Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Tentang Desa, menetapkan Desa atau yang disebut dengan nama lain, merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan berada di Kabupaten/Kota. Ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini mengacu pada Pasal 18B UUD 1945 (setelah
diamandemen) yang bertumpu pada landasan pemikiran tentang pengaturan mengenai
desa yaitu keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan
masyarakat.
Untuk menjabarkan lebih jauh
jiwa dan semangat yang terkandung dalam Pasal 18B UUD 1945 dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, maka Pemerintah Daerah Provinsi Maluku menerbitkan
Peraturan Daerah yang merupakan ketentuan payung (umbrella Provision) untuk
melahirkan berbagai kebijakan regulasi pada tataran tata hukum lokal yang
diharapkan mampu menjadikan wilayah Kabupaten Maluku Tengah berkembang lebih
maju sesuai dengan ciri dan karakaterisitik daerahnya. Peraturan Daerah yang
dimaksud adalah Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Penetapan Kembali Negeri Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Wilayah
Pemerintahan Provinsi Maluku yang pada prinsipnya menetapkan negeri sebagai
kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Maluku dan Peraturan Daerah
Kabupaten Maluku Tengah Nomor 01 Tahun 2006 Tentang Negeri.
Masyarakat Kabupaten Maluku
Tengah pada umumnya merupakan masyarakat adat, dikenal kesatuan masyarakat
hukum adat dengan nama Negeri yang diatur berdasarkan hukum adat setempat,
kesatuan-kesatuan masyarakat adat tersebut beserta perangkat pemerintahannya
telah lama ada, hidup dan berkembang serta dipertahankan dalam tata pergaulan
hidup masyarakat. Negeri di Kabupaten Maluku Tengah sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan hak, asal usul Negeri, adat istiadat dan hukum
adat yang diakui dalam Sistem Pemerintahan Nasional. Di lain pihak terdapat
Negeri Administratif sebagai akibat perkembangan dan kemajuan masyarakat yang
juga harus diperhatikan hak asal usul dan kepentingan masyarakat setempat.
Adanya Negeri/Negeri Administratif menempatkan adat istiadat dan hukum adat
dalam konteks yang susungguhnya. Oleh karena itu otonomi Negeri sebagai otonomi
bawaan dan otonomi Negeri Administrati sebagai otonomi yang diberikan,
hendaknya dikembangkan untuk kepentingan masyarakat Negeri/Negeri Administratif
yang tidak terlepas dari kendali Pemerintah (Pemerintah Provinsi Maluku dan
Kabupaten Maluku Tengah) sepanjang menyangkut kepentingan Nasional yang harus
dilaksanakan.
Dalam rangka kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, demokrasi dan kemasyarakatan Negeri
maka adanya Pemerintah Negeri menjadi faktor penting. Untuk itu Pemerintah
Daerah Kabupaten Maluku Tengah telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 03
Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan Pelantikan Kepala
Pemerintah Negeri dan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Tata Cara
Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Negeri yang dimaksudkan
untuk melaksanakan prinsip demokrasi dalam sistem pemerintahan umum dan
pemerintahan adat yang merupakan upaya untuk memberdayakan fungsi
dan peran kelembagaan pemerintahan sebagai wujud
dari prinsip demokrasi, maka diperlukan mekanisme atau sistem dalam pencalonan,
pemilihan dan pelantikan Kepala Pemerintah Negeri yang merupakan tuntutan
prinsip demokrasi dan harus ditopang dengan sistem hukum, yang dapat
dijadikan sebagai acuan, sehingga dapat melahirkan figur pemimpin dengan tetap
menghargai hak-hak anggota masyarakat, sebagai bagian dari
hak asasi manusia. Sistem demokrasi yang dibangun tetap memperhatikan sistem
pemerintahan pada umumnya, yang akan melahirkan seorang pemimpin pada
Kesatuan Masyarakat Adat dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip hukum adat
maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masyarakat adat di Kabupaten
Maluku Tengah, sebagian besar masih menghargai figur seorang pemimpin pada
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang berasal dari turunan matarumah/keturunan
yang menurut hukum adat Kabupaten Maluku Tengah berhak menyandang gelar dan
kharisma pemimpin tersebut dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali
dalam hal-hal khusus yang ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah
matarumah/keturunan yang berhak bersama Saniri Negeri.
Lumbato Negeri Mamala |
Sistem Pemerintahan Negeri
Sistem Pemerintahan Desa di
Maluku pada rezim adat dikenal dengan Pemerintah Negeri dan umumnya berlaku di
Pulau Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah. Pemerintah Negeri adalah merupakan
basis masyarakat adat dan memiliki batas-batas wilayah darat dan laut yang
jelas yang disebut petuanan negeri, dan sistem pemerintahan yang bersifat
geneologis atau berdasarkan garis keturunan. Pemerintahan Negeri menurut
Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah Nomor 01 Tahun 2006 Tentang Negeri
merupakan penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Negeri dan Saniri
Negeri dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
hak asal usul dan adat istiadat setempat dan diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada rezim adat, setiap Negeri
memiliki struktur organisasi pemerintahan negeri. Susunan pemerintahan negeri
adalah warisan dari pemerintahan Belanda dimana sistem hukum adat ini ditetapkan
dalam keputusan landraad Amboina No.14 Tahun 1919; disebutkan bahwa Pemerintah
Negeri adalah regent en de kepala soas’s. selanjutnya di dalam keputusan landaard
Amboina No. 30 Tahun 1919 disebutkan bahwa negorijbestuur adalah regent en de
Kepala-Kepala Soa, yang berarti bahwa pelaksanaan pemerintahan negeri
dilaksanakan oleh Raja dan Kepala-Kepala Soa.
Negeri Mamala dengan Upu Latu sebagai Raja atas
pemerintahan adat. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya telah menjadi suatu
negeri dengan jumlah rumah tau atau Lumatau dari setiap Aman sebagai berikut:
Sistem Saniri Adat Negeri Mamala, dikutip dari kepustakaan no.3 |
Ø Soa Latu terdiri dari :Marga Malawat {Raja}
ü
Marga Mony
ü
Marga Samaniri
ü
Marga Pelau
Ø Soa Pati terdiri atas tiga marga,
antara lain:
ü
Marga Lating
ü
Marga Selay
ü
Marga Hatuala
Ø Soa
Tuhuputa terdiri atas tiga marga, antara lain:
ü
Marga Lilisula
ü
Marga Latukau
ü
Marga Kiang
Ø Soa
Loing terdiri atas lima marga, antara lain:
ü
Marga Lulung (Lessy)
ü
Marga Selakoko
ü
Marga Sasole
ü
Marga
Tulapessy
ü
Marga Thenu
Ø Soa
Polut terdiri atas empat marga, antara lain:
ü
Marga Tomu
ü
Marga Pulhehe
ü
Marga Ollong
ü
Marga Wakang
Pada
dasarnya negeri Mamala sama halnya dengan negeri-negeri yang lain di Jazirah
Leihitu, di dalam menjalankan pemerintahannya, mereka menganut pedoman yang
telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Kalau dilihat dari susunan
pemerintahan sejak abad ke-XVI dan XVII,
merupakan satu kesatuan hukum adat yang disebut “Pemerintahan Empat Perdana”.
Sistem
pemerintahan adat negeri Mamala mempunyai beberapa perangkat, perangkat
pemerintahan adat ini lazim disebut pemerintah negeri, yang terdiri dari :
Badan Saniri Raja, Badan Saniri
Negeri, dan Badan Saniri Besar,
ketiga badan ini dikepalai oleh Raja.
- Raja atau Kepala Desa
Jabatan Raja (Kepala Desa)
diduduki berdasarkan warisan secara genealogis
Hak jabatan yang diperoleh ini disebabkan jasa leluhur yang mendirikan
negeri dan merupakan pusaka mata rumah (Marga).
Sehingga seseorang yang diangkat menjadi Raja harus atas dasar keturunan
dari pihak laki-laki dan putra dari isteri-isterinya. Maksudnya salah satu putra dari putra-putra mahkota yang dianggap mampu untuk
menjalankan pemerintahannya, dan apabila sewaktu-waktu Raja tersebut tidak
mampu lagi untuk memerintah, maka diadakan pemilihan, dan putra mahkota untuk
meneruskan pemerintahannya.
Raja dipilih atas dasar
musyawarah para anggota Badan Saniri negeri di Baileu. Bila musyawarah itu
berhasil memperoleh mufakat untuk menetapkan seorang Raja sebagai pengganti Raja
sebelumnya, maka hasil pemufakatan itu kemudian diumumkan kepada seluruh rakyat
untuk kemudian dilakukan upacara pelantikan Raja. Raja sebagai pemimpin rakyat , bertugas
menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri dan urusan pemerintahan serta
melaksanakan pembinaan masyarakat dengan mengembangkan semangat gotong royong
masyarakatnya, dan memimpin berbagai upacara adat. Sedangkan masa jabatan Raja
tidak terbatas, bahwa Raja akan diganti apabila Raja tersebut meninggal dunia,
atau kemauan sendiri, ataupun keinginan rakyat.
A. Juru Tulis
Juru tulis
mempunyai peranan penting dalam masyarakat.
Juru tulis diangkat dan diberhentikan oleh Raja. Tugasnya membantu Raja di bidang
administrasi, seperti mencatat kejadian-kejadian penting dalam pemerintahan,
menyimpan dan memelihara surat-surat (arsip) dan menulis surat-surat yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah negeri, serta mencatat jumlah penduduk dan
sebagainya.
B. Marinyo
Marinyo adalah pembantu Raja untuk menyampaikan perintah-perintah dan pemberitahua-pemberitahuan dari Raja kepada rakyat . Marinyo ditunjuk langsung oleh Raja, di mana fungsi dan peranannya sebagi penghubung antara Raja dan rakyatnya.
2.
Badan
Saniri Raja
Badan Saniri Raja merupakan badan
kekuasaan eksekutif yang melakukan tugas sehari-hari. Keanggotaan dari Badan
Saniri Raja ini terdiri dari Raja
dan Kepala Soa Akte.
Kepala Soa Akte
Kepala Soa Akte bertugas untuk membantu Raja dalam tugas pemerintahan, dalam wilayah kekuasaannya serta bertanggung jawab kepada Raja. Kepala Soa Akte terdiri dari:
- Soa Latu dengan pimpinan soanya disebut Latu Helu, merupakan soa yang tertua di antara kelima soa, sehinngga apabila Raja (Uka Latu) wafat, berhenti atau tidak dapat melakasanakan tugasnya, maka diganti oleh Kepala Soa Latu sampai adanya pengangkatan Raja baru.
- Soa Tuputa dengan pimpinan soanya disebut Tohuputa Ela yang bertanggung jawab atas tugas dan wilayah kekuasaannya.
- Soa Pati dengan pimpinan soanya disebut Pati Tiang Bessy bertanggung jawab atas tugas dan wilayah kekuasaannya.
- Soa Loing dengan pimpinan soa-nya disebut Latu Beiselang bertanggung jawab atas tugas dan wilayahnya.
- Soa Polut dengan pimpinan soa-nya disebut Latu Wael ulu bertanggung jawab atas tugas dan wilayahnya.
3.
Badan
Saniri Negeri
Badan Saniri Negeri dapat dianggap sebagai badan kekuasaan Legislatif, juga sebagai badan musyawarah untuk membicarakan masalah-masalah penting seperti membuat keputusan-keputusan, kebijaksanaan, dan mengeluarkan peraturan-peraturan yang harus diterapkan dan dilaksanakan oleh masyarakat. Keanggotaan dari badan ini meliputi ; kepala soa akte, kepala soa adat, dan kasisi mesjid (pegawai mesjid).
a. Kepala
Soa Akte
Kepala Soa Akte
terdiri dari lima soa, antara lain:
- . Soa Latu, pimpinan soanya disebut Latu Helu
- . Soa Tuputa, pimpinan soanya disebut Tohuputa Ela
- . Soa Pati, pimpinan soanya disebut Pati Tiang Bessy
- . Soa Loing, pimpinan soanya disebut Latu Baiselang
- . Soa Polut, pimpinan soanya disebut Latu Wael Ulu
b. Kepala Soa Adat
Selain
kepala-kepala adat , ada juga pengurus mesjid yang menduduki jabatan adat,
serta bertugas sebagai berikut:
- Pisihena dari soa Tuputa (dari marga Olong) merupakan marga tertua pada soa Tuputa
- Sutela dari soa Pati (marga Lating) sebagai marga tertua dari rumah tau Lating
- Tepai dari soa Loing (marga Lessy) dari rumah tau Lessy atau Lulung
- Sumahu dari soa Polut (marga Tomu) dari rumah tau Tomu
Kepala soa
adat ini, bertugas untuk mengangkat Imam
dan penghulu-penghulu mesjid lain,
bertanggung jawab kepada Pisihena, dan Pisihena bertanggung jawab kepada
Raja. Kepala soa adat ini , oleh
masyarakat negeri Mamala dikenal dengan sebutan “Tamulu Kau”. Susunan Tamulu Kau adalah sebagai berikut:
- Imam Tuny dari marga Mony, tugasnya mengisi Imam, apabila imam berhalangan.
- Lebe dari marga Selay, tugasnya mengisi khatib , apabila khatib berhalangan
- Liuhulat dari marga Wakang, tugasnya mengisi modim, apabila modim berhalangan
- Bua dari marga Kiang, tugasnya memegang kunci Masjid dan sekaligus membantu Modin apabila Modin berhalangan.
Keempat penghulu adat bertanggung jawab kepada Pisihena dan
senantiasa melaporkan hasil kerjanya
kepada Raja. (Wawancara tua adat, Hi. Hasanuddin Malawat 19 Juni 1993).
c. Kasisi Mesjid
Kasisi Mesjid
terdiri dari Imam, Khatib dan Modim. Tugas dari
Kasisi Mesjid adalah sebagi berikut; Imam dan Khatib mempunyai tugas
yang sama, yakni memimpin Shalat berjamaah di Mesjid, menyampaikan Khotbah
Jum’at, dan memimpin upacara-upacara hari besar agama dan lain-lain. Walaupun
tugas dari Imam dan Khatib sama, akan tetapi status dan derajat dari Imam lebih
tinggi dari Khatib. Tugas-tugas dari
Kasisi Mesjid, biasanya dijadwalkan secara bergilir dan saling melengkapi.
Sedangkan Modin bertugas untuk memukul beduk di Mesjid apabila sudah tiba waktu
shalat, dan menyiapkan peralatan-peralatan shalat dan mengumandangkan adzan.Selaintugas-tugas
tersebut di atas. Imam, Khatib dan Modim juga bertindak sebagai penghulu untuk
acara pernikahan. Kelahiran dan kematian.
4. Badan Saniri Besar
Selain Badan Saniri Raja, dan Badan
Saniri Negeri, sebagai badan musyawarah, maka dikenal juga Badan Saniri Besar.
Keanggotaan dari Badan Saniri Besar meliputi Badan Saniri Raja, Badan Saniri
Negeri, Kepala -kepala keluarga dan semua orang laki-laki yang sudah dewasa.
Saniri besar ini merupakan suatu pertemuan atau rapat untuk membicarakan suatu masalah penting dan mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesejahteraan dan kepentingan seluruh masyarakat.
Masalah-masalah yang dibicarakan atau dibahas, antara lain menyangkut dengan keuangan negeri, pembangunan negeri dan lain-lain. Pertemuan untuk musyawarah biasanya dilaksanakan di Baileu yang merupakan tempat musyawarah dan memeriksa serta memutuskan perbuatan-perbuatan yang berkenan dengan hukum adat.
Untuk lebih jelasnya , dapat dilihat pada struktur pemerintahan sebelum dan sesudah diberlakukan undang-undang no.5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa.
Saniri besar ini merupakan suatu pertemuan atau rapat untuk membicarakan suatu masalah penting dan mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesejahteraan dan kepentingan seluruh masyarakat.
Masalah-masalah yang dibicarakan atau dibahas, antara lain menyangkut dengan keuangan negeri, pembangunan negeri dan lain-lain. Pertemuan untuk musyawarah biasanya dilaksanakan di Baileu yang merupakan tempat musyawarah dan memeriksa serta memutuskan perbuatan-perbuatan yang berkenan dengan hukum adat.
Untuk lebih jelasnya , dapat dilihat pada struktur pemerintahan sebelum dan sesudah diberlakukan undang-undang no.5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa.
Struktur Pemerintah Adat Negeri Mamala |
Pembahasan
Sebagaimana terjadi di wilayah dan desa lain di Indonesia, Propinsi Maluku juga mengalami masa transisi atau perubahan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa ke Kebijakan Desentralisasi (Otonomi Daerah). Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 telah melemahkan keberadaan institusi lokal. Ketika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, maka mekanisme dan kebiasaan pemerintah dan masyarakat setempat menjadi kembali ke sistem negeri dan adat sebagaimana sebelum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 diberlakukan. Secara perlahan-perlahan kebiasaan sistem adat dan negeri dikembalikan seperti semula. Kepala Pemerintah Negeri (baca: Raja) mulai dipilih secara demokratis. Namun, pada umumnya posisi Kepala Pemerintah Negeri yang berlaku secara turun-temurun nampaknya lebih disukai oleh masyarakat negeri untuk menjadi figur atau pemimpin mereka. Dengan kata lain posisi Kepala Pemerintah Negeri yang turun-tumurun ini lebih memberikan legitimasi dari pada pemilihan Kepala Pemerintah Negeri secara demokratis.
Diakui bahwa hukum adat sampai
saat ini masih hidup dan berkembang di Maluku. Artinya masyarakat masih
mengakui dan menghargai hukum adat sebagai hukum yang mengatur tatanan
kehidupan mereka, walaupun patut diakui telah menjadi perubahan atau telah
mengalami pergeseran akibat arus globalisasi dan modernisasi. Sebutan terhadap
desa-desa adat di Maluku adalah Negeri dan sebutan untuk Kepala Pemerintah Negeri
adalah Raja atau disebut dengan nama lain sesuai adat istiadat, hukum adat dan
budaya setempat. Kepala Pemerintah Negeri dibantu oleh perangkat Pemerintah
Negeri lainnya seperti Juru Tulis/Sekretaris Negeri dan Kepala Soa sebagai
unsur penyelenggaraan Pemerintahan Negeri.
Seorang Kepala Pemrerintahan
Negeri (Raja) hampir dipastikan berasal dari garis keturunan Raja pula. Tradisi
ini dimulai dari zaman kolonial Belanda, bahkan mungkin di jaman-jaman
sebelumnya. Sistem keturunan tersebut berlanjut walaupun Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1975 (Pemerintahan Desa) berlaku di masa orde lama. Sekarang ini dalam
pemilihan kepala pemerintah negeri, masyarakat umumnya masih mendukung calon
dari keturunan keluarga Raja. Fenomena ini adalah karena faktor tradisi dan
adat yang masih cukup dihormati oleh masyarakat.
Untuk menjamin kepastian
hukum, prinsip demokratisasi yang disesuaikan dengan nilai-nilai hukum adat,
tradisi dan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maka, Pemerintah
Kabupaten Maluku Tengah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2006
Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan Pelantikan Kepala Pemerintah Negeri
dan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pemilihan,
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Negeri.Sistem pemilihan Kepala Pemerintah Negeri di Kabupaten
Maluku Tengah menggunakan mekanisme dipilih secara langsung oleh penduduk
negeri terhadap calon yang telah memenuhi persyaratan'(Pasal 6 ayat 1 Perda Nomor 03
Taun 2006) Pemilihan kepala pemerintah negeri bersifat langsung, umum, bebas,
rahasia dan adil (Pasal 6 ayat 2).
Untuk menyelenggarakan
pemilihan kepala pemerintah negeri, Badan Saniri Negeri membentuk Panitia
Pemilihan. Saniri Negeri adalah Lembaga/Badan yang merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negeri dan sebagai unsur
penyelenggara pemerintah negeri, berfungsi sebagai badan legislatif yang
bersama-sama kepala pemerintahan negeri membentuk peraturan negeri, mengawasi
pelaksanaan tugas dari kepala pemerintah negeri serta merupakan badan yang
mendampingi kepala pemerinta negeri dalam memimpin negeri sesuai tugas dan
wewenang yang dimilikinya.
Jabatan Kepala Pemerintah
Negeri merupakan hak dari matarumah/keturunan tertentu untuk menentukan
berdasarkan musyawarah matarumah/keturunan. Kekhususan berdasarkan adat
istiadat dan hukum adat dimana hak untuk menjadi Kepala Pemerintah Negeri
merupakan hak dari matarumah/keturunan tertentu yang harus dijunjung tinggi
dalam kaitan dengan pengakuan eksistensi Masyarakat Hukum Adat sebagaimana
diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Akan tetapi realita dalam masyarakat hukum adat di
Kabupaten Maluku Tengah menunjukan adanya pengakuan matarumah/keturunan yang
berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri Lebih dari satu. Oleh karena itu khusus
pada negeri yang dimana matarumah/keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintah
Negeri itu tunggal (hanya satu) maka hasil musyawarah matarumah/keturunan dapat
ditetapkan menjadi Kepala Pemerintah Negeri oleh Saniri Negeri.
Penutup
Kekhususan berdasarkan adat
istiadat dan hukum adat dimana hak untuk menjadi Kepala Pemerintah Negeri
merupakan hak dari matarumah/keturunan tertentu yang harus dijunjung tinggi
dalam kaitan dengan pengakuan eksistensi Masyarakat Hukum Adat sebagaimana
diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Ruang demokrasi dimana rakyat berhak menentukan Kepala
Pemerintah Negerinya terbuka melalui pemilihan, apabila matarumah/keturunan
yang berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri merupakan matarumah/keturunan yang
lebih dari satu berdasarkan hasil musyawarah matarumah/keturunan sesuai
Peraturan yang berlaku.
Dengan sistem pemilihan secara
langsung oleh masyarakat negeri maka, masyarakat memiliki kesempatan dan
kedaulatan untuk menentukan Kepala Pemerintah Negeri berdasarkan peraturan yang
berlaku, sebagaimana rakyat memilih presiden dan wakil presiden, dan anggota
DPD, DPR dan DPRD. Pemilihan kepala pemerintah negeri secara langsung juga
merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi masyarakat negeri di Kabupaten Maluku
Tengah.
Referensi:
1. Hubungan Masysrakat Mamala dan Morela di Jazirah Leihitu Pulau Ambon, Haris Malawat,Spd; 1993
2.http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/pemerintahan-dan-hukum-adat/279-sistem-pengangkatan-dan-pemilihan-kepala-pemerintah-negeri-di-maluku-tengah-kajian-dari-perspektif-pembangunan-demokrasi-di-indonesia
3.MEMORIE VAN OVERGAVE VAN DE ONDERAFDELING AMBON VAN ASSISTENT-RESIDENT VAN WIJK, augustus 1937.1,KIT DCA 1W. ARA. Memories van Overgave. Collectie KIT, 1233.
Oke bangets....
BalasHapusSetahu saya, pengelola masjid secara adat disebut Parentah Syara' yang terdiri dari 3 kelompok yang dikepalai oleh Pisihena, yaitu:
1. Tamula Kau yang terdiri dari: Pisihena, Soutela, Sumahu, dan Tepay;
2. Tamula Puti yang teridiri dari: Uka Bua, Leuhulat, Lebea, dan Imam Tuny; dan
3. Kasisi Masjid yang terdiri dari: Imam, Khatib, Modim, dan Marbot.