Minggu, 13 Desember 2015

Ambon Dalam Perdagangan di Maluku Sekitar Abad XII



Maluku Dalam Perdagangan Internasional

Perniagaan Internasional di Maluku (Sumber:Rhumpiuss)

Ketika untuk pertama kali para saudagar Arab dengan perahu-perahu layar tiba di kepulauan yang menjadi gudang rempah-rempah seperti: cengkih, pala, lada, minyak kayu putih, madu, mutiara dan sebagainya yang amat terkenal di pasaran dunia itu,  mereka bersorak kegirangan sambl berseru “Mulluk”  jamak dari “Mulk atau Milk” yang artinya benda-benda yang dimiliki penduduk,  atau bisa diartikan “kerajaan” (rempah-rempah). (1)  Tentu saja di sini lebih tepat diartikan “Muluuk” sebagai tempat yang paling istimewa yang telah dapat mereka temukan; yakni “kerajaan rempah-rempah”.

Apabila kita meneliti sejarah di daerah yang dinamakan Maluku, maka nampak bahwa istilah Maluku ini senantiasa berbeda-beda artinya di dalam perkembangannya. Pada mulanya istilah ini hanya dipergunakan untuk menyebutkan kerajaan-kerajaan yang terdapat di daerah Maluku Utara saja, yang muncul dari “boldan-boldan” (kerajaan) sebagai suatu bentuk pemerintahan yang dikuasai oleh “kolano”  (Raja). Boldan ini merupakan bentuk awal dari kerajaan di Maluku. Kerajaan-kerajaan yang dimaksudkan Maloko Boldan Ternate, Maloko Boldan Tidore, Maloko Boldan Bacan dan Maloko Boldan Jailolo. (2)  Jelas tampak di sini bahwa boldan-boldan tersebut menggunakan istilah Maluku, jadi terbatas hanya di wilayah ke empat kerajaan di Maluku Utara sekarang.  Kemudian istilah Maluku tersebut dipergunakan untuk menamakan semua gugusan pulau-pulau yang terbentang antara Sulawesi dan Irian Jaya oleh Pemerintah Hindia Belanda pada awal abad kesembilan belas.(3).  Dan tentu istilah Maluku yang terakhir terbatas pada pulau-pulau sesuai dengan batas ketataprajaan yang ditentukan pemerintah Indonesia, hingga saat ini.

Peranan dan Posisi Maluku dalam Perdagangan

Jika Sumatera terkenal dengan nama pulau “Perca” dan kayu cendana telah menyemarakkan daerah Nusa Tenggara Timur, yang terkenal dengan nama Nusa Cendana, maka Maluku muncul di panggung sejarah sebagai Kepulauan Rempah-Rempah. Karena rempah-rempah dari Maluku inilah, Indonesia diharumkan namanya di dunia Internasional. Rempah-rempah inilah yang menarik perhatian Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Karena rempah-rempahlah, Maluku menjadi pusat perhatian dan tujuan pelayaran Internasional.

Sejak kapan sebenarnya sebutan kepulauan Maluku diketahui dalam percaturan sejarah pelayaran perdagangan dan politik sukar dipastikan. Berita-berita asing yang dapat diketahui yakni  dalam Hikayat Dinasti Tang (618-906) yang menyebut “Ma-Liku” suatu daerah yang dipergunakan menentukan arah letak Holing (Kaling) yang ada di sebelah baratnya. (5)  Jika uraian ini dibenarkan, maka Maluku sudah dikenal oleh pedagang-pedagang dari Cina pada sekitar abad VII.  Hal ini didukung dengan fakta  bahwa pada saat Sriwijaya berkembang perdagangannya dan berhubungan dengan India, Cina dan bangsa-bangsa lainnya, rempah-rempah sudah merupakan hasil bumi Indonesia yang terkenal diperdagangan.

Sebenarnya baru pada akhir abad XIV,  Hikayat Dinasti Ming (1364-1643) dengan jelas menceritakan Maluku di Laut Tenggara yang mempunyai tanah yang subur. Dikatakan daerah ini mempunyai tanah yang subur. Daerah ini disebut mempunyai “Gunung Dupa” (Incense-Mountain). W.P. Groeneveldt berpendapat bahwa yang disebut “Incense-Mountain” adalah bukit-bukit di mana tumbuh cengkih. Menurutnya, hanya di daerah inilah banyak dihasilkan cengkih sehingga banyak pedagang dari Cina yang datang ke sana.(8)

Maluku amat penting dalam perdagangan Internasional saat itu, sehingga menjadi rebutan antara negara-negara kolonial seperti antara Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda.

Ambon Dalam Jalur Perdagangan Maluku

Kedudukan Pulau Ambon dalam perdagangan dapat dilihat dari faktor yang mempengaruhinya yakni dalam segi geografis. Sekitar tahun 1250 Masehi, Ternate di Maluku Utara sudah tumbuh sebagai pusat perdagangan di Maluku, sekaligus penting artinya dalam perdagangan Internasional. Ternate bisa dicapai melalui Sulawesi Utara, Kalimantan Utara atau melalui Kepulauan Sulu terus ke Malaka. Dapat juga melewati jalur Selatan;  karena jalur ini dipergunakan oleh pedagang-pedagang dari Jawa dan Sumatera, maka jalur Selatan mempunyai arti penting bagi Pulau Ambon karena letak strategisnya.

Seperti diketahui bahwa perdagangan terpenting di sini adalah rempah-rempah. Cengkih yang didatangkan dari Maluku Utara dan pala dari Maluku Tengah, Banda dan Pulau Ambon. (9) Arus pelayaran yang makin ramai, terutama melewati jalur Selatan menyebabkan Pulau Ambon mempunyai kedudukan yang penting. Pelayaran yang begitu panjang melewati lautan yang luas, memerlukan perbekalan yang cukup, terutama air bersih. Letak Pulau Ambon menarik para pelayar-pelayar itu, karena merupakan pulau terpenting yang pertama kali ditemui, setelah lama mengarungi lautan. Sehingga pulau Ambon menjadi persinggahan pertama bagi kapal-kapal dagang untuk melanjutkan perjalanan ke Maluku Utara, yang masih cukup jauh.

Demikian juga dalam perjalanan kembali melewati jalur Selatan, pulau Ambon tetap memegang peranan penting dalam pelayaran. Perjalanan panjang di wilayah Kepulauan Maluku Utara dan Tengah, selanjutnya kembali masuk jalur pelayaran Selatan, mereka berhenti dulu di Pulau Ambon untuk melengkapi bekal perjalanan selanjutnya. Sehingga dengan demikian,  Pulau Ambon merupakan tempat persinggahan kapal dari dan ke pusat perdagangan Maluku Utara, lewat jalur Selatan.

Arti ekonomis juga dimiliki oleh Pulau Ambon. Jika Ternate di Maluku Utara sebagai pusat perdagangan dalam bidang cengkih, maka orang bisa mengambil pala yang juga merupakan barang dagangan penting di dunia, dari Pulau Ambon. Pala terbanyak dari Banda dan Seram di sebelah Selatan dekat dengan pulau Ambon.

Sampai Portugis datang di Maluku Tengah, tidak pernah terdengar adanya aktifitas politik di Pulau Banda. Kondisi politik dikatakan: “Mempunyai reputasi terburuk di daerah ini....Mereka tidak memeliki Raja maupun tuan......Mereka bertengkar di antara sesama mereka sendiri”.(10)  Mungkin sekali Pulau Ambon yang lebih maju dalam bidang pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Upu (Raja), menjadi tempat penimbunan pala dari Banda untuk dijual keluar.

"Mungkin sekali Pulau Ambon yang lebih maju dalam bidang pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Upu (Raja), menjadi tempat penimbunan pala dari Banda untuk dijual keluar."

Dalam buku Sejarah Nasional Jilid III dijelaskan oleh Satono Kartodirjo bahwa: Orang-orang Banda pernah mengadakan perjalanan jauh-jauh untuk berdagang, jadi mereka tidak menunggu saja kedatangan pedagang dari luar yang membawa dagangannya dan mengambil rempah-rempah dan hasil-hasil lain dari luar daerah ini.

Hal ini mungkin yang menyebabkan bahwa Banda tidak pernah menjadi penting dalam percaturan politik setidak-tidaknya di Maluku sebelum Portugis datang. Sedangkan pala sudah dikenal oleh orang-orang Eropah sebelum kedatangan Portugis; sehingga Pulau Ambon dalam jalur perdagangan di Maluku yang mempunyai fungsi penting sebagai tempat persinggahan dan juga tempat penimbunan hasil-hasil pala.

Hubungan Kerajaan Pantai Utara Pulau Jawa dengan Maluku

Sebelum kedatangan orang-orang Barat, Maluku / Ternate telah lama dikunjungi pedagang-pedagang Jawa dan Melayu. Mereka membawa cengkih dan pala dari Maluku dan Banda ke Jawa. Dari sini rempah-rempah itu dibawa ke Malaka. Dari Malaka diangkut ke kota-kota pelabuhan di India. Kemudian rempah-rempah itu sampai ke Eropah melalui Aden dan Hormoz. (12)

Dengan perantaraan pedagang-pedagang Jawa dan Melayu itu, cengkih kemudian terkenal di Eropah. Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa negerinya akan makmur, kalau perdagangannya semakin dikembangkan. Oleh karena itu pelabuhan-pelabuhan Maliku terbuka untuk segala bangsa. Siapa saja boleh datang membeli rempah-rempah. Begitu pula barang-barang dari luar negeri tidak dibatasi, sehingga perdagangan di Maluku semakin ramai. (13)

Kemudian Maluku menjadi makmur selama yang datang berdagang ke sana, bangsa Indonesia sendiri dan bangsa-bangsa Asia yang lain, seperti Tiongkok, India, Arab dan lain-lain. Apabila kita melihat hubungan pantai Utara Pulau Jawa tidak terlepas dari hubungan Islam dengan jalur perdagangan.

Antonio Galpao dalam karyanya bahwa salah satu jalan dagang yang penting dalam abad ke 16 adalah jalan melalui Sulawesi Utara, ke Kalimantan Utara ataupun melalui kerajaan Sulu ke Malaka. Selain itu dari Sulawesi Utara dapat pula membelok ke Selat Makassar sampai ke Pulau Jawa, atau terus ke Selat Bali. Jalan dagang lain yang lebih terkenal sekarang adalah yang melalui Selatan. Melalui jalan dagang ini daerah Maluku Tengah mendapat pengaruh kebudayaan dari pusat-pusat agama Islam di Jawa (Gresik, Demak dan Lain-lain). Istilah-istilah Geografis yang masih terdapat di beberapa tempat di Maluku Tengah juga menunjukkan hal itu, seperti Tuban, Maspait dan lain-lain. Malah menurut Imam Rijali di Jazirah Hitu di pulau Ambon berasal dari Pulau Jawa.

Jalur Pelayaran Menuju Ambon ( Maluku)
 
Jauh sebelum Portugis tiba di Maluku, kerajaan-kerajaan yang muncul di Indonesia sekitar abad ke-7 juga telah mengetahui akan nilai ekonomis dari cengkih. Banyak pedagang dari Jawa yang pergi ke Maluku dan Banda untuk membelinya. Pusat perdagangan cengkih itu di Pulau Jawa adalah pelabuhan-pelabuhan di Jawa Timur seperti Gresik, Sedayu kemudian juga Surabaya. Dari pelabuhan-pelabuhan ini barang dagangan itu diangkut ke pelbagai penjuru dunia. Pedagang-pedagang di Jawa ini pun tidak bersedia memberitahukan daerah produksi rempah-rempah itu agar tidak mendapat saingan dari pedagang-pedagang lainnya. Dalam kitab sejarah kerajaan Majapahit, daerah Maluku yang masih diperintah oleh Kolano-kolano tersebut, juga disebutkan sebagai daerah-daerah yang sangat penting bagi kerajaan itu. Selain itu dalam kitab sejarah itu ada juga disebut Wndah (yaitu Banda sekarang) dan Ambwan (yaitu Ambon sekarang). (14)

Jadi kemungkinan besar daerah-daerah itu telah mempunyai hubungan politik tertentu dengan kerajaan Majapahit.

Sejak masuknya Islam ke daerah itu dan sejak hilangnya kekuasaan Majapahit di Jawa, muncullah kerajaan-kerajaan Ternate, Bacan, Jailolo dan Tidore di Maluku. Dengan demikian, maka terjadilah hubungan pantai utara pulau Jawa dengan Maluku.

Referensi
K.H. Saifudin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangan di Indonesia, PT Al  Ma’arif Bandung, cetakan III, 1070, halaman 367
Paramita R.Abdurrachman; R.Z.Leirissa; C.P.P.Luhulima, Bunga Rampai Sejarah Maluku I, Jakarta, halaman 1-10
R.Moh.Ali, Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, Bharatara, Jakarta 1963, Hal 106
Paramita.R.Abdurrahman,R.Z.Leirissa, C.P.F.Luhulima, Op.Cit, hal 5
Panitia Sejarah Maluku I, Hasil-hasil dan Materi Seminar Maluku I, Ambon 1972, hal 200
Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid III, Edisi ke-2, Balai Pustaka, Jakarta 1977 halaman 51
Willard A.Hanna, Kepulauan Banda, Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 1983, halaman 4
E.K.M.Masinambaw, Halmahera dan Raja Empat, Baratara,Jakarta,1980,halaman 266
Moh.Kasim Oejeng S.Gana, Zaman Dahulu Sekarang dan Yang akan datang, Ganaco, Bandung hal.12
Richard Z.Leirissa, Op.Cit,halaman3



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.