Pendahuluan
Mengingat pertumbuhan populasi
masyarakat di dunia yang semakin meningkat, termasuk peningkatan populasi
masyarakat di Pulau Ambon terkhususnya pada kedua negeri Mamala dan Morela yang
selalu bertikai. Tanah sebagai tempat berpijak dan segala sumber daya alam
menjadi semakin bernilai dalam memenuhi kebutuhan populasi masyarakat yang
semakin meningkat. Melihat perkembangan
stabilitas sosial, ekonomi dan keamanan kedua negeri yang telah merambah ke
arah masalah pertanahan dengan mengklaim secara sepihak luas tanah di negerinya
(lihat gambar Wikimapia), maka dirasakan perlu untuk mengkaji permasalahan
tanah dati di kedua negeri dalam persfektif hukum adat di Maluku, budaya / adat
uli yang merupakan budaya / adat asli
orang Ambon. Sehingga nantinya dapat menjadi acuan bersama dalam mengelelola
potensi konflik yang timbul antara keduanya. Dalam narasi akan dijelaskan
tentang Tanah Dati dalam Persfektif Hukum Adat di Maluku serta jumlah tanah datis
kedua negeri berdasarkan referensi dari Valentijn dan Rhumpius. Akhir dari
tujuan penjabaran ini bertujuan untuk mengajak orang Ambon umumnya dan
masyarakat Uli Sailesi untuk lebih mempelajari nilai-nilai adat sebagai budaya
lokal yang sudah tergerus sejak era penjajahan bahkan dapat dikatakan telah
hilang. Sangat ironis jika akhirnya nilai budaya lokal tersebut dianggap
sebagai produk Belanda dan kaum penjajah lainnya. Dengan menyusuri nilai lokal
tersebut, kiranya hal ini dapat dijadikan aset kekayaan budaya daerah.
Pemahaman tentang budaya lokal tersebut, diharapkan mampu dijadikan sebagai
bagian pengelolaan berbagai potensi konflik yang ada di tengah masyarakat Uli
Sailesi, selain pendekatan nilai-nilai agama sebagai urutan prioritas.
Kajian Pustaka
Sistem kekerabatan orang Ambon
didasarkan pada hubungan patrilineal – hubungan yang didasarkan pada perkawinan
dengan garis keturunan laki-laki – yang diiringi dengan pola menetap patrilokal
– pola menetap pada wilayah-wilayah yang diwariskan pada pewaris laki-laki.
Kesatuan kekerabatan amat penting yang lebih besar dari keluarga (familly)
adalah “matarumah” atau fam, yaitu suatu kelompok kekerabatan yang bersifat
patrilineal. Matarumah merupakan kesatuan dari laki-laki dan perempuan yang
belum kawin dan para istri dari laki-laki yang telah kawin. Matarumah penting dalam
hal mengatur perkawinan marganya dan dalam hal mengatur penggunaan tanah dati,
yaitu tanah milik kerabat patrilineal.(1)
Terkait dengan pengaturan
tanah, dalam sistem adat masyarakat Ambon, dikenal tiga tipe kepemilikan tanah,
(2) yaitu:
Tanah yang dimiliki oleh
negeri yaitu tanah negeri; Tanah yang dimiliki oleh klan dan sub-klan atau
matarumah yaitu tanah dati; Tanah yang dimiliki secara individu oleh pewaris
dalam keluarga yaitu tanah pusaka.
Dati
Berbicara mengenai Dati,
istilah Dati Menurut F.Valentijn adalah hofdienst
untuk mana pada bulan-bulan dilaksanakannya pelayaran hongi setiap rumah tangga
(huisgezin) diwajibkan menyerahkan seorang laki-laki untuk selama lebih kurang
satu bulan kepada maskapai VOC untuk melakukan tugas hongi tanpa mendapat upah
atau atas biaya sendiri.[3] Pendapat Velentijn ini juga
sama dengan pengertian tanah Dati di pulau Buru, yaitu orang-orang yang
menjalankan tugas untuk kepentingan raja-raja selaku pemimpin
pemerintahan dari negeri yang bersangkutan dan untuk hongi,
pekerjaan-pekerjaan mana di kerjakan tanpa menerimah upah. Selanjutnya menurut
Mr. F.D. Holleman Dati adalah kerabat-kerabat (Families) yang menjalankan tugas
untuk Hongi dan Kuarto[4]. Selain untuk menjalankan
tugas menurut Holleman, Dati juga merupakan kesatuan wajib kerja (eenheid van
dienstplicht).[4]
Pengertian Dati juga diartikan
oleh sebagian orang dengan pajak atau kewajiban (verpelichtingen), Yaitu
orang-orang yang wajib Dati adalah orang-orang yang harus melaksanakan satu dan
lain tugas, antara lain kewajiban untuk menyerahkan sesuatu hasil atau produksi,
menyerahkan sejumlah uang atau melakukan pekerjaan[5].
Melalui pengertian Dati
diatas maka dapat diartikan bahwa Dati merupakan hak dan juga kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh setiap orang untuk sama-sama bertanggungjawab
dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaan yang di bebankan kepada
mereka. Setelah apa yang di uraikan di atas mengenai Istilah Dati,
ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam penjelasan-penjelasan
tersebut, yaitu Hukum dati, Tanah dati dan Dusun dati.
Dalam pengertian Dati sudah
jelas terdapat perbedaan defenisi menurut para sarjana, dan dari
pengertian-pengertian tersebut jelas tergambar bahwa ada Hak, ada
kewajiban, ada sekelompok orang, ada upah, dan ada pekerjaan atau tugas. Dan
unsur-unsur dati tersebut dalam perkembangan zaman sudah bukan lagi hanya
sekedar hak dan kewajiban, atau hanya sekedar sekelompok orang yang merupakan
kesatuan dalam bekerja tetapi dati sudah berkembang mempengaruhi kehidupan
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan yang berdampak dalam bidang social,
ekonomi dan bahkan budaya. Hal-hal tersebut di atas dapat mempengaruhi dati ke
dalam Hukum dati yang turut serta membentuk dati kedalam hukum kekeluargaan
atau hukum harta kekayaan dan pewarisannya, dan perbuatan-perbuatan hukum yang
berkaitan dengan tanah serta segala sesuatu yang bersangkutan dengan itu. Begitu
pula dalam bidang pemerinthan dati-dati merupakan kesatuan-kesatuan
administratif yang secara langsung diatur oleh para Pemerintahan Negeri
Setempat[6].
Demikian pula sebagai warga
dati mereka akan terikat dan mematuhi norma-norma social yang sudah
mereka anggap sebagai norma-norma hukum atas ketetapan bersama melalui keputusan
pemimpin-pemimpin mereka, dan pelanggaran yang dilakukan oleh mereka akan
mendapatkan sanksi. Istilah Tanah Dati, dalam membicarakan tanah, maka haruslah
kita membedakan antara tanah itu an sich dan Dati, yang di maksud
dengan tanah yaitu tanah yang terlepas dari sesuatu yang ada di atas tanah
tersebut, sedangkan dati itu sendiri manurut pendapat
Holleman yang memberikan arti yaitu merupakan kesatuan wajib kerja
dan tanah dati menurut J.Gerard Fried Riedel yang berarti petak-petak tanah
yang di bagi-bagikan kepada orang-orang yang kuat kerja atau kepala-kepala
rumah tangga dengan syarat harus ikut hongi[7]. Jadi
Istilah dati dan tanah dati banyak di kenal masyarakat dengan istilah tanah
dati bukan istilah datinya ataupun istilah Dati raja.
Dusun
Berbicara tentang tanah dati
tidak terlepas dari Dusun-dusun, istilah dusun juga dapat di bedakan dengan ;
a. Dusun
perusahan adalah dusun yang dibuka atau diperusah sendiri-sendiri atau
bersama-sama oleh anak negeri di atas tanah petuanan, biasanya tanah yang masih
ewang[8]
b. Dusun
Negeri yaitu hutan yang sudah di pelihara dan dijaga, rakyat tidak lagi
bebas dalam mengambil hasilnya, karena segala hasilnya adalah untuk kas Negeri.
Dusun negeri biasanya mempunyai tanam-tanaman yang menghasilkan buah-buahan
seperti bambu, rotan, dammar, dan pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan
seperti durian, langsat, kelapa, dan pohon-pohon lainnya yang menghasilkan buah
dan pohon mayang yang dapat di sadap airnya.[9]
c. Dati Raja
(Dusun Dati,Tanah Dati) dati Raja atau dusun dati atau yang lebih di kenal
dengan istilah tanah dati adalah tanah atau dusun yang diberikan kepada seorang
Pemerintah selama ia mengaku jabatan Pemerintah dari negerinya, kalau sampai
diganti, maka haknya atas dusun dati raja sendirinya di hapus.
d. Dusun pusaka
adalah dusun yang merupakan milik bersama dari suatu kelompok ahli waris yang
mereka peroleh melalui pewarisan. Pada mulanya dusun pusaka itu adalah
milik seseorang secara pribadi yang biasa di perolehnya melalui beberapa cara:
1. Dengan
menggarap atau memperusah sepotong tanah negeri yang masih merupakan hutan atau
ewang dengan izin pemerintah Negeri.
2. Untuk
mendapatkan dusun pusaka bisa juga melalui pembelian oleh seseorang yang
dinamakan dusun babalian, jika dusun babalian ini kemudian sampai diwarisi oleh
keturunannya, maka statusnya berubah menjadi dusun pusaka.
3. Dusun
pusaka bisa juga berasal dari suatu pemberian, misalnya seorang perempuan yang
akan kawin dihadiahi oleh babaknya sepotong dusun yang disebut dusun atitin
atau dusun lelepelo. Jika kemudian hari sampai di warisi oleh
anak-anaknya, maka dusun atitin ini menjadi dusun pusaka turun temurun bagi
anak-anaknya itu.
Selanjutnya dalam sistem Dati
suatu kerabat atau klan maupun persekutuan dapat menikmati tanah-tanah atau
dusun-dusun yang berada di bawah kekuasaan hak petuanan suatu negeri. Jadi hak
menikmati dusun-dusun dati tidak di berikan kepada orang seoarang atau pribadi,
tetapi kepada kelompok orang yang bernaung di bawah suatu kerabat ( family)
atau cabang kerabat ataupun suatu persekutuan.[10]
Kuarto, Hongi dan Rodi
Beranjak dari
pembahasan-pembahasan diatas bahwa Dati merupakan kesatuan wajib
kerja dengan tugas-tugas yang diberikan kepada klan, atau persekutuan
yang terdiri dari Kuarto, Hongi dan Rodi, ketiga pekerjaan
ini merupakan pekerjaan yang di berikan oleh pemerintah juga penguasa
pada zaman dahulu.[11]
a. Kuarto
adalah pekerjaan yang di bebankan kepada anak Negeri untuk kepentingan pribadi
Pemerintah sebagai pimpinan atau Kepala Negeri tanpa upah (onbezoldige
loondiensten). Tugas ini di sebut juga tugas istana atau hofdienst.
b. Pengertian
Hongi ini ialah merupakan armada perang dari rakyat Maluku Zaman dahulu kala,
armada mana terdiri dari kora-kora yang gunanya adalah untuk memerangi musuh.
c. Rodi
merupakan suatu macam pekerjaan paksa yang bekerja di kota Ambon secara
bergiliran selama satu bulan terus menerus di benteng-benteng, kubu-kubu, dan
rumah-rumah jaga, dan juga yang diluar kota Ambon yang di kerjakan adalah
pembuatan dan pemeliharaan bangunan-bangunan.
Seperti yang kita ketahui
bahwa jumlah dati di masing-masing Negeri tidak sama, jumlah mana antara lain
tergantung kepada jumlah penduduk. Makin banyak penduduknya makin banyak Dati.
Dati biasa di ciptakan dari suatu rumatau atau cabang kerabat. Yang
banyak anggotanya dapat membentuk lebih dari satu Dati dengan kepala Datinya
masing-masing dan dengan dusun-dusun Datinya yang tersendiri pula.[12]
Jadi walaupun sama-sama
berasal dari satu rumatau atau memakai fam yang sama tidaklah mereka harus
tergabung di dalam satu Dati saja, cabang-cabang kerabat atau
cabang rumatau induk atau rumatau asalnya. Diantara dati-dati itu ada yang di
sebut dati asal yaitu dati yang sudah ada semenjak adanya dati ini,
setidak-tidaknya yang terdaftar di dalam register dati yang di buat pada tahun
1814 di pulau Ambon dan pada tahun 1823 di pulau-pulau Lease, sedangkan
dati-dati yang ditetapkan sesudah itu adalah Dati susupan sebagai pengganti
atau tambahan.
Jumlah dati di suatu
Negeri bisa bertambah antara lain melalui 3 cara :
1. Suatu
Dati yang lenyap dusun Datinya dibagi-bagikan kepada lebih dari sebuah kerabat
atau cabang kerabat, sehingga dati yang semula hanya sebuah dati lalu berubah
menjadi beberapa dati, dan dusun-dusun datinya dibagi-bagikan kepada dati-dati
yang baru itu. Di dalam keputusan landraad Amboina No. 71/1920 Pemerintah
Negeri Hatalai Pulau Ambon membagi-bagikan dusun-dusun dati kepada 4 buah dati
yang baru[13].
2. Sebuah
keluarga dari sebuah dati memisahkan diri membentuk dati baru agar dapat
memperoleh dusun-dusun dati yang baru untuk mendapatkan sumber nafkah yang
lebih baik.
3. Untuk
bertambahnya jumlah dati di suatu Negeri adalah ataas kehendak Pemerintah
Negeri sendiri yang demi kebutuhan penguasa memerlukan jumlah dati
Dati sebagai suatu persekutuan
hukum dan badan hukum mempunyai seoarang pimpinan yang di sebut kepala Dati.
Kepala Dati adalah suatu jabatan yang fungsional. Ini berarti bahwa kepala Dati
bukan pemilik secara pribadi dari dusun-dusun dati yang terdaftar atas namanya
sebagai Kepala Dati, dengan demikian personalia dati terdiri atas [14].
a. Anak Dati
Untuk menjadi anak dati atau
tulung dati, orang itu harus laki-laki. Orang perempuan pada prinsipnya tidak
di perkenankan menjadi anak dati ataupun tulung dati ini di karenakan bahwa
tugas dati tidak sesuai dan tidak layak bagi perempuan karena kodratnya sebagai
wanita. Anak dati adalah anggota-anggota asal atau inti. Mereka adalah
keturunan dari dati asal dan mereka pula yang mempunyai hak didahulukan untuk
menjadi Kepala Dati.
b. Tulung dati
Tulung dati adalah anggota
dati yang bukan keturunan langsung menurut garis kebapakan dari dati yang
bersangkutan. Menurut hukum kekerabatan mereka adalah orang lain.
c. Orang Perempuan sebagai anak dati dan tulung dati
Pada prinsipnya seorang
perempuan tidak bisa diperkenankan menjadi anak atau tulung dati.
d. Kepala dati
Kepala dati adalah pemimpin
dari sebuah dati dan tugas pokoknya adalah mengatur tentang pembagian
giliran menjalankan tugas-tugas dati di antara anggota-anggota dati agar tugas
itu dibebankan secara merata dan adil dan supaya pemanfaatan dusun-dusun
dati serta hasilnya di atur sebaik mungkin, sehingga setiap anggota mendapat
bagian yang layak dan seimbang.
e. Orang perempuan sebagai kepala dati
Sebagaimana yang sudah di
jelaskan di depan pada prinsipnya orang perempuan tidak bisa menjadi anak
dati, maka dengan sendirinya seorang perempuan tidak bisa menjadi kepala dati.
Dalam dusun dati terdapat dua
pihak yang sebagai pemilik atas tanahnya yang di atur berdasarkan hak petuanan
dari negeri itu dan persekutuan dati yang memiliki tanam-tanaman yang tumbuh
diatasnya. [15] Berbicara mengenai tanah dati
, dusun dati, maka kita juga mengenal dusun pusaka dati, pada umumnya
pengertian dari dusun pusaka dati ini sama dengan pengertian tanah dati yang
membedakan hanyalah pada pewarisannya, sudah jelas bahwa tanah dati apabila
sudah tidak ada pewaris maka tanah dati tersebut di kembalikan kepada Negeri
atau Persekutuan dan tidak bisa di wariskan secara menyamping sedangkan pada
dusun pusaka dati apabila pemiliknya semua sudah meningal dunia, maka
pertama-tama yang berhak mewarisi dusun pusaka dati adalah keturunan dalam
garis lurus pemiliknya, jika garis lurus tidak ada lagi maka dapatlah di
wariskan secara menyamping ( zijdline ), oleh saudara-saudaranya, baik
laki-laki maupun perempuan, dan anak-anak dari saudara-saudaranya itu.
Dan jika pemiliknya sampai lenyap atau punah semua maka tanaman-tanaman
dusun pusaka dati tersebut di kembalikan kepada persekutuan dati dan menjadi
milik bersama dari seluruh anggota persekutuan.
Di dalam tanah dati, perempuan
yang sudah menikah tidak berhak untuk mewarisi tanah dati, tetapi dalam dusun
pusaka dati anak-anak perempuan bukan saja berhak untuk menikmati hasil dari
tanaman-tanamannya tetapi berhak untuk mewarisi dan haknya tidak hilang
walaupun sudah menikah.
Tanah Dati Dalam Hak Petuanan atau Negeri
Seperti yang sudah di jelaskan
di atas bahwa tanah dati dalam hak persekutuan adalah tanah yang memiliki
tanam-tanaman yang tumbuh diatasnya yang di akui eksistensinya pada si
pengelola, maka secara umum dapat dikatakan bahwa tanah dati dalam hak petuanan
yaitu mempunyai tugas secara bersama-sama di dalam mengawasi, mengatur
pemanfaatan dan pengalihan tanah dati tersebut kepada orang lain.
Kekuasaan hak petuanan
atas tanah-tanah dati ini masih tampak pada waktu pengangkatan kepala Dati,
Tulung dati, dan perbuatan hukum atas tanah dan tanamannya untuk sahnya
diharuskan terlebih dahulu adanya persetujuan dari Saniri Negeri.
Tanah Dati Dalam Hak Persekutuan dati
Di sini yang dimaksud
dengan tanah dati yang di klaim secara persekutuan dati yaitu tanah dati
yang di akui eksistensinya pada si Pengelola dalam arti bahwa tanah dati yang
di berikan oleh Negeri kepada orang yang pernah dan berjasa pada Negeri
merupakan hak persekutuan yang memiliki tanam-tanaman yang tumbuh
diatasnya yang di akui eksistensinya pada si pengelola, dan disini
juga kekuatan haknya sangat kuat, karena ini merupakan pemberian hak dari
petuanan Negeri, sudah pasti dapat diwariskan kepada keturunan pemegang
hak dan apabila tidak ada keturunannya maka tanah dati tersebut di kembalikan
kepada Negeri atau Petuanan dan tidak bisa di wariskan oleh ahli waris
menyamping. Dan yang dimaksud dengan garis menyamping ialah orang-orang yang
moyang mereka bersaudara kandung, tetapi tidak tergabung di dalam satu
dati, masing-masing mempunyai dati sendiri-sendiri.[16]
Tanah Dati negeri Mamala dan negeri Morela
Skema Tanah Kedua Negeri (Wikimapia)
Pembahasan
Seperti yang kita ketahui
bahwa jumlah dati di masing-masing Negeri tidak sama, jumlah mana antara lain
tergantung kepada jumlah penduduk. Makin banyak penduduknya makin banyak Dati.
Dati biasa di ciptakan dari suatu rumatau atau cabang kerabat. Yang
banyak anggotanya dapat membentuk lebih dari satu Dati dengan kepala Datinya
masing-masing dan dengan dusun-dusun Datinya yang tersendiri pula.[12]
Berbicara mengenai Dati,
istilah Dati Menurut F.Valentijn adalah hofdienst
untuk mana pada bulan-bulan dilaksanakannya pelayaran hongi setiap rumah tangga
(huisgezin) diwajibkan menyerahkan seorang laki-laki untuk selama lebih kurang
satu bulan kepada maskapai VOC untuk melakukan tugas hongi tanpa mendapat upah
atau atas biaya sendiri.[3] Pendapat Velentijn ini juga sama dengan pengertian
tanah Dati di pulau Buru, yaitu orang-orang yang menjalankan tugas untuk
kepentingan raja-raja selaku pemimpin pemerintahan dari negeri yang
bersangkutan dan untuk hongi, pekerjaan-pekerjaan mana di kerjakan tanpa
menerimah upah. Selanjutnya menurut Mr. F.D. Holleman Dati adalah
kerabat-kerabat (Families) yang menjalankan tugas untuk Hongi dan Kuarto[4].
Selain untuk menjalankan tugas menurut Holleman, Dati juga merupakan kesatuan
wajib kerja (eenheid van dienstplicht).[4]
Terkait dengan pengaturan
tanah, dalam sistem adat masyarakat Ambon, dikenal tiga tipe kepemilikan tanah,
(2) yaitu:
Tanah yang dimiliki oleh
negeri yaitu tanah negeri; Tanah yang dimiliki oleh klan dan sub-klan atau
matarumah yaitu tanah dati; Tanah yang dimiliki secara individu oleh pewaris
dalam keluarga yaitu tanah pusaka.
Melihat dari jabaran ini, maka
tidaklah logis jika luas negeri Mamala digambarkan lebih kecil dari negeri
Morela. Memasukkan informasi sepihak ke media sosial seperti Wikimapia tidak
mencerdaskan masyarakat pada umumnya, malah semakin memelihara potensi konflik
di antara kedua negeri.
Daftar Pustaka
A.P. Parlindungan, Pendaftaran
Tanah Di Indonesia, Mandar Maju,Jakarta, 2009
Bushar Muhammad, Asas-asas
hukum Adat, Suatu Pengantar, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2002.
Boedi Harsono, Hukum Agraria
Indonesia Himpunan Peraturan Hukum Tanah Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 2004
Cokke.E, The Land Registration
Bill, Conny 11 and Law Commision, Land Registration for The 21 Century, A
Converyancing Revolition, Report No.271, London 2001.
Dominikus Rato, Hukum
Perkawinan dan Waris Adat ( Sistem Kekerabatan, Bentuk
Perkawinan dan Pola Pewarisan Adat di Indonesia ), Surabaya, Penerbit Laksbang
Yustitia. 2011.
Efendi Perangin, Hukum
Agraria di Indonesia. Suatu telaah dari sudut pandang praktisi Hukum, Grafindo
Persada, Jakarta, 2002.
F.D Holleman, Het Adat
Grondenrecht Van Ambon en de Oeliassers, Boekhandel en Drukberg.
Frank L. Cooley, Mimbar dan
Takhta, Hubungan Lembaga-lembaga Keagamaan dan Pemerintahan di Maluku tengah
,Muliasari, 1987
Husen Alting, Dinamika Hukum
Dalam Pengakuan Dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Atas Tanah (Masa
Lalu,Kini dan Masa Mendatang) LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2010.
Hendra Nurtjahjo dan Fokky
Fuad. Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat,
Penerbit Salemba Humanika, 2010
Hilman Hadikusuma , Pengantar
Hukum Adat Indonesia. Bandung,1992
, Penemuan Hukum, Yogyakarta, Atmajaya, 2010
Iman Sudiyat, Hukum Adat
Sketsa, Asas Liberty, Bandung, 1987
J.B. Daliyo, Hukum Agraria I,
Prenhalindo, Jakarta, 2001
Mahadi, Uraian Singkat Tentang
Hukum Adat Sejak Regelings Reglemen 1854, Bandung, 1991..
Soerjono Soekanto, Hukum Adat
Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002
Sudikno Mertokusumo. Teori
Hukum, Yogyakarta, Atmajaya,2011.
Supriadi, Hukum Agraria
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta 2006.
Tolib Setyady, Intisari Hukum
Adat Indonesia ( Dalam kajian Kepustakaan ), Alfabeta, Bandung, 2009
Ter Haar ,Bzn, Beginselen en
Stelsel van bet adatrecht, Jakarta 1939,
PradnyaParamita.
Urip Santoso , Hukum Agraria
dan Hak-hak atas tanah, Kencana Prenada Media Group, 2010.
R. Van Dijk. Pengantar Hukum
Adat Indonesia,Mandar maju,Bandung, 2006
Ziwar Efendi. Hukum Adat
Ambon Lease, Pradnya Paramitha ,Jakarta, 1987
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.