Pendahuluan
Kebudayaan Pukul Sapu (Ukuwala
Mahiat) telah terkenal luas di Indonesia bahkan di dunia Internasional. Perayaan
ini diadakan setahun sekali setiap hari kedelapan Syawal. Budaya ini hanya dilakukan di Negeri Mamala
dan Negeri Morela dengan motif latar belakang yang berbeda. Akhir-akhir ini
masyarakat di kedua negeri tersebut saling mengklaim jika budaya Pukul Sapu
tersebut adalah budaya yang pertama kali dilakukan di negerinya masing-masing.
Hal ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat kedua negeri, siapa yang lebih dahulu menjalankan ritual Pukul Sapu (Ukuwala Mahiat).
Pentas Pukul Sapu Mamala di Festival Keraton dan Masyarakat Adat ASEAN di Lombok |
Latar belakang Ritual Pukul
Sapu di Negeri Mamala dan Negeri Morela, mempunyai latar belakang yang berbeda,
jika di negeri Mamala berlatar belakang ketika pembangunan Mesjid, dan negeri
Morela berlatar belakang ketika akhir dari perang Kapahaha. Kalau orang Mamala
menyebutkan budaya Pukul Sapu dilaksanakan saat setelah keberhasilan
pembangunan mesjid di lokasi yang baru, maka kebenarannya hanya berdasarkan
sejarah lisan (oral history). Demikian pula dengan orang Morela jika ditanyakan kebenarannya
terkait dengan penyelenggaraannya juga hanya berdasarkan sejarah lisan (oral
history). Jika dilihat dari latar belakang keduanya maka akan sulit menentukan
mana yang lebih dahulu menyelenggarakan ritual Pukul Sapu (Ukuwala Mahiat), dikarenakan keduanya hanya
berdasarkan sejarah lisan.
Dengan alasan ini maka dicoba
mengkajinya dari pengertian sejarah dan kebudayaan, serta kaitannya dengan
kedudukan kedua negeri tersebut dalam filosofis Siwalima. Selanjutnya di kaji
siapakah yang memang lebih memungkinkan terlebih dahulu melakukan budaya Pukul
Sapu (Ukuwala Mahiat) dihubungkan dengan sejarah perkembangan kedua negeri
tersebut dari konsep budaya Siwalima, konsep Sejarah dan konsep Kebudayaan terkait dengan perbedaan latar belakang penyelenggaraannya. Penjabaran ini bertujuan
menyimpulkan mana yang terlebih dahulu mengadakan Ritual Pukul Sapu (Ukuwala Mahiat). Serta
menyimpulkan mana yang lebih cocok disebut sebagai budaya dengan perbedaan
latar belakangnya.
Carr (1982: 30). menyatakan, bahwa “history is a continous process of interaction between the historian and his facts, and unending dialogue between the present and the past”. Maka dapat disimpulkan bahwa Sejarah Pukul Sapu (Ukuwala Mahiat) dari negeri Mamala dapat dibenarkan.
Siwalima Sebagai Budaya Maluku
Guru Besar Ilmu Hukum
Universitas Pattimura, Profesor JE Lokollo menjelaskan budaya Siwalima
merupakan budaya yang disepakati oleh semua orang Maluku yang hidup dalam
komunitas Provinsi Maluku dimana kesepakatan ini meliputi sistem nilai-nilai
serta pandangan-pandangan yang ada dan masyarakat telah menyepakati nilai-nilai
di bidang kehidupan apapun termasuk bidang kebudayaan.
Setiap negeri (desa) di Maluku
Tengah tergolong ke dalam salah satu dari kedua kelompok pata atau uli
tersebut. Patasiwa-patalima ini menurut Cooley, menunjukkan bahwa seluruh
negeri yang tergolong pada salah satu kelompok mempunyai sistem adat yang
serupa dalam segi-segi tertentu. Suatu negeri yang tergolong ke dalam kelompok
sembilan (pata/uli siwa ) atau kelompok lima (pata/uli lima ), mempunyai
akibat-akibat tertentu. Susunan sosial dari negeri-negeri yang tergolong pada
kelompok sembilan dikatakan terdiri dari sembilan satuan yang lebih kecil,
demikian pula susunan sosial dari negeri-negeri yang tergolong pada kelompok
lima dikatakan terdiri dari lima satuan yang lebih kecil.
Pengertian dan
Ruang Lingkup Sejarah.
Istilah “sejarah” berasal dari bahasa Arab,
yakni dari kata “syajaratun” (dibaca” syajarah), yang memiliki arti “pohon
kayu”. Pengertian “pohon kayu” di sini adalah adanya suatu kejadian,
perkembangan/pertumbuhan tentang sesuatu hal (peristiwa) dalam suatu
kesinambungan (kontinuitas). Selain itu ada pula peneliti yang menganggap bahwa
arti kata “syajarah” tidak sama dengan kata “sejarah”, sebab sejarah bukan
hanya bermakna sebagai “pohon keluarga”, ”asal-usul” atau ”silsilah”. Walaupun
demikian diakui bahwa ada hubungan antara kata “syajarah” dengan kata
“sejarah”, seseorang yang mempelajari sejarah tertentu berkaitan dengan cerita,
silsilah, riwayat dan asal-usul tentang seseorang atau kejadian (Sjamsuddin,
1996: 2). Dengan demikian pengertian “sejarah” yang dipahami sekarang ini dari
alih bahasa Inggeris yakni “history”, yang bersumber dari bahasa Yunani Kuno
“historia” (dibaca “istoria”) yang berarti “belajar dengan cara
bertanya-tanya”. Kata “historia” ini diartikan sebagai pertelaan mengenai
gejala-gejala (terutama hal ikhwal manusia) dalam urutan kronologis (Sjamsuddin
dan Ismaun, 1996: 4).
Setelah menelusuri arti “sejarah” yang
dikaitkan dengan arti kata “syajarah” dan dihubungkan dengan pula dengan kata
“history”, bersumber dari kata “historia” (bahasa Yunani kuno) dapat
disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri sekarang ini mempunyai makna
sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada masa lalu.
Sunnal dan Haas (1993: 278) menyebutnya; “history is a chronological study that
interprets and gives meaning to events and applies systematic methods to
discover the truth”. Carr (1982: 30). menyatakan, bahwa “history is a continous
process of interaction between the historian and his facts, and unending
dialogue between the present and the past”. Kemudian disusul oleh Depdiknas
memberikan pengertian sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan
pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan
masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini (Depdiknas, 2003:
1). Namun yang jelas kata kuncinya bahwa sejarah merupakan suatu penggambaran
ataupun rekonstruksi peristiwa, kisah, maupun cerita, yang benar-benar telah
terjadi pada masa lalu.
Bury (Teggart, 1960: 56.)
secara tegas menyatakan “History is science; no less, and no more”. Sejarah itu
adalah ilmu, tidak kurang dan tidak lebih. Pernyataan ini mungkin tidak
bermaksud untuk memberikan penjelasan batasan tentang sesuatu konsep, melainkan
hanya memberikan tingkat pengkategorian sesuatu ilmu atau bukan. Penjelasan
tersebut jelas tidak memadai untuk untuk memperoleh sesuatu pengertian.
Definisi yang cukup simple dan mudah dipahami diperoleh dari Carr (1982: 30).
yang menyatakan, bahwa “history is a continous process of interaction between
the historian and his facts, and unending dialogue between the present and the
past”..
Saat Akhir Perlawanan di Kapahaha
Pengertian Kebudayaan
"........Hatta demikian itu dengan kehendak
Tuan Yang Mahatinggi seorang dagang ia lari masuk kepada Wolanda. Maka ia
menunjukkan jalan kepada Wolanda itu, naik tengah malam serta dengan kehendak
Allah ta`ala lalu alah negeri. Maka orang semuanya itu cerrai-berrai
masing-masing membawah dirinya. Ada mati di tengah jalan, ada mati di bawah pohon
kayu, tiada dapat berjalan lagi, sebab ia kalaparang. Ada masuk ke dalam hutan,
ada masuk ke dalam guwah batu. Barang apa didapatnya, di situlah ia diam, lalu
mati kepada tempatnya. Dan setengah masuk ke negeri Mamala dan setengah masuk
ke negeri Hitulama dan setengah masuk ke Hila. Ada masuk negeri Tiyal dan orangkaya
Pati Tuban ia masuk ke negeri Wai. Maka semuanya itu diberikan kepada gurendur
itu dan orangkaya Tubanbesi ia membawah sebuah perau sudah keluar sehingga pantai
Hatuhaha....."(Sumber: Hikayat Tanah Hitu, Imam Rijali)
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari berbagai definisi
tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang
akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Pembahasan
Dalam buku Hikayat Tanah Hitu
nya Imam Rijali, nama negeri Morela tidak pernah disebut, yang ada hanya negeri
Kapahaha. Sedangkan Rhumpius memberi keterangan bahwa negeri Kapahaha dihuni
oleh orang Hausihol (Hausihu). Kaitannya dengan budaya Siwalima tentang
hubungan antara negeri Mamala dan negeri Hausihu terdapat dalam bukunya
Rhumpius dan juga Valentijn, yang menyebutkan bahwa keduanya termasuk dalam Uli Sailesi yang berpusat di negeri Mamala. Setiap negeri (desa) di Maluku Tengah
tergolong ke dalam salah satu dari kedua kelompok pata atau uli tersebut.
Patasiwa-patalima ini menurut Cooley, menunjukkan bahwa seluruh negeri yang
tergolong pada salah satu kelompok mempunyai sistem adat yang serupa dalam segi-segi
tertentu. Dalam kaitannya dengan budaya Siwalima, Negeri Mamala dan Morela
mempunyai latar belakang sejarah yang berbeda. Sebelum dan sesudah kekalahan
perang Kapahaha nama negeri Morela belum ada sampai dengan tahun 1812. Setelah
kekalahan perang melawan Belanda tahun 1646, seluruh negeri yang terangkum
dalam satu uli dijadikan satu dengan pimpinannya adalah kepala ulinya. Dalam
bukunya Rhumpius menyebutkan negeri Liang sudah pada posisi seperti saat ini.
Sehingga saat itu Raja Mamala membawahi negeri Latu, negeri Hausihu, negeri
Loing dan negeri Polut.
Sesuai dengan pendapat Cooley,
maka dapat dipastikan jika negeri Mamala
dan Morela mempunyai persamaan dalam sistem
adat yang serupa dalam segi-segi tertentu, termasuk dalam budaya Pukul Sapu
(Ukuwala Mahiat). Jika negeri Morela mengaitkannya dengan makna psikologis
akibat kekalahan perang Kapahaha namun dari uraian peristiwa di atas, maka
timbul pertanyaan apakah hal itu memungkinkan dilakukan pada saat itu?
Mengingat pada masa itu Gerrad Demmer (Gubernur Belanda) segera
menginstruksikan seluruh penduduk dari keempat negeri tersebut segera
menyatukan diri menjadi satu negeri dengan pimpinan Raja Mamala. Jika negeri Mamala mengaitkannya dengan
pembangunan Mesjid, maka itu hal itu dapat dibenarkan mengingat kebutuhan Mesjid
di daerah yang baru menjadi prioritas utama.
Dalam konsep ilmu Sejarah, Sunnal
dan Haas (1993: 278) menyebutnya; “history is a chronological study that
interprets and gives meaning to events and applies systematic methods to
discover the truth”. Carr (1982: 30). menyatakan, bahwa “history is a continous
process of interaction between the historian and his facts, and unending
dialogue between the present and the past”. Maka dapat disimpulkan bahwa
Sejarah Pukul Sapu (Ukuwala Mahiat) dari
negeri Mamala dapat dibenarkan.
Skema Perbedaan Latar Belakang Pukul Sapu di Negeri Mamala dan Negeri Morela. |
Di negeri Mamala, ritual Pukul
Sapu mempunyai hubungan yang erat antara Mesjid, Pukul Sapu itu sendiri dan
Nyuwelain Matehu yang digunakan sesudah acara tersebut. Ketiganya mempunyai
hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan. Sementara di negeri Morela setelah
acara Pukul Sapu, luka-luka yang ditimbulkannya di obati dengan getah
daun jarak. Hal ini menimbulkan tanda tanya tentang apa dan bagaimana hubungan
antara daun jarak dengan kekalahan perang Kapahaha dan makna psikologis yang ditimbulkannya
Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari pendapat para ahli
tentang Kebudayaan, maka berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa acara
Ukuwala Mahiat (Pukul Sapu) di negeri Mamala merupakan suatu bentuk kebudayaan
karena terdapat hubungan yang erat antara Mesjid, Pukul Sapu dan Nyuwelain
Matehu, yang merupakan sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Ketiga
unsur tadi mengandung keseluruhan pengertian
nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Simpulan
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa Negeri Mamala merupakan negeri asal acara Pukul Sapu (Ukuwala
Mahiat), dan memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai suatu kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.