Kamis, 03 Desember 2015

Tanah Dati Negeri Mamala dan Negeri Morela dalam Persfektif Hukum Adat di Maluku




Pendahuluan

Mengingat pertumbuhan populasi masyarakat di dunia yang semakin meningkat, termasuk peningkatan populasi masyarakat di Pulau Ambon terkhususnya pada kedua negeri Mamala dan Morela yang selalu bertikai. Tanah sebagai tempat berpijak dan segala sumber daya alam menjadi semakin bernilai dalam memenuhi kebutuhan populasi masyarakat yang semakin meningkat.  Melihat perkembangan stabilitas sosial, ekonomi dan keamanan kedua negeri yang telah merambah ke arah masalah pertanahan dengan mengklaim secara sepihak luas tanah di negerinya (lihat gambar Wikimapia), maka dirasakan perlu untuk mengkaji permasalahan tanah dati di kedua negeri dalam persfektif hukum adat di Maluku, budaya / adat uli yang merupakan  budaya / adat asli orang Ambon. Sehingga nantinya dapat menjadi acuan bersama dalam mengelelola potensi konflik yang timbul antara keduanya. Dalam narasi akan dijelaskan tentang Tanah Dati dalam Persfektif Hukum Adat di Maluku serta jumlah tanah datis kedua negeri berdasarkan referensi dari Valentijn dan Rhumpius. Akhir dari tujuan penjabaran ini bertujuan untuk mengajak orang Ambon umumnya dan masyarakat Uli Sailesi untuk lebih mempelajari nilai-nilai adat sebagai budaya lokal yang sudah tergerus sejak era penjajahan bahkan dapat dikatakan telah hilang. Sangat ironis jika akhirnya nilai budaya lokal tersebut dianggap sebagai produk Belanda dan kaum penjajah lainnya. Dengan menyusuri nilai lokal tersebut, kiranya hal ini dapat dijadikan aset kekayaan budaya daerah. Pemahaman tentang budaya lokal tersebut, diharapkan mampu dijadikan sebagai bagian pengelolaan berbagai potensi konflik yang ada di tengah masyarakat Uli Sailesi, selain pendekatan nilai-nilai agama sebagai urutan prioritas.

Kajian Pustaka

Sistem kekerabatan orang Ambon didasarkan pada hubungan patrilineal – hubungan yang didasarkan pada perkawinan dengan garis keturunan laki-laki – yang diiringi dengan pola menetap patrilokal – pola menetap pada wilayah-wilayah yang diwariskan pada pewaris laki-laki. Kesatuan kekerabatan amat penting yang lebih besar dari keluarga (familly) adalah “matarumah” atau fam, yaitu suatu kelompok kekerabatan yang bersifat patrilineal. Matarumah merupakan kesatuan dari laki-laki dan perempuan yang belum kawin dan para istri dari laki-laki yang telah kawin. Matarumah penting dalam hal mengatur perkawinan marganya dan dalam hal mengatur penggunaan tanah dati, yaitu tanah milik kerabat patrilineal.(1)

Terkait dengan pengaturan tanah, dalam sistem adat masyarakat Ambon, dikenal tiga tipe kepemilikan tanah, (2) yaitu:
Tanah yang dimiliki oleh negeri yaitu tanah negeri; Tanah yang dimiliki oleh klan dan sub-klan atau matarumah yaitu tanah dati; Tanah yang dimiliki secara individu oleh pewaris dalam keluarga yaitu tanah pusaka.

Dati

Berbicara mengenai Dati, istilah Dati Menurut F.Valentijn adalah hofdienst  untuk mana pada bulan-bulan dilaksanakannya pelayaran hongi setiap rumah tangga (huisgezin) diwajibkan menyerahkan seorang laki-laki untuk selama lebih kurang satu bulan kepada maskapai VOC untuk melakukan tugas hongi tanpa mendapat upah atau atas biaya sendiri.[3] Pendapat Velentijn ini juga sama dengan pengertian tanah Dati di pulau Buru, yaitu orang-orang yang menjalankan tugas untuk kepentingan raja-raja selaku pemimpin  pemerintahan  dari negeri yang bersangkutan dan untuk hongi, pekerjaan-pekerjaan mana di kerjakan tanpa menerimah upah. Selanjutnya menurut Mr. F.D. Holleman Dati adalah kerabat-kerabat (Families) yang menjalankan tugas untuk Hongi dan Kuarto[4]. Selain untuk menjalankan tugas menurut Holleman, Dati juga merupakan kesatuan wajib kerja (eenheid van dienstplicht).[4]

Pengertian Dati juga diartikan oleh sebagian orang dengan pajak atau kewajiban (verpelichtingen), Yaitu orang-orang yang wajib Dati adalah orang-orang yang harus melaksanakan satu dan lain tugas, antara lain kewajiban untuk menyerahkan sesuatu hasil atau produksi, menyerahkan sejumlah uang atau melakukan pekerjaan[5].

Melalui pengertian Dati diatas  maka dapat diartikan bahwa Dati merupakan hak dan juga kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang untuk sama-sama bertanggungjawab dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaan yang di bebankan kepada mereka.  Setelah apa yang di uraikan di atas mengenai Istilah Dati, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam  penjelasan-penjelasan tersebut,  yaitu Hukum dati, Tanah dati dan Dusun dati.

Dalam pengertian Dati sudah jelas terdapat perbedaan  defenisi  menurut para sarjana, dan dari pengertian-pengertian tersebut  jelas tergambar bahwa ada Hak, ada kewajiban, ada sekelompok orang, ada upah,  dan ada pekerjaan atau tugas. Dan unsur-unsur dati tersebut  dalam perkembangan zaman sudah bukan lagi hanya sekedar hak dan kewajiban, atau hanya sekedar sekelompok orang yang merupakan kesatuan dalam bekerja tetapi dati sudah berkembang mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan yang berdampak dalam bidang social, ekonomi dan bahkan budaya. Hal-hal tersebut di atas dapat mempengaruhi dati ke dalam Hukum dati yang turut serta membentuk dati kedalam hukum kekeluargaan atau hukum harta kekayaan dan pewarisannya, dan perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah serta segala sesuatu yang bersangkutan dengan itu. Begitu pula dalam bidang pemerinthan dati-dati merupakan kesatuan-kesatuan administratif yang secara langsung diatur oleh para Pemerintahan Negeri Setempat[6].

Demikian pula sebagai warga dati mereka akan terikat dan mematuhi   norma-norma social yang sudah mereka anggap sebagai  norma-norma hukum atas ketetapan bersama melalui keputusan pemimpin-pemimpin mereka, dan pelanggaran yang dilakukan oleh mereka akan mendapatkan sanksi. Istilah Tanah Dati, dalam membicarakan tanah, maka haruslah kita membedakan antara tanah  itu an sich dan Dati,  yang di maksud dengan tanah yaitu tanah yang terlepas dari sesuatu yang ada di atas tanah tersebut, sedangkan dati itu sendiri manurut  pendapat  Holleman  yang  memberikan arti yaitu merupakan kesatuan wajib kerja dan tanah dati menurut J.Gerard Fried Riedel yang berarti petak-petak tanah yang di bagi-bagikan kepada orang-orang yang kuat kerja atau kepala-kepala rumah tangga dengan syarat harus ikut hongi[7]. Jadi Istilah dati dan tanah dati banyak di kenal masyarakat dengan istilah tanah dati bukan istilah datinya ataupun istilah Dati raja.

Dusun

Berbicara tentang tanah dati tidak terlepas dari Dusun-dusun, istilah dusun juga dapat di bedakan dengan ;
a.    Dusun perusahan adalah dusun yang dibuka atau diperusah sendiri-sendiri atau bersama-sama oleh anak negeri di atas tanah petuanan, biasanya tanah yang masih ewang[8]
b.    Dusun Negeri yaitu hutan  yang sudah di pelihara dan dijaga, rakyat tidak lagi bebas dalam mengambil hasilnya, karena segala hasilnya adalah untuk kas Negeri. Dusun negeri biasanya mempunyai tanam-tanaman yang menghasilkan buah-buahan seperti bambu, rotan, dammar, dan pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan seperti durian, langsat, kelapa, dan pohon-pohon lainnya yang menghasilkan buah dan pohon mayang yang dapat di sadap airnya.[9]
c.    Dati Raja (Dusun Dati,Tanah Dati) dati Raja atau dusun dati atau yang lebih di kenal dengan istilah tanah dati adalah tanah atau dusun yang diberikan kepada seorang Pemerintah selama ia mengaku jabatan Pemerintah dari negerinya, kalau sampai diganti, maka haknya atas dusun dati raja sendirinya di hapus.
d.   Dusun pusaka adalah dusun yang merupakan milik bersama dari suatu kelompok ahli waris yang mereka peroleh melalui pewarisan. Pada mulanya  dusun pusaka itu adalah milik seseorang secara pribadi yang biasa di perolehnya melalui beberapa cara:
1.    Dengan menggarap atau memperusah sepotong tanah negeri yang masih merupakan hutan atau ewang dengan izin pemerintah Negeri.
2.    Untuk mendapatkan dusun pusaka bisa juga melalui pembelian oleh seseorang yang dinamakan dusun babalian, jika dusun babalian ini kemudian sampai diwarisi oleh keturunannya, maka statusnya berubah menjadi dusun pusaka.
3.    Dusun pusaka bisa juga berasal dari suatu pemberian, misalnya seorang perempuan yang akan kawin dihadiahi oleh babaknya sepotong dusun yang disebut dusun atitin atau dusun lelepelo. Jika  kemudian hari sampai di warisi oleh anak-anaknya, maka dusun atitin ini menjadi dusun pusaka turun temurun bagi anak-anaknya itu.

Selanjutnya dalam sistem Dati suatu kerabat atau klan maupun persekutuan dapat menikmati tanah-tanah atau dusun-dusun yang berada di bawah kekuasaan hak petuanan suatu negeri. Jadi hak menikmati dusun-dusun dati tidak di berikan kepada orang seoarang atau pribadi, tetapi kepada kelompok orang yang bernaung di bawah suatu kerabat ( family) atau cabang kerabat ataupun suatu persekutuan.[10]

Kuarto, Hongi dan Rodi

Beranjak dari pembahasan-pembahasan diatas  bahwa Dati merupakan kesatuan  wajib kerja dengan tugas-tugas yang diberikan kepada klan, atau persekutuan yang  terdiri dari Kuarto, Hongi dan Rodi,  ketiga pekerjaan ini  merupakan pekerjaan yang di berikan oleh pemerintah juga penguasa pada zaman dahulu.[11]
a.    Kuarto adalah pekerjaan yang di bebankan kepada anak Negeri untuk kepentingan pribadi Pemerintah sebagai pimpinan atau Kepala Negeri tanpa upah (onbezoldige loondiensten). Tugas ini di sebut juga tugas istana atau hofdienst.
b.    Pengertian Hongi ini ialah merupakan armada perang dari rakyat Maluku Zaman dahulu kala, armada mana terdiri dari kora-kora yang gunanya adalah untuk memerangi musuh.
c.    Rodi merupakan suatu macam pekerjaan paksa yang bekerja di kota Ambon secara bergiliran selama satu bulan terus menerus di benteng-benteng, kubu-kubu, dan rumah-rumah jaga, dan juga yang diluar kota Ambon yang di kerjakan adalah pembuatan dan pemeliharaan bangunan-bangunan.

Seperti yang kita ketahui bahwa jumlah dati di masing-masing Negeri tidak sama, jumlah mana antara lain tergantung kepada jumlah penduduk. Makin banyak penduduknya makin banyak Dati. Dati  biasa di ciptakan dari suatu rumatau atau cabang kerabat. Yang banyak anggotanya dapat membentuk lebih dari satu Dati dengan kepala Datinya masing-masing dan dengan dusun-dusun Datinya yang tersendiri pula.[12]

Jadi walaupun sama-sama berasal dari satu rumatau atau memakai fam yang sama tidaklah mereka harus tergabung di dalam  satu  Dati saja, cabang-cabang kerabat atau cabang rumatau induk atau rumatau asalnya. Diantara dati-dati itu ada yang di sebut dati asal yaitu dati yang sudah ada semenjak adanya dati ini, setidak-tidaknya yang terdaftar di dalam register dati yang di buat pada tahun 1814 di pulau Ambon dan pada tahun 1823 di pulau-pulau Lease, sedangkan dati-dati yang ditetapkan sesudah itu adalah Dati susupan sebagai pengganti atau tambahan.

Jumlah  dati di suatu Negeri bisa bertambah antara lain melalui 3 cara :
1.    Suatu Dati yang lenyap dusun Datinya dibagi-bagikan kepada lebih dari sebuah kerabat atau cabang kerabat, sehingga dati yang semula hanya sebuah dati lalu berubah menjadi beberapa dati, dan dusun-dusun datinya dibagi-bagikan kepada dati-dati yang baru itu. Di dalam keputusan landraad Amboina No. 71/1920 Pemerintah Negeri Hatalai Pulau Ambon membagi-bagikan dusun-dusun dati kepada 4 buah dati yang baru[13].
2.    Sebuah keluarga dari sebuah dati memisahkan diri membentuk dati baru agar dapat memperoleh dusun-dusun dati yang baru untuk mendapatkan sumber nafkah yang lebih baik.
3.    Untuk bertambahnya jumlah dati di suatu Negeri adalah ataas kehendak Pemerintah Negeri sendiri yang demi kebutuhan penguasa memerlukan jumlah dati

Dati sebagai suatu persekutuan hukum dan badan hukum mempunyai seoarang pimpinan yang di sebut kepala Dati. Kepala Dati adalah suatu jabatan yang fungsional. Ini berarti bahwa kepala Dati bukan pemilik secara pribadi dari dusun-dusun dati yang terdaftar atas namanya sebagai  Kepala Dati, dengan demikian personalia dati terdiri atas [14].

a.    Anak Dati
Untuk menjadi anak dati atau tulung dati, orang itu harus laki-laki. Orang perempuan pada prinsipnya tidak di perkenankan menjadi anak dati ataupun tulung dati ini di karenakan bahwa tugas dati tidak sesuai dan tidak layak bagi perempuan karena kodratnya sebagai wanita. Anak dati adalah anggota-anggota asal atau inti. Mereka adalah keturunan dari dati asal dan mereka pula yang mempunyai hak didahulukan untuk menjadi Kepala Dati.
b.    Tulung dati
Tulung dati adalah anggota dati yang bukan keturunan langsung menurut garis kebapakan dari dati yang bersangkutan. Menurut hukum kekerabatan mereka adalah orang lain.
c.    Orang Perempuan sebagai anak dati dan tulung dati
Pada prinsipnya seorang perempuan tidak bisa diperkenankan menjadi anak atau tulung dati.
d.   Kepala dati
Kepala dati adalah pemimpin dari sebuah dati dan  tugas pokoknya adalah mengatur tentang pembagian giliran menjalankan tugas-tugas dati di antara anggota-anggota dati agar tugas itu dibebankan secara merata dan adil dan supaya pemanfaatan  dusun-dusun dati serta hasilnya di atur sebaik mungkin, sehingga setiap anggota mendapat bagian yang layak dan seimbang.
e.    Orang perempuan sebagai kepala dati
Sebagaimana yang sudah di jelaskan di depan  pada prinsipnya orang perempuan tidak bisa menjadi anak dati, maka dengan sendirinya seorang perempuan tidak bisa menjadi kepala dati.

Dalam dusun dati terdapat dua pihak yang sebagai pemilik atas tanahnya yang di atur berdasarkan hak petuanan dari negeri itu dan persekutuan dati yang memiliki tanam-tanaman yang tumbuh diatasnya. [15]  Berbicara mengenai tanah dati , dusun dati, maka kita juga mengenal dusun pusaka dati, pada umumnya pengertian dari dusun pusaka dati ini sama dengan pengertian tanah dati yang membedakan hanyalah pada pewarisannya, sudah jelas bahwa tanah dati apabila sudah tidak ada pewaris maka tanah dati tersebut di kembalikan kepada Negeri atau Persekutuan dan tidak bisa di wariskan secara menyamping sedangkan pada dusun pusaka dati apabila pemiliknya semua sudah meningal dunia, maka pertama-tama yang berhak mewarisi dusun pusaka dati adalah keturunan dalam garis lurus pemiliknya,  jika garis lurus tidak ada lagi maka dapatlah di wariskan secara menyamping ( zijdline ), oleh saudara-saudaranya, baik laki-laki maupun perempuan, dan anak-anak dari saudara-saudaranya itu.  Dan jika pemiliknya sampai  lenyap atau punah semua maka tanaman-tanaman dusun pusaka dati tersebut di kembalikan kepada persekutuan dati dan menjadi milik bersama dari seluruh anggota persekutuan.

Di dalam tanah dati, perempuan yang sudah menikah tidak berhak untuk mewarisi tanah dati, tetapi dalam dusun pusaka dati anak-anak perempuan bukan saja berhak untuk menikmati hasil dari tanaman-tanamannya tetapi berhak untuk mewarisi dan haknya tidak hilang walaupun sudah menikah.

Tanah Dati Dalam Hak Petuanan atau Negeri

Seperti yang sudah di jelaskan di atas  bahwa tanah dati dalam hak persekutuan adalah tanah yang memiliki tanam-tanaman yang tumbuh diatasnya yang di akui eksistensinya pada si pengelola, maka secara umum dapat dikatakan bahwa tanah dati dalam hak petuanan yaitu mempunyai  tugas secara bersama-sama di dalam mengawasi, mengatur pemanfaatan  dan pengalihan tanah dati tersebut  kepada orang lain.

Kekuasaan hak  petuanan atas tanah-tanah dati ini masih tampak pada waktu pengangkatan kepala Dati, Tulung dati, dan perbuatan hukum atas tanah dan tanamannya untuk sahnya diharuskan terlebih dahulu adanya persetujuan dari Saniri Negeri.

Tanah Dati  Dalam Hak Persekutuan dati

Di sini yang dimaksud  dengan tanah dati yang di klaim secara persekutuan dati yaitu tanah dati yang di akui eksistensinya pada si Pengelola dalam arti bahwa tanah dati yang di berikan oleh Negeri kepada orang yang pernah dan berjasa pada Negeri merupakan hak  persekutuan  yang memiliki tanam-tanaman yang tumbuh diatasnya yang di akui eksistensinya pada si pengelola,   dan disini juga kekuatan haknya sangat kuat, karena ini merupakan pemberian hak dari petuanan Negeri, sudah pasti dapat diwariskan  kepada keturunan pemegang hak dan apabila tidak ada keturunannya maka tanah dati tersebut di kembalikan kepada Negeri atau Petuanan dan tidak bisa di wariskan oleh ahli waris menyamping. Dan yang dimaksud dengan garis menyamping ialah orang-orang yang moyang mereka  bersaudara kandung, tetapi tidak tergabung di dalam satu dati, masing-masing mempunyai dati sendiri-sendiri.[16]





Tanah Dati negeri Mamala dan negeri Morela



Skema Tanah Kedua Negeri (Wikimapia)



Skema Tanah Kedua Negeri (Google Map)

Versi Google Map dengan rasio 1:1 km

Pembahasan

Seperti yang kita ketahui bahwa jumlah dati di masing-masing Negeri tidak sama, jumlah mana antara lain tergantung kepada jumlah penduduk. Makin banyak penduduknya makin banyak Dati. Dati  biasa di ciptakan dari suatu rumatau atau cabang kerabat. Yang banyak anggotanya dapat membentuk lebih dari satu Dati dengan kepala Datinya masing-masing dan dengan dusun-dusun Datinya yang tersendiri pula.[12]

Berbicara mengenai Dati, istilah Dati Menurut F.Valentijn adalah hofdienst  untuk mana pada bulan-bulan dilaksanakannya pelayaran hongi setiap rumah tangga (huisgezin) diwajibkan menyerahkan seorang laki-laki untuk selama lebih kurang satu bulan kepada maskapai VOC untuk melakukan tugas hongi tanpa mendapat upah atau atas biaya sendiri.[3] Pendapat Velentijn ini juga sama dengan pengertian tanah Dati di pulau Buru, yaitu orang-orang yang menjalankan tugas untuk kepentingan raja-raja selaku pemimpin  pemerintahan  dari negeri yang bersangkutan dan untuk hongi, pekerjaan-pekerjaan mana di kerjakan tanpa menerimah upah. Selanjutnya menurut Mr. F.D. Holleman Dati adalah kerabat-kerabat (Families) yang menjalankan tugas untuk Hongi dan Kuarto[4]. Selain untuk menjalankan tugas menurut Holleman, Dati juga merupakan kesatuan wajib kerja (eenheid van dienstplicht).[4]

Terkait dengan pengaturan tanah, dalam sistem adat masyarakat Ambon, dikenal tiga tipe kepemilikan tanah, (2) yaitu:
Tanah yang dimiliki oleh negeri yaitu tanah negeri; Tanah yang dimiliki oleh klan dan sub-klan atau matarumah yaitu tanah dati; Tanah yang dimiliki secara individu oleh pewaris dalam keluarga yaitu tanah pusaka.

Melihat dari jabaran ini, maka tidaklah logis jika luas negeri Mamala digambarkan lebih kecil dari negeri Morela. Memasukkan informasi sepihak ke media sosial seperti Wikimapia tidak mencerdaskan masyarakat pada umumnya, malah semakin memelihara potensi konflik di antara kedua negeri.

Daftar Pustaka

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju,Jakarta, 2009
Bushar Muhammad, Asas-asas hukum Adat, Suatu Pengantar, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2002.
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan Hukum   Tanah Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2004
Cokke.E, The Land Registration Bill, Conny 11 and Law Commision, Land Registration for The 21 Century, A Converyancing Revolition, Report No.271, London 2001.
Dominikus Rato, Hukum Perkawinan dan Waris Adat ( Sistem Kekerabatan, Bentuk    Perkawinan dan Pola Pewarisan Adat di Indonesia ), Surabaya, Penerbit Laksbang Yustitia. 2011.
Efendi Perangin,  Hukum Agraria di Indonesia. Suatu telaah dari sudut pandang praktisi Hukum, Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
F.D Holleman,  Het Adat Grondenrecht Van Ambon en de Oeliassers, Boekhandel en Drukberg.
Frank L. Cooley, Mimbar dan Takhta, Hubungan Lembaga-lembaga Keagamaan dan Pemerintahan di Maluku tengah ,Muliasari, 1987
Husen Alting, Dinamika Hukum Dalam Pengakuan Dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Atas Tanah (Masa Lalu,Kini dan Masa Mendatang) LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2010.
Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad.  Legal Standing Kesatuan Masyarakat    Hukum Adat, Penerbit Salemba Humanika, 2010
Hilman Hadikusuma , Pengantar Hukum Adat Indonesia. Bandung,1992
                          , Penemuan Hukum, Yogyakarta, Atmajaya, 2010
Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa, Asas Liberty, Bandung, 1987
J.B. Daliyo, Hukum Agraria I, Prenhalindo, Jakarta, 2001
Mahadi, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat Sejak Regelings Reglemen 1854, Bandung, 1991..
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002
Sudikno Mertokusumo. Teori Hukum, Yogyakarta, Atmajaya,2011.
Supriadi, Hukum Agraria Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta 2006.
Tolib Setyady, Intisari Hukum Adat Indonesia ( Dalam kajian Kepustakaan ), Alfabeta, Bandung, 2009
Ter Haar ,Bzn, Beginselen en Stelsel van bet adatrecht, Jakarta 1939,  PradnyaParamita.     
Urip Santoso , Hukum Agraria dan Hak-hak atas tanah, Kencana Prenada Media Group, 2010.
R. Van Dijk. Pengantar Hukum Adat Indonesia,Mandar maju,Bandung, 2006
Ziwar Efendi.  Hukum Adat Ambon Lease, Pradnya Paramitha ,Jakarta, 1987




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.