Rabu, 05 Agustus 2015

Sistem dan Struktur Pemerintahan Adat Negeri Mamala


Latar Belakang
 

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, menetapkan Desa atau yang disebut dengan nama lain, merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di Kabupaten/Kota. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini mengacu pada Pasal 18B UUD 1945 (setelah diamandemen) yang bertumpu pada landasan pemikiran tentang pengaturan mengenai desa yaitu keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat.

Untuk menjabarkan lebih jauh jiwa dan semangat yang terkandung dalam Pasal 18B UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka Pemerintah Daerah Provinsi Maluku menerbitkan Peraturan Daerah yang merupakan ketentuan payung (umbrella Provision) untuk melahirkan berbagai kebijakan regulasi pada tataran tata hukum lokal yang diharapkan mampu menjadikan wilayah Kabupaten Maluku Tengah berkembang lebih maju sesuai dengan ciri dan karakaterisitik daerahnya. Peraturan Daerah yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Penetapan Kembali Negeri Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Wilayah Pemerintahan Provinsi Maluku yang pada prinsipnya menetapkan negeri sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Maluku dan Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah Nomor 01 Tahun 2006 Tentang Negeri.

Masyarakat Kabupaten Maluku Tengah pada umumnya merupakan masyarakat adat, dikenal kesatuan masyarakat hukum adat dengan nama Negeri yang diatur berdasarkan hukum adat setempat, kesatuan-kesatuan masyarakat adat tersebut beserta perangkat pemerintahannya telah lama ada, hidup dan berkembang serta dipertahankan dalam tata pergaulan hidup masyarakat. Negeri di Kabupaten Maluku Tengah sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak, asal usul Negeri, adat istiadat dan hukum adat yang diakui dalam Sistem Pemerintahan Nasional. Di lain pihak terdapat Negeri Administratif sebagai akibat perkembangan dan kemajuan masyarakat yang juga harus diperhatikan hak asal usul dan kepentingan masyarakat setempat. Adanya Negeri/Negeri Administratif menempatkan adat istiadat dan hukum adat dalam konteks yang susungguhnya. Oleh karena itu otonomi Negeri sebagai otonomi bawaan dan otonomi Negeri Administrati sebagai otonomi yang diberikan, hendaknya dikembangkan untuk kepentingan masyarakat Negeri/Negeri Administratif yang tidak terlepas dari kendali Pemerintah (Pemerintah Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tengah) sepanjang menyangkut kepentingan Nasional yang harus dilaksanakan.

Dalam rangka kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, demokrasi dan kemasyarakatan Negeri maka adanya Pemerintah Negeri menjadi faktor penting. Untuk itu Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan Pelantikan Kepala Pemerintah Negeri dan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Negeri yang dimaksudkan untuk melaksanakan prinsip demokrasi dalam sistem pemerintahan umum dan pemerintahan adat yang merupakan upaya untuk  memberdayakan  fungsi dan peran  kelembagaan  pemerintahan   sebagai wujud  dari prinsip demokrasi, maka diperlukan mekanisme atau sistem dalam pencalonan, pemilihan dan pelantikan Kepala Pemerintah Negeri yang merupakan tuntutan prinsip demokrasi  dan harus ditopang dengan sistem hukum, yang dapat dijadikan sebagai acuan, sehingga dapat melahirkan figur pemimpin dengan tetap menghargai  hak-hak  anggota masyarakat,  sebagai bagian dari hak asasi manusia. Sistem demokrasi yang dibangun tetap memperhatikan sistem pemerintahan pada umumnya, yang akan  melahirkan seorang pemimpin pada Kesatuan Masyarakat Adat dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip hukum adat maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Masyarakat adat di Kabupaten Maluku Tengah, sebagian besar masih menghargai figur seorang pemimpin pada Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang berasal dari turunan matarumah/keturunan yang menurut hukum adat Kabupaten Maluku Tengah berhak menyandang gelar dan kharisma pemimpin tersebut dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal khusus yang ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah matarumah/keturunan yang berhak bersama Saniri Negeri.
 
Lumbato Negeri Mamala


Sistem Pemerintahan Negeri

Sistem Pemerintahan Desa di Maluku pada rezim adat dikenal dengan Pemerintah Negeri dan umumnya berlaku di Pulau Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah. Pemerintah Negeri adalah merupakan basis masyarakat adat dan memiliki batas-batas wilayah darat dan laut yang jelas yang disebut petuanan negeri, dan sistem pemerintahan yang bersifat geneologis atau berdasarkan garis keturunan. Pemerintahan Negeri menurut Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah Nomor 01 Tahun 2006 Tentang Negeri merupakan penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Negeri dan Saniri Negeri dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat setempat dan diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada rezim adat, setiap Negeri memiliki struktur organisasi pemerintahan negeri. Susunan pemerintahan negeri adalah warisan dari pemerintahan Belanda dimana sistem hukum adat ini ditetapkan dalam keputusan landraad Amboina No.14 Tahun 1919; disebutkan bahwa Pemerintah Negeri adalah regent en de kepala soas’s. selanjutnya di dalam keputusan landaard Amboina No. 30 Tahun 1919 disebutkan bahwa negorijbestuur adalah regent en de Kepala-Kepala Soa, yang berarti bahwa pelaksanaan pemerintahan negeri dilaksanakan oleh Raja dan Kepala-Kepala Soa.


Negeri Mamala dengan Upu Latu sebagai Raja atas pemerintahan adat. Dalam pertumbuhan dan  perkembangannya telah menjadi suatu negeri dengan jumlah rumah tau atau Lumatau dari setiap Aman sebagai berikut:

Sistem Saniri Adat Negeri Mamala, dikutip dari kepustakaan no.3 


Ø  Soa Latu terdiri dari :Marga Malawat {Raja}
ü  Marga Mony
ü  Marga Samaniri
ü  Marga Pelau

Ø  Soa Pati terdiri atas tiga marga, antara lain:
ü  Marga Lating
ü  Marga Selay
ü  Marga Hatuala

Ø  Soa Tuhuputa terdiri atas tiga marga, antara lain:
ü  Marga Lilisula
ü  Marga Latukau
ü  Marga Kiang

Ø  Soa Loing terdiri atas lima marga, antara lain:
ü  Marga Lulung (Lessy)
ü  Marga Selakoko
ü  Marga Sasole
ü  Marga  Tulapessy
ü  Marga Thenu

Ø  Soa Polut terdiri atas empat marga, antara lain:
ü  Marga Tomu
ü  Marga Pulhehe
ü  Marga Ollong
ü  Marga Wakang

Pada dasarnya negeri Mamala sama halnya dengan negeri-negeri yang lain di Jazirah Leihitu, di dalam menjalankan pemerintahannya, mereka menganut pedoman yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Kalau dilihat dari susunan pemerintahan  sejak abad ke-XVI dan XVII, merupakan satu kesatuan hukum adat yang disebut “Pemerintahan Empat Perdana”.
          
Sistem pemerintahan adat negeri Mamala mempunyai beberapa perangkat, perangkat pemerintahan adat ini lazim disebut pemerintah negeri, yang terdiri dari :  Badan Saniri  Raja, Badan Saniri Negeri, dan Badan Saniri Besar, ketiga badan ini dikepalai oleh Raja.
  1.   Raja atau Kepala Desa
Jabatan Raja (Kepala Desa) diduduki berdasarkan warisan secara genealogis  Hak jabatan yang diperoleh ini disebabkan jasa leluhur yang mendirikan negeri dan merupakan pusaka mata rumah (Marga).  Sehingga seseorang yang diangkat menjadi Raja harus atas dasar keturunan dari pihak laki-laki dan putra dari isteri-isterinya. Maksudnya  salah satu putra dari  putra-putra mahkota yang dianggap mampu untuk menjalankan pemerintahannya, dan apabila sewaktu-waktu Raja tersebut tidak mampu lagi untuk memerintah, maka diadakan pemilihan, dan putra mahkota untuk meneruskan pemerintahannya.

Raja dipilih atas dasar musyawarah para anggota Badan Saniri negeri di Baileu. Bila musyawarah itu berhasil memperoleh mufakat untuk menetapkan seorang Raja sebagai pengganti Raja sebelumnya, maka hasil pemufakatan itu kemudian diumumkan kepada seluruh rakyat untuk kemudian dilakukan upacara pelantikan Raja.  Raja sebagai pemimpin rakyat , bertugas menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri dan urusan pemerintahan serta melaksanakan pembinaan masyarakat dengan mengembangkan semangat gotong royong masyarakatnya, dan memimpin berbagai upacara adat. Sedangkan masa jabatan Raja tidak terbatas, bahwa Raja akan diganti apabila Raja tersebut meninggal dunia, atau kemauan sendiri, ataupun keinginan rakyat.

  A.   Juru Tulis

      Juru tulis mempunyai peranan penting dalam masyarakat.  Juru tulis diangkat dan diberhentikan oleh  Raja. Tugasnya membantu Raja di bidang administrasi, seperti mencatat kejadian-kejadian penting dalam pemerintahan, menyimpan dan memelihara surat-surat (arsip) dan menulis surat-surat yang harus dikeluarkan oleh pemerintah negeri, serta mencatat jumlah penduduk dan sebagainya.

  B.    Marinyo

Marinyo adalah pembantu Raja untuk menyampaikan perintah-perintah dan pemberitahua-pemberitahuan dari Raja kepada rakyat . Marinyo ditunjuk langsung oleh Raja, di mana fungsi dan peranannya sebagi penghubung antara Raja dan rakyatnya.

       2.       Badan Saniri Raja

Badan Saniri Raja merupakan badan kekuasaan eksekutif yang melakukan tugas sehari-hari. Keanggotaan dari Badan Saniri Raja ini terdiri dari Raja dan Kepala Soa Akte.

Kepala Soa Akte

Kepala Soa Akte bertugas untuk membantu Raja dalam tugas pemerintahan, dalam wilayah kekuasaannya serta bertanggung jawab kepada Raja. Kepala Soa Akte terdiri dari:
  • Soa Latu  dengan pimpinan soanya disebut Latu  Helu, merupakan soa yang tertua di antara  kelima soa, sehinngga apabila Raja (Uka Latu) wafat, berhenti atau tidak dapat melakasanakan tugasnya, maka diganti oleh Kepala Soa  Latu sampai adanya pengangkatan Raja baru.
  • Soa Tuputa dengan pimpinan soanya disebut Tohuputa Ela yang bertanggung jawab atas tugas dan wilayah kekuasaannya.
  •   Soa Pati dengan pimpinan soanya disebut Pati Tiang Bessy bertanggung jawab atas tugas dan wilayah kekuasaannya.
  •   Soa Loing dengan pimpinan soa-nya disebut Latu Beiselang bertanggung jawab atas tugas dan wilayahnya.
  • Soa Polut dengan pimpinan soa-nya disebut Latu Wael ulu bertanggung jawab atas tugas dan wilayahnya.
(Lihat artikel lainnya: Pengorbanan Halaene sang Raja Mamala untuk Tanah Hitu (Ambon) )

      3.       Badan Saniri Negeri

Badan Saniri Negeri dapat dianggap sebagai badan kekuasaan Legislatif, juga sebagai badan musyawarah untuk membicarakan masalah-masalah penting seperti membuat keputusan-keputusan, kebijaksanaan, dan mengeluarkan peraturan-peraturan yang harus diterapkan dan dilaksanakan oleh masyarakat.  Keanggotaan dari badan ini meliputi ; kepala soa akte, kepala soa adat, dan kasisi mesjid (pegawai mesjid).

      a.      Kepala Soa Akte

Kepala Soa Akte terdiri dari lima soa, antara lain:
  • .       Soa  Latu,  pimpinan soanya disebut Latu Helu
  • .       Soa Tuputa,  pimpinan soanya disebut Tohuputa Ela
  • .       Soa Pati, pimpinan soanya disebut Pati Tiang Bessy
  • .       Soa Loing, pimpinan soanya disebut  Latu Baiselang
  • .       Soa Polut, pimpinan soanya disebut Latu Wael Ulu
  
 b.    Kepala Soa Adat
       
 Selain kepala-kepala adat , ada juga pengurus mesjid yang menduduki jabatan adat, serta bertugas sebagai berikut:
  •   Pisihena dari soa Tuputa (dari marga Olong) merupakan marga tertua pada soa Tuputa
  •   Sutela dari soa Pati (marga Lating) sebagai marga tertua  dari rumah tau Lating
  •   Tepai dari soa Loing (marga Lessy) dari rumah tau Lessy atau Lulung
  •   Sumahu  dari soa Polut (marga Tomu) dari rumah tau Tomu
Kepala soa adat ini, bertugas untuk mengangkat Imam  dan penghulu-penghulu mesjid lain,  bertanggung jawab kepada Pisihena, dan Pisihena bertanggung jawab kepada Raja.  Kepala soa adat ini , oleh masyarakat negeri Mamala dikenal dengan sebutan “Tamulu Kau”. Susunan Tamulu Kau adalah sebagai berikut:
  •   Imam Tuny dari marga Mony, tugasnya  mengisi  Imam, apabila imam berhalangan.
  •   Lebe dari marga Selay, tugasnya mengisi khatib , apabila khatib berhalangan
  •   Liuhulat dari marga Wakang,  tugasnya mengisi modim, apabila modim berhalangan
  •   Bua dari marga Kiang, tugasnya memegang kunci Masjid dan sekaligus membantu Modin apabila Modin berhalangan.

Keempat penghulu adat  bertanggung jawab kepada Pisihena dan senantiasa melaporkan hasil  kerjanya kepada Raja. (Wawancara tua adat, Hi. Hasanuddin Malawat 19 Juni 1993).

  c.   Kasisi  Mesjid

      Kasisi Mesjid terdiri dari Imam, Khatib dan Modim. Tugas dari  Kasisi Mesjid adalah sebagi berikut; Imam dan Khatib mempunyai tugas yang sama, yakni memimpin Shalat berjamaah di Mesjid, menyampaikan Khotbah Jum’at, dan memimpin upacara-upacara hari besar agama dan lain-lain. Walaupun tugas dari Imam dan Khatib sama, akan tetapi status dan derajat dari Imam lebih tinggi dari  Khatib. Tugas-tugas dari Kasisi Mesjid, biasanya dijadwalkan secara bergilir dan saling melengkapi. Sedangkan Modin bertugas untuk memukul beduk di Mesjid apabila sudah tiba waktu shalat, dan menyiapkan peralatan-peralatan shalat dan mengumandangkan adzan.Selaintugas-tugas tersebut di atas. Imam, Khatib dan Modim juga bertindak sebagai penghulu untuk acara pernikahan. Kelahiran dan kematian.

       4.    Badan Saniri Besar

Selain Badan Saniri Raja, dan Badan Saniri Negeri, sebagai badan musyawarah, maka dikenal juga Badan Saniri Besar. Keanggotaan dari Badan Saniri Besar meliputi Badan Saniri Raja, Badan Saniri Negeri, Kepala -kepala keluarga dan semua orang laki-laki yang sudah dewasa.

Saniri besar ini merupakan suatu pertemuan atau rapat untuk membicarakan suatu masalah penting dan mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesejahteraan dan kepentingan  seluruh masyarakat.

Masalah-masalah yang dibicarakan atau dibahas, antara lain menyangkut dengan keuangan negeri, pembangunan negeri dan lain-lain. Pertemuan untuk musyawarah biasanya dilaksanakan di Baileu yang merupakan tempat musyawarah dan memeriksa serta memutuskan perbuatan-perbuatan yang berkenan dengan hukum adat.

Untuk lebih jelasnya , dapat dilihat pada struktur pemerintahan sebelum dan sesudah diberlakukan undang-undang no.5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa.

Struktur Pemerintah Adat Negeri Mamala



Pembahasan   

Sebagaimana terjadi di wilayah dan desa lain di Indonesia, Propinsi Maluku juga mengalami masa transisi atau perubahan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa ke Kebijakan Desentralisasi (Otonomi Daerah). Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 telah melemahkan keberadaan institusi lokal. Ketika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, maka mekanisme dan kebiasaan pemerintah dan masyarakat setempat menjadi kembali ke sistem negeri dan adat sebagaimana sebelum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 diberlakukan. Secara perlahan-perlahan kebiasaan sistem adat dan negeri dikembalikan seperti semula. Kepala Pemerintah Negeri (baca: Raja) mulai dipilih secara demokratis. Namun, pada umumnya posisi Kepala Pemerintah Negeri yang berlaku secara turun-temurun nampaknya lebih disukai oleh masyarakat negeri untuk menjadi figur atau pemimpin mereka. Dengan kata lain posisi Kepala Pemerintah Negeri yang turun-tumurun ini lebih memberikan legitimasi dari pada pemilihan Kepala Pemerintah Negeri secara demokratis.  


Diakui bahwa hukum adat sampai saat ini masih hidup dan berkembang di Maluku. Artinya masyarakat masih mengakui dan menghargai hukum adat sebagai hukum yang mengatur tatanan kehidupan mereka, walaupun patut diakui telah menjadi perubahan atau telah mengalami pergeseran akibat arus globalisasi dan modernisasi. Sebutan terhadap desa-desa adat di Maluku adalah Negeri dan sebutan untuk Kepala Pemerintah Negeri adalah Raja atau disebut dengan nama lain sesuai adat istiadat, hukum adat dan budaya setempat. Kepala Pemerintah Negeri dibantu oleh perangkat Pemerintah Negeri lainnya seperti Juru Tulis/Sekretaris Negeri dan Kepala Soa sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Negeri.


Seorang Kepala Pemrerintahan Negeri (Raja) hampir dipastikan berasal dari garis keturunan Raja pula. Tradisi ini dimulai dari zaman kolonial Belanda, bahkan mungkin di jaman-jaman sebelumnya. Sistem keturunan tersebut berlanjut walaupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 (Pemerintahan Desa) berlaku di masa orde lama. Sekarang ini dalam pemilihan kepala pemerintah negeri, masyarakat umumnya masih mendukung calon dari keturunan keluarga Raja. Fenomena ini adalah karena faktor tradisi dan adat yang masih cukup dihormati oleh masyarakat.


Untuk menjamin kepastian hukum, prinsip demokratisasi yang disesuaikan dengan nilai-nilai hukum adat, tradisi dan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maka, Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan Pelantikan Kepala Pemerintah Negeri dan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Negeri.Sistem pemilihan Kepala Pemerintah Negeri di Kabupaten Maluku Tengah menggunakan mekanisme dipilih secara langsung oleh penduduk negeri terhadap calon yang telah memenuhi persyaratan'(Pasal 6 ayat 1 Perda Nomor 03 Taun 2006) Pemilihan kepala pemerintah negeri bersifat langsung, umum, bebas, rahasia dan adil (Pasal 6 ayat 2). 

Untuk menyelenggarakan pemilihan kepala pemerintah negeri, Badan Saniri Negeri membentuk Panitia Pemilihan. Saniri Negeri adalah Lembaga/Badan yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negeri dan sebagai unsur penyelenggara pemerintah negeri, berfungsi sebagai badan legislatif yang bersama-sama kepala pemerintahan negeri membentuk peraturan negeri, mengawasi pelaksanaan tugas dari kepala pemerintah negeri serta merupakan badan yang mendampingi kepala pemerinta negeri dalam memimpin negeri sesuai tugas dan wewenang yang dimilikinya.


Jabatan Kepala Pemerintah Negeri merupakan hak dari matarumah/keturunan tertentu untuk menentukan berdasarkan musyawarah matarumah/keturunan. Kekhususan berdasarkan adat istiadat dan hukum adat dimana hak untuk menjadi Kepala Pemerintah Negeri merupakan hak dari matarumah/keturunan tertentu yang harus dijunjung tinggi dalam kaitan dengan pengakuan eksistensi Masyarakat Hukum Adat sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Akan tetapi realita dalam masyarakat hukum adat di Kabupaten Maluku Tengah menunjukan adanya pengakuan matarumah/keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri Lebih dari satu. Oleh karena itu khusus pada negeri yang dimana matarumah/keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri itu tunggal (hanya satu) maka hasil musyawarah matarumah/keturunan dapat ditetapkan menjadi Kepala Pemerintah Negeri oleh Saniri Negeri.

Penutup

Kekhususan berdasarkan adat istiadat dan hukum adat dimana hak untuk menjadi Kepala Pemerintah Negeri merupakan hak dari matarumah/keturunan tertentu yang harus dijunjung tinggi dalam kaitan dengan pengakuan eksistensi Masyarakat Hukum Adat sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Ruang demokrasi dimana rakyat berhak menentukan Kepala Pemerintah Negerinya terbuka melalui pemilihan, apabila matarumah/keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri merupakan matarumah/keturunan yang lebih dari satu berdasarkan hasil musyawarah matarumah/keturunan sesuai Peraturan yang berlaku.

Dengan sistem pemilihan secara langsung oleh masyarakat negeri maka, masyarakat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan Kepala Pemerintah Negeri berdasarkan peraturan yang berlaku, sebagaimana rakyat memilih presiden dan wakil presiden, dan anggota DPD, DPR dan DPRD. Pemilihan kepala pemerintah negeri secara langsung juga merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi masyarakat negeri di Kabupaten Maluku Tengah.

 







Referensi:
1. Hubungan Masysrakat Mamala dan Morela di Jazirah Leihitu Pulau Ambon, Haris Malawat,Spd; 1993
2.http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/pemerintahan-dan-hukum-adat/279-sistem-pengangkatan-dan-pemilihan-kepala-pemerintah-negeri-di-maluku-tengah-kajian-dari-perspektif-pembangunan-demokrasi-di-indonesia
3.MEMORIE VAN OVERGAVE VAN DE ONDERAFDELING AMBON VAN ASSISTENT-RESIDENT VAN WIJK, augustus 1937.1,KIT DCA 1W. ARA. Memories van Overgave. Collectie KIT, 1233.

1 komentar:

  1. Oke bangets....
    Setahu saya, pengelola masjid secara adat disebut Parentah Syara' yang terdiri dari 3 kelompok yang dikepalai oleh Pisihena, yaitu:
    1. Tamula Kau yang terdiri dari: Pisihena, Soutela, Sumahu, dan Tepay;
    2. Tamula Puti yang teridiri dari: Uka Bua, Leuhulat, Lebea, dan Imam Tuny; dan
    3. Kasisi Masjid yang terdiri dari: Imam, Khatib, Modim, dan Marbot.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.