tanah Hitu di
belakang perisyai dan Tanah Besar di dalam perisyai. Karena tatkala zaman
parang itu hulubalang dan pendagar ada semuhanya -- pertama Ulu Ahutan, kedua
hulubalang Hasan Pati, ketiga hulubalang Hatib Tunsulu,keempat Pati Baraim,
kelima Umar pendagar, keenam Mahir pendagar, ketujuh pendagar Nahoda, kedualapan pendagar
Nasiela -- hulubalang yang termasyhur dalam tanah Hitu. Lain daripada itu tiada
kusubutkan melainkan Jumat, pahlawan al-Din. Ialah yang termasyhur pendagarnya
dan terlalu amat gagahnya daripada sekalian.
Itulah sangat parang sabil
Allah di tanah Hitu. Dan kuceriterakan hulubalang kafir laknat itu pertama Don
Duarde, kedua kapitan Sanco*, ketiga Paulo Kastanya dan Dan Tamura dan Dirgurumaridisi
dan Siku Kisua dan Don Disera* dan Fernando Melo* dan Antoni Laliru. Lain
daripada itu tiada kuceriterakan, sehingga inilah dimasyhurkan sangat parang
kafir di tanah Ambon. Tatkala pada zaman itu alah menang sama kedua pihak itu.
Kuceriterakan menang Islam kepada kafir itu: sekali alah sebuah kapal di tanah
Bandan, kedua sebuah di pantai Hitu dan ketiga sebuah serta angkatan Bandan*
dan keempat langgar kepada pinsu* dan kelima langgar kepada antonibot*. Lain daripada
itu tiada kuceriterakan. Dan menang kafir kepada Islam pun demikian lagi,
karena parang sabil di tanah Ambon itu tujuh puluh tahun daripada parang Don
Duarde sehingga datang parang Antoni Furtado*. Tatkala belum lagi datang
Furtado itu, maka datang sebuah kapal Wolanda. Ia masuk ke Hitu, maka orang
Hitu tanya kepadanya:‘Darimana datangmu dan apah nama negerimu?’
Maka ia menyahut: ‘Kami datang
dari negeri Hollandes* dan nama raja kami “Paringsi*”.’ Maka kata orang Hitu:
‘Bolehkah kami minta armada tolong kepada kami?’ Maka kata orang itu: ‘Mengapah
maka tiada boleh?
Penutup
Kebaikan para leluhur di Tanah
Hitu khususnya Mamala dimanfaatkan oleh Portugis. Mengusir Portugis dari Tanah
Hitu merupakan perjuangan yang panjang dan mengorbankan banyak korban jiwa dan
harta. Berbagai peristiwa di atas menjadi acuan Kapitan Tepil saat berdiplomasi
dengan Belanda kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.