Kamis, 08 Oktober 2015

Potret Sejarah Pukul Sapu di Negeri Mamala



BUDAYA DAN PERADABAN ISLAM
DI PULAU AMBON
Oleh: Husen Assagaf



Dalam tataran rana budaya lokal Islam di Ambon terjadi konfigurasi antar agama dan budaya yang melahirkan Upacara Ritual Ukuwala Mahiat (Pukul Sapu), Sebagai sebuah kearifan lokal (local wisdom) dari masyarakat negeri Mamala terutama para pemimpinnya yakni Imam Tuny, Latuliu, dan Patty Tiang Bessy. Peranan Imam Tuny sebagai seorang tokoh agama dan ulama yang menyelesaikan persoalan kehidupan sosial keagamaan dengan jalan mistisisme Islam. Dan dengan kesabaran dan kekuatan spritualitasnya, ia dapat membuka tabir antara makhluk dan Sang Khalik untuk memohon dan berdoa kepada-Nya. Sebuah pengalaman keagamaan ( religious experience) oleh Imam Tuny menghadirkan nilai-nilai Ketuhanan (teosentris) dalam mewarnai Upacara Ritual Ukuwala Mahiate (Pukul Sapu). Dengan demikian, maka nilai-nilai ketuhanan (teosentris) dapat dibumikan dalam budaya-budaya Islam (antroposentris). Kehidupan masyarakat Islam sudah terintegrasi dengan kultural lokal dan praktek keagamaan yang masih ditemukan di dunia Islam hingga kini. Kehidupan keagamaan ini juga ditemukan di daerah-daerah Islam di Timur Tengah dan daerah-daerah Islam di Indonesia.

 Dan dengan kesabaran dan kekuatan spritualitasnya, ia dapat membuka tabir antara makhluk dan Sang Khalik untuk memohon dan berdoa kepada-Nya. Sebuah pengalaman keagamaan ( religious experience) oleh Imam Tuny menghadirkan nilai-nilai Ketuhanan (teosentris) dalam mewarnai Upacara Ritual Ukuwala Mahiate (Pukul Sapu). Dengan demikian, maka nilai-nilai ketuhanan (teosentris) dapat dibumikan dalam budaya-budaya Islam (antroposentris).


Agama sebagai wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia, fungsi dasar nya adalah memberi orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral lewat pengalaman beragama (reiegious experience) yang dengan itu manusia menjadi memiliki kesanggupan, kemampuan dan kepekaan rasa untuk mengenal dan memahami eksistensi Sang Ilahi. Menurut Harun Nasution, unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama adalah : 1.   Kekuatan gaib; manusia merasa dirinya lemah dan berhajat kepada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. 2.   Keyakinan manusia bahwa kesejahteraan di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada  adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib. 3. Respons yang bersifat emosional dari manusia. Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan takut . 4.   seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif atau perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama-agama monotisme.  5.  Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib.

Menurut Koentjaraningrat, religi memang merupakan bagian dari kebudayaan (menghindari istilah agama dan memakai istilah religi yang lebih netral) dan juga ada yang mengatakan bahwa agama adalah semua sistem religi. Koentjaraningrat sepaham dengan Emile Durkeim mengenai dasar-dasar religi yang dituangkan dalam bukunya Les Formes Elementaires De la Vie Religieu se (1912). Menurut Koentjaraningrat, tiap religi merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat komponen, yaitu: 1.   Emosi keagamaan, yang menyebabkan manusia itu bersikap religius. 2.  Sistem keyakinan, yang mengandung segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud alam gaib (supernatural) serta segala nilai, norma dan ajaran dari religi yang bersangkutan. 3.  Sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia untuk mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib. 4.  Umat atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan tersebut dan melaksanakan sistem ritus dan upacara.

Goody mendefinisikan ritual sebagai suatu katagori adat perilaku yang dibakukan, dimana hubungaii antara sarana-sarana dengan tujuan tidak bersifat intrinsik, dengan kata lain, sifatnya entah irasional atau nonrasional. Ritual dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu : 1. Tindakan Magi, yang dikaitkan denga penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistik,  2. Tindakan religius, kultus para leluhur, juga bekerja dengan cara ini, 3.    Ritual konstitutif, yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara kehidupan menjadi klias,  4.    Ritual faktitif, yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi kelompok.


Dari teori Goody di atas, maka upacara ukuwala mahiate dapat dikatagorikan pada jenis ritual; tindakan magi, tindakan religius, dan ritual konstitutif. Pada ritual tindakan magi digunakan bahan-bahan di antaranya yakni sapu lidi (ukuwala) dan minyak kelapa (nyuwalai). Pada ritual tindakan religius, upacara ini dihubungkan dengan ibadah puasa Ramadhan dan puasa Syawal, dan masjid dijadikan sebagai sesuatu yang melahirkan ritual ini, serta kultus-kultus leluhur yang disajikan dalam proses ritual ukuwala mahiate. Pada tataran ritual konstitutif ini, ditemukan hal-hal yang gaib, ketika Imam Tuny bermunajah dan berdo'a kepada Allah Swt untuk mendapat pertolongan untuk menyambung tiang masjid yang patah atau retak tersebut. Maka dengan kebesaran Allah Swt lewat minyak nyuwelai matehu / minyak tasalah dengan kekuatan mistiknya maka kayu tersebut tersambung kembali.
Pada tataran ritual konstitutif ini, ditemukan hal-hal yang gaib, ketika Imam Tuny bermunajah dan berdo'a kepada Allah Swt untuk mendapat pertolongan untuk menyambung tiang masjid yang patah atau retak tersebut. Maka dengan kebesaran Allah Swt lewat minyak (nyuwelai matehu/ minyak tasalah) dengan kekuatan mistiknya maka kayu tersebut tersambung kembali.
Sehubungan dengan itu masyarakat negeri Mamala mengekspresikan sebuah kemenangan setelah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dan dilanjutkan dengan puasa sunnah Syawal kemudian puncaknya dilaksanakan upacara ukuwala mahiate/pukul sapu. Sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat negeri Mamala dengan memadukan pemahaman dan pengamalan ajaran agama dengan muatan kebudayaan lokal. Tiga moment serangkai yang tidak bisa dipisahkan yakni pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan, puasa sunnah di bulan Syawal, dan upacara ritual ukuwala mahiate. Terkait dengan ini dalam buku M. Natsir H.A.R. Gibb mengatakan bahwa Islam is indeed much more than a system of theologi, it is a complete civilization (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah sualu peradaban yang sempurna ).

Dalam upacara ukuwala mahiat / pukul sapu terdapat makna-makna kearifan budaya lokal yang terlahir dari interpretasi konteks sejarah keagamaan yang dialami oleh komunitas masyarakat negeri Mamala untuk dipentaskan dalam sebuah tradisi adat yang sangat kuat yang diwariskan dari budaya leluhur mereka dan diteruskan untuk genarasi berikutnya sampai sekarang Masyarakat negeri Mamala di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah mempunyai.satu adat berupa upacara ritual ukuwala mahiate. Upacara ritual ini dilaksanakan setiap tahun sebagai bagian dari kegiatan keagamaan. Upacara ritual ini lebih dikenal oleh masyarakat kota Ambon dengan pukul sapu. Upacara ritual ini menarik untuk di kaji baik dari berbagai sudut pandang. Olehnya itu buku ini akan meninjau upacara ritual ukuwala mahiate tersebut dari sudut pandangan teologi dan antropologi agama. Topik utama adalah Pelaksanaan Upacara Ritual Ukuwala Mahiate disertai simbol-simbol yang digunakan serta makna simboi-simbol tersebut.
Olehnya itu buku ini akan meninjau upacara ritual ukuwala mahiate tersebut dari sudut pandangan teologi dan antropologi agama. Topik utama adalah Pelaksanaan Upacara Ritual Ukuwala Mahiate disertai simbol-simbol yang digunakan serta makna simboi-simbol tersebut.
Untuk kajian lebih lanjut, bukunya dapat diperoleh di toko-toko buku seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.