Sapa Bale Batu, Batu Bale Dia1: Politik
Revivalisme Tradisi Siwa lima Orang “Ambon” Pasca Konflik
Hatib Abdul Kadir2
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang
definisi siwa lima dan proses kemunculannya kembali karena dianggap mempunyai
nilai pasifikasi serta rasa persatuan dalam menjaga perdamaian di Ambon
pascakonflik. Redefinisi siwa lima
sangatlah mendesak, mengingat pendukung kebudayaan di Pulau Ambon sangatlah
beragam, terdiri beragam sub etnis dan pengguna bahasa lokal yang diketahui
masih aktif sebanyak 117 dari jumlah bahasa lokal yang pernah ada kurang lebih
130-an. Disamping itu, munculnya modernitas semakin memperkuat munculnya
polarisasi antara agama Islam dan Kristen yang dipeluk oleh mayoritas masing-masing
sub etnis. Menghidupkan kembali siwa lima adalah sebuah proses pencarian identitas
diri, mencari tahu siapa diri orang Ambon sesungguhnya, sehingga dapat dijadikan
sebagai modal sosial untuk menjalin persatuan dan kebersamaan.
Kata Kunci
Tradisi, revivalisme, Ambon,
siwa lima, konflik, identitas, etnis, modernitas
Pendahuluan
Pada suatu waktu hiduplah tiga
bersaudara yang tinggal di bawah sebuah pohon beringin di Gunung Nunusaku.
Mereka berusaha menyelamatkan diri dari datangnya banjir bandang. Setelah
banjir mereda, mereka berpisah dan pergi dengan mengikuti arah cabang pohon yang
ditunggangi disaat banjir. Tiga saudara laki-laki ini dipercaya sebagai nenek
moyang awal di pulau Seram. Ulisiwa
adalah kakak yang paling tua, Ulilima
adalah kakak kedua dan Uliassa adalah
yang bungsu. Keturunan dari si bungsu Uliassa hingga kini menempati beberapa
wilayah di kepulauan Ambon, Haruku, Saparua dan Nusalaut. Sedangkan Ulilima dan
Ulisiwa tetap tinggal di Seram, kemudian dari anak pinak mereka inilah
dinamakan Pata Siwa dan Pata lima, yang dimasing-masing desa pasti memiliki
perserikatan ini.Keduanya hidup dalam kerjasama sosial dan ekonomi. Hingga pada
akhirnya Pata Siwa lebih mengaliansikan kelompoknya pada Portugis dan masuk ke
dalam sebuah agama baru bernama Kristen. Sedangkan ”si adik”, kelompok Pata
lima memeluk agama Islam (Bartels, 2-6: 1979; 15:2003; Hulsboch 224: 2004)3.
Gb.1. Filosofis Orang Maluku |
Salah satu versi lainnya
misalnya, agama nunusaku adalah agama asli yang mengunifikasikan semua
masyarakat di Maluku Tengah. Semenjak perang saudara, yang diawali oleh cerita
tentang seorang perempuan menari di tengah tarian dikelilingi oleh orang-orang
muda yang menginginkan tubuhnya, akhirnya ia meninggal di tari 9 lingkaran di
Nunusaku. Lantas pecahlah persekutuan, mengingat tidak ada satu orang pun yang
mau mengaku siapa sesungguhnya yang membunuh perempuan tersebut. Terjadi
migrasi besar-besaran orang-orang Pata lima ke pesisir, sehingga membentuk klan
baru, sehingga saat ini dapat kita temui wilayah dengan nama “negeri lima“ di
kepulauan Hitu dan orang-orang dengan marga siwalete, tomalima di Seram Timur,
terdapat pula marga talalima, faolima,
pesolima. Siwa lima mempunyai
banyak versi. Namun dari beragam versi tersebut, pesan yang hendak disampaikan
adalah dulu orang Nunusaku tinggal secara berdampingan.
Masyarakat Maluku Tengah
mempercayai bahwa asal-usul kosmologi siwa lima berasal dari orang Alifuru di
pulau Seram yang terbagi atas empat kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok
di Seram Timur. Kelompok ini tidak memiliki hubungan sedikitpun dengan
tetangga-tetangga mereka. Kelompok kedua adalah kelompok Pata lima (kata pata
dimaksudkan sebaga klen atau kelompok). Kelompok ketiga adalah kelompokPata
Siwa putih dan kelompok ke empat adalah kelompok Pata Siwa Hitam 4
yang bertempat tinggal di Seram bagian Barat5.
Tulisan ini membahas tentang
definisi siwa lima dan proses kemunculannya kembali karena dianggap mempunyai
nilai pasifikasi serta rasa persatuan dalam menjaga perdamaian di Ambon
pascakonflik. Menemukan redefinisi seperti apa konsep siwa lima yang sesuai. Pata
Siwa dan Pata lima mempunyai arti orang yang ke 9 dan orang yang ke 5
(Ajawaila,2009: 4).Narasi diatas adalah salah satu dari puluhan, mungkin
ratusan versi munculnya Pata Siwa dan pata lima. Namun demikian, terdapat
kesepakatan umum bahwa tradisi Pata Siwa dan Pata lima di Seram ini dianggap
sebagai sentrum dari tradisi tertua lainnya. Nenek moyang orang Seram dipercaya
sebagai pusatnya kehidupan di bumi. Terdapat kepercayaanbahwa masyarakat kuno
Seram mempunyai agama Nunusaku, sebagai agama tertua di Maluku, ada bersamaan
dengan munculnya pulau Ibu dari dasar laut. Berangkat dari sinilah muncul
manusia pertama yang menyebar dan berkembang biak diseluruh pulau Seram dan Maluku.
Persebaran menyebabkan semakin kompleksnya kebudayaan masyarakat yang semakin
terklasifikasi dalam kluster-kluster berdasarkan marga, sistem mata
pencaharian,
organisasi sosial dan agama.
Bersambung..........
Keterangan:
1 Istilah ini secara harfiah berarti “siapa membalikkan batu,
batulah yang akan membalikkan dia” bermakna pamali atau pantangan yang menjadi
tradisi orang Ambon untuk harus tetap menjaga tradisi dari orang tua kita kakek/nenek
moyang. Pamali berawal dari banyaknya kasus yang terjadi karena melanggar
pantangan tersebut.
2
Staf pengajar antropologi di Universitas Brawijaya. Email: kedang_ori@yahoo.com
3
Komposisi Pata Siwa sebagai Kristen dan Pata lima sebagai Islam ini sebenarnya
agak rancu di Maluku Tengah. Karena sistem invasi kerajaan Ternate di Maluku
Tengah mengubah masyarakat asli untuk masuk Islam, sedangkan Tidore cenderung
membiarkan masyarakat adat untuk tetap memeluk kepercayaan adat dan agama suku
bangsa mereka. Pada masa kolonial, Belanda berperang dengan Ternate, sehingga
terjadi perubahan komposisi pranata sosial di Maluku Tengah. Beberapa kampung
Islam Pata lima banyak yang masuk Kristen dan menjadi Pata Siwa. Sebagai misal
kampung Prof. Mus Huliselan (mantan rektor Universitas Pattimura), Molot di
Maluku Tengah, adalah Pata lima, namun jika dicermati semua adat yang diterapkan
dan orientasi Baileo (rumah adatnya) adalah Pata Siwa. Hal ini karena Molot
dahulu adalah kampung Islam yang masuk Kristen dan mengubah menjadi Pata Siwa.
Rumphius melaporkan bahwa imam-imam di kampung Molot pada 1600an mulai
mengganti kepercayaan mereka. Demikian pula pada kampung Hulaliu di Pulau
Pelaw, Maluku Tengah, yang masuk Kristen dan mengubah menjadi Pata Siwa ke Pata
lima. Pada masa kolonial, terjadi pemindahan demografi secara besar-besaran.
Salah satunya adalah pemindahan masyarakat dari Seram ke Pulau Ambon, demikian
juga orang-orang dari Hitu dipindah ke Ruhu, sehingga segregasi Pata Siwa dan
Pata lima menjadi demikian kocar-kacir. Kontestasi politik ini berbeda dengan
model siwa Lima di Aru dan di Maluku Tenggara, dimana unsur agama tidak begitu
mempengaruhi orientasi siwa dan lima. Dengan demikian sulit sekali menelusuri
secara tepat genealogi siwa Lima dengan narasi penafsiran yang tunggal.
Informasi dari Prof. Huliselan, 21 Oktober 2009.
4 Perbedaan
antara Pata Siwa Putih dan Pata Siwa Hitam secara jelas terletak pada penanda
tubuh mereka. Anggota Pata Siwa Hitam
membuat tato sebagai tanda keanggotaan, sekaligus juga sebagai anggota rahasia kakehan.
Kakehan sendiri berarti tanda.
5Meskipun
demikian beberapa penduduk di pantai di Seram bagian Barat termasuk dalam kelompok Pata Siwa putih seperti desa
Lisabata, Noniali dan Sukaradja (Ajawaila, 2009: 7).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.