Pendahuluan
Pemaparan
tentang hal ini merupakan bagian dari tulisan-tulisan “Bendera bergambar Harimau Champa atau Cheetah/ Citah” dan “Pengaruh Wali SongoTerhadap Champa di Vietnam dan Mamala di Tanah Hitu {Ambon}”. Ketiganya
merupakan penjelasan dari tulisan “Misteri Sembilan Panji Islam Mamala”. Historiografi runtuhnya kerajaan Champa di
Vietnam tahun 1471 dan historiografi pemilihan raja Jailolo antara Jamilu
{didukung oleh Ternate} dan Ketarabumi akhir abad ke-15, juga menjadi kunci
penyingkapan keberadaan bendera Latu Liu di Mamala, dengan memastikan bahwa
Mihirsihul-lah yang membawa bendera tersebut, yang oleh masyarakat Mamala
disebut sebagai bendera Latu Liu. Pada topik kali ini memuat pembahasan tentang
komposisi simbol serta membahas definisi
dan fungsi dari simbol secara umum, terkhusus yang ada pada bendera Latu Liu
yang menggambarkan identitas dari Mihirsihul yang sebenarnya merupakan raja Champa. Raja
Champa yang sebelum Islam bernama “Che Bong Nga” atau “Paman Bunga” setelah
di-Islamkan oleh Syeikh Ibrahim
As-Samarkandy {Ibrahim Zain al-Akbar}, berganti nama menjadi Zainal Abidin. Hal
ini menjadi kunci penyingkapan identitas “Mihirsihul” sang “Latu Liu” yang
membawa bendera ini ke Mamala, yang sebelumnya sempat menetap di Jailolo.
Gambaran
Umum Bendera Latu Liu
Bendera ini
ukurannya lebarmya kurang lebih 80 cm dan memanjang kurang lebih satu setengah
meter dengan ikatan pada bagian yang lebar. Bendera ini memiliki tulisan dengan
aksara Champa pada bagian atas. Pada
bendera ini terdapat empat simbol yakni gambaran seperti bunga yang dasar bunganya bertuliskan kalimat dua
kalimat Syahadat, gambaran pedang yang bertuliskan dua kalimat syahadat,
gambaran dua bintang yang masing-masing bertuliskan kaligrafi Allah dan
Muhammad. Serta bagian paling bawah seperti kumpulan bulan sabit yang
menyerupai motif simbol “Samanid”
{Asmarkand/ Sunni}.
Definisi dan
Fungsi Simbol
Simbol
secara terminologi adalah sesuatu yang sudah dianggap atas dasar kesepakatan
bersama, sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah (mewakili) atau
mengingatkan kembali dengan memiliki atau mengintegralkan kembali dengan
memiliki kualitas yang sama atau dengan membayangkan dalam kenyataan dalam hati
dan pikiran. {2}
Simbol
merupakan sesuatu elemen komunikasi yang dimaksudkan untuk sekedar mewakili
objek, kelompok atau ide, tindakan secara rasional. Implikasinya berarti baik
yang batiniah (perasaan, pikiran, atau ide) maupun yang lahiriah (benda dan
tindakan) dapat diwakili dengan simbol.
{3} {4}
Menurut
Alfred North Whitehead dalam bukunya “Symbolism” yang dikutip Dilliston,
dijelaskan bahwa pikiran manusia berfungsi secara simbolis apabila beberapa
komponen pengalamannya menggugah kesadaran, kepercayaan, perasaan dan gambaran
mengenai komponen-komponen lain pengalamannya. Perangkat komponen yang
terdahulu adalah ”simbol” dan perangkat komponen yang kemudian membentuk
”makna” simbol. Keberfungsian organis yang menyebabkan adanya peralihan dari
simbol kepada makna itu akan disebut ”referensi”. Simbol sesungguhnya mengambil
bagian dalam realitas yang membuatnya
dapat dimengerti, nilainya yang tinggi terletak dalam suatu substansi
bersama dengan ide yang disajikan. Simbol sedikit banyak menghubungkan dua
entitas. Setiap simbol mempunyai sifat mengacu kepada apa yang tertinggi dan
ideal. Simbol yang efektif adalah simbol yang memberi penerang, daya
kekuatannya bersifat emotif dan merangsang orang untuk bertindak. {5}
Dalam bahasa
Yunani “ symballeim” yang berarti benda yang dikaitkan dengan suatu ide. Kata
simbol atau symboion (Yunani) juga berarti memberi kesan. Simbol atau lambang
sebagai sarana atau mediasi untuk membuat dan menyampaikan suatu pesan,
menyusun sistem epistimologi dan keyakinan yang dianut. Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminata disebutkan bahwa, simbol atau lambang
adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, dan sebagainya, yang menyatakan suatu
hal, atau mengandung suatu maksud tertentu. {6} {7} {8}
Manusia
sebagai mahluk yang mengenal simbol, menggunakan simbol untuk mengungkapkan
siapa dirinya. Karena manusia dalam menjalani hidupnya tidak mungkin sendirian
melainkan secara berkelompok atau disebut dengan masyarakat, karena antara yang
satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Manusia sebagai anggota masyarakat
dalam melakukan interaksinya seringkali menggunakan simbol dalam memahami
interaksinya. {9}
Menurut
Mangunwijaya, dalam pandangan kepercayaan masyarakat mitologis, bentuk-bentuk
arsitektural hadir sebagai sarana mitis penghadiran, selaku simbol kosmologis
perwujudan bentuk dasar orientasi diri, menyangkut keadaan manusia. Orientasi
diri adalah naluri kodrati untuk mencegah manusia hanyut tanpa kepastian. {10}
Penggunaan
simbol-simbol memungkinkan manusia bertransendensi dari segi waktu, tempat dan
bahkan diri mereka sendiri. Dengan menggunakan simbol-simbol manusia bisa
membayangkan bagaimana hidup dimasa lampau atau akan datang. Mereka juga bisa
membayangkan tentang diri mereka sendiri berdasarkan pandangan orang lain. {10}
Simbol
Bergambar Bunga Dengan Dasar Bunga Bertuliskan Kalimat Syahadat
Gambar 3. Perbandingan Gambat bunga Teratai pada Bendera Latu Liu |
Setelah
tulisan dengan aksara Champa, terdapat simbol bunga dengan kelopak bunga yang
besar sebanyak empat buah, dengan dasar bunga yang lebar bertuliskan kalimat
Syahadat. Melihat motif simbol bunga dan tulisan dengan aksara Champa di
atasnya, diperkirakan bunga yang dimaksud adalah bunga Kamboja, tetapi dasar
bunga Kamboja tidak lebar seperti pada gambar simbol bunga di bendera. Setelah
disusuri bunga dengan ciri kelopak bunga dan dasar bunga yang besar ditemukan
pada bunga Lily. Namun bunga Lily pun tidak tepat dikarenakan memiliki lima
kelopak. Sedangkan bunga Matahari tidak sesuai dikarenakan hanya mempunyai
dasar bunga yang besar, namun tidak dengan kelopaknya yang tidak memanjang.
Bunga Lotus atau Teratai adalah bunga yang terdapat pada bendera, selain dasar
bunga yang besar dan empat kelopak yang besar serta memanjang, juga gambaran
kelopak bunga muda di sekitarnya.
Sekilas
Bunga Lotus {Teratai}
Bunga
Teratai sangat dihormati dalam budaya Hindu. Mereka menggunakannya sebagai
simbol kedamaian, kebahagiaan, dan niat baik. Mereka sering menyebut bunga yang
murni dan indah ini sebagai “The King of Flowers” karena dipercaya dapat
menghilangkan energi yang tidak diinginkan atau hal-hal tidak menyenangkan
lainnya. {11}
Gambar 4. Simbol yang memperlihatkan kelopak bunga Teratai |
Teratai
sudah hadir sejak zaman mesir kuno. Mereka juga menggunakan teratai sebagai
penghias taman dalam kolam. Pemeluk agama Hindu menganggap teratai sebagai
lambang kesucian. Dalam bahasa sansekerta, teratai disebut sebagai bunga padma.
Sementara itu, dalam bahasa Inggris teratai disebut dengan nama “water lily”.{{12}
Sekilas
Tentang Logo Samanid
Gambar 5. Simbol Samanid |
Selama abad
ketiga dan keempat setelah Islam yaitu era Samanids, peran dan simbol pohon
memiliki tetap dalam semua aspek seni pada periode tersebut. Di Persia begitu
banyak pohon seperti anggur, dan pohon
willow dianggap suci dan di antara mereka cemara adalah simbol kehidupan selama
masa itu dan peran semacam pohon itu
telah digunakan secara simbolis dalam semua seni dan sastra sejak saat
itu hingga saat ini. [13}
Samanids
(819–999) Samaniyan) adalah sebuah dinasti Persia di Asia Tengah dan Khurasan, dinamai menurut pendirinya Saman
Khuda yang masuk Islam Sunni meskipun berasal dari bangsawan teokratis
Zoroastrian. Samanid adalah salah satu dinasti Iran asli pertama di Iran Raya
dan Asia Tengah setelah penaklukan Arab dan runtuhnya kekaisaran Persia
Sassanid. Menghidupkan kembali budaya Persia, Samanids menyebarkan budaya Islamo-Persia dan agama Islam jauh ke
jantung Asia Tengah. Bahasa Persia menggantikan bahasa Arab sebagai bahasa
pemerintahan. Dinasti tersebut mendukung Islam Sunni. Ini menekan Syiah
Ismailiyah, yang kemudian menjadi agama negara di bawah Dinasti Safawi. {14}
Catatan:
Untuk penafsiran tentang simbol bulatan pada bendera dapat dibaca pada “BenderaBergambar Harimau Champa atau “Cheetah / Citah” “
Sekilas
Tentang Champa
Sebelum
tahun 1471, Champa merupakan konfederasi dari 4 atau 5 kepangeranan, yang
dinamakan menyerupai nama wilayah-wilayah kuno di India: Panduranga - Kota
Panduranga saat ini disebut Phan Rang, yang terdapat di provinsi Ninh Thuận sekarang
ini di Vietnam. Panduranga adalah daerah Champa terakhir yang ditaklukkan oleh
bangsa Vietnam. {15}
Didorong
oleh keberhasilan internalnya, dikenal dalam sejarah Vietnam sebagai
"Pawai ke Selatan" merupakan tanggapan atas kebutuhan yang meningkat
untuk menemukan lahan pertanian tambahan bagi para petani yang hidup. di Sungai
Delta Merah yang ramai. Lahan yang paling banyak tersedia ada di sepanjang
pantai ke selatan, wilayah yang pada waktu itu dikendalikan oleh negara
perdagangan Indian yang dikenal sebagai Champa. Selama beberapa ratus tahun
sebelumnya, persaingan dengan Charnpa menyebabkan kondisi perang yang kritis antara kedua negara. Vietnam secara
bertahap mendorong ke selatan ke daerah-daerah yang dikendalikan oleh Champa.
Para petani yang haus tanah membangun pemukiman di bawah kekuasaan kekaisaran
Vietnam. {16}
Champa yang
menggambarkan sejarah dan agama serta
koleksi prasasti Champa. Di tahun 1931, E. D. K. Bosch dalam dua Catatan
Arkéologis menekankan adanya hubungan yang tepat antara Champa dan Jawa dan
motif seni. Pada tahun 1931 dan kemudian pada tahun 1933, P. Mus menerbitkan
dua artikel tentang agama Champa, pada tahun 1932 H. Baudesson menerbitkan
buku etnologi dan pada tahun 1933 dan
1934 NguyØn VÃn Tå menerbitkan tiga catatan tentang "perbendaharaan"
Champa. {17}
Kerajaan
Islam Champa punah tahun 1471 setelah Vijaya dikuasai. Mungkinkah, setelah
runtuhnya Champa pada tahun 1471, sebagian perdagangan Muslim di pundaknya
antara Brunei dan Champa telah beristirahat, berangkat ke Brunei dengan
demikian memperkuatKomunitas Muslim di tempat itu? {17} {18}
Citra diri
Cham ini diautentikasi dalam kumpulan cerita abad kesembilan beredar di
Baghdad, disusun dalam Kitab al-Aghani oleh Persia sarjana Abu al-Faraj
(897–967), yang menggambarkan pemujaan Buddha di Dong Duong ca. 875: ‘‘ Orang
India memiliki, di kota Champa, kuil yang berbeda dari atas, . . . candi ini
kuno dan. . . semua Buddha ditemukan di sana masuk ke dalam percakapan dengan
umat beriman dan membalas semua permintaan yang dibuat mereka '(Ferrand: 1913,
123; Hardy: 2009, 109) {19}
Pemerintah
Cham memiliki alasan kuat untuk menyatakan diri mereka sebagai penerus Funan di
dunia internasional. Orang Melayu-Austrone-sian ini, secara etnis, bahasa, dan
budaya terkait dengan maritim wilayah di selatan dan timur mereka, berkembang
menjadi serangkaian peradaban India dari abad kedua hingga keenam belas M.
Referensi Cina paling awal di negara bagian Cham tanggal 190–193 M. Kemudian
dan kemudian, dalam catatan Cina muncul sebagai negara bagian Linyi, tetapi
epigrafi kemudian negara sendiri menjadi dikenal sebagai Champa, setelah Champa
di wilayah timur laut India yang menjadi tempat perdagangan dan kontak dengan
budaya Chams, untuk alasan itulah orang-orang itu dikenal sebagai Chams
(Vickery: 1998, 48–51, 64–69; Orang: 2009, 128–29). {19}
Tapi bukan
hanya Champa yang akan mengalami
perubahan di abad berikutnya. Abad kesebelas dan kedua belas membawa
perubahan politik dan ekonomi yang signifikan ke sejumlah negara di Asia
Tenggara, khususnya di daratan. Seiring dengan perubahan ini datang pula pertumbuhan
budaya Buddha. Padahal elit Cham umumnya tetap
berkomitmen untuk Hindu, ada perlindungan sebelumnya dari agama Buddha
di Dong Duong itu adalah dasar dari komunitas biara Buddha Mahayana yang kuat
di Champa abad kesebelas dan kedua belas (Maxwell: 2007; Schweyer: 2007;),
sebagai Monarki Buddha akan berkembang di Vietnam dan Khmer di saat yang sama ini (Hall:
2010c). {19}
Gambar 6. Champa di India dan Vietnam |
Singkatnya,
peradaban India membuat penaklukan menyeluruh tanah ini dan India baru
didirikan di tempat yang jauh dari wilayahnya. Pendudukan oleh India bahkan
mencoba untuk menyelesaikan transformasi dengan mengimpor nama tempat terkenal
mereka dari tanah airnya menjadi nama
pada tempat baru mereka, dan dengan demikian bisa menemukan kota-kota baru dan
negara-negara bernama Ayodhya, Kausambi, Sriksetra, Dvaravati, Mathura, Champa,
Kalinga, Kamboja dan Gandhara bermunculan hingga ratusan mil jauhnya dari nama
mereka. {20}
Kedatangan
Islam di Champa dibuktikan dengan kehadiran dua
prasasti ditemukan di Phanrng (Panduranga). Prasasti tersebut berasal
dari tahun 1039 M, dan yang lainnya bertanggal 1035-1039 M, yang membuktikan
bahwa umat Islam telah datang dan menetap di Champa sejak pertengahan abad
ke-10. Dari dua Kufi prasasti yang disebutkan di atas, keduanya ditulis oleh
dan berasal dari Syiah penulisnya adalah seorang Parsi (Islam Farsi), salah
satunya ditulis oleh Abu Kamil, yang diduga memiliki tujuan yang sama dengan
orang Persia dan Irak yang datang ke Champa untuk berdagang. Islam di wilayah
Panduranga menyebut dirinya paham Cham Bani dalam bahasa arab “bani” yang
berarti anak atau keturunan, sebagian besarnya mampu untuk memahami bahasa Arab
dan memiliki salinan Al-Qur'an. {21}
Berdasarkan
penjelasan di atas, disebutkan bahwa Cam Bani menganut Syiah tidak benar.
Padahal prasasti di atas menunjukkan bahwa tokoh Islam yang datang ke Champa
berasal dari Baghdad atau Iran. Karena kedua wilayah ini adalah dikendalikan
oleh Bani Abbas (penguasa Sunni). Keberangkatan Raja Champa ke Makkah yang
hingga kini masih beragama Sunni pun bisa membantah tesis di atas. Di Selain
itu, tidak ada tradisi Syiah di komunitas Champa, seperti; Peringatan Hari
berkabung pada 10 Muharam atas wafatnya Husain di Karbala dan hari perayaan
Ghadir Kum. {21}
Pada abad
ke-14 hingga 15 M, Champa dikenal sebagai kerajaan besar dan merupakan
konfederasi dari lima provinsi; masing-masing dipimpin oleh satu pangeran.
Provinsi tersebut adalah Indrapura, Amarawati, Vijaya, Kauthara, dan
Panduranga. Kemuliaan kerajaan itu terjadi pada era Che Bong Nga 1360-1390 M.
Ibrahim Asmarakndi berhasil memasukkannya ke dalam agama Islam dan namanya
diubah menjadi Sultan Zainal Abidin. Sebutan “Che Bong Nga” mempunyai arti
“Paman Bunga”. Bangsa Daevit dan Kmer menyebutnya “The Red King”. Sebutan Paman Bunga mempunyai literasi pada
bendera “Latu Liu” yakni berupa simbol bunga Teratai. Daerah ini merupakan kota terkenal yang
banyak dikunjungi oleh para pedagang di dunia pada abad 15 M pertama, termasuk
India dan timur tengah.24 Champa secara singkat digambarkan oleh Dinasti Ming
dari Cina. Terbukti dari kunjungan Cheng Ho dan pasukannya sebanyak tiga kali. {22} {23}
Sekilas
Tentang Jailolo
Dalam urutan
berdirinya kerajaan-kerajaan Maluku, Jailolo dipandang sebagai kerajaan tertua.
Walaupun diakui sebagai kerajaan tertua oleh kerajaan-kerajaan Maluku lainnya,
tidak dapat dipastikan kapan kerajaan ini didirikan. Yang dapat dicatat
hanyalah peristiwa kesejarahan bahwa pada masa awal ada seorang raja
perempuannya yang kawin dengan Raja Loloda, sebuah kerajaan di bagian utara
pulau Halmahera - mungkin merupakan kerajaan yang lebih tua dari Jailolo.
Menurut cerita rakyat di daerah ini, perkawinan antara Ratu Jailolo dengan Raja
Loloda merupakan perkawinan politik untuk memberikan akses kepada Jailolo
menguasai seluruh Halmahera. Politik Jailolo berhasil, sebab sebelum tahun
1250, teritorial Kerajaan Jailolo telah meliputi hampir seluruh Halmahera,
termasuk Loloda. Sumber Nagarakartagama mengungkapkan bahwa ketika Jailolo
terbentuk sebagai Kerajaan, wilayahnya belum mencakup Halmahera Utara bagian
barat, karena di sana terdapat Kerajaan Loloda. Di samping itu, di bagian utara
Halmahera juga terdapat Kerajaan Moro. {24}
Bagian barat
Kerajaan Jailolo adalah Batu Cina, yang letaknya berhadapan dengan Kepulauan
Maluku – yakni pulau-pulau Ternate, Tidore, Moti, dan Makian. Jailolo semula
adalah nama sebuah desa, dan kerajaan yang berdiri di desa itu kemudian diberi
nama yang sama. Menurut sumber Nagarakartagama, yang disusun oleh Mpu Prapanca,
kemungkinan kolano pertama Jailolo adalah seorang perempuan yang berkuasa
secara tiran dan memerintah dengan tangan besi.{25} {26}
Setelah Ratu
Jailolo yang tiran itu wafat, Loloda terlihat mampu melepaskan diri dari
kekuasaan Jailolo. Karena memerintah dengan tangan besi, terjadi perlawanan dan
pembangkangan terhadap Kolano Jailolo, yang diikuti dengan eksodus para
pembangkang politik ke pulau-pulau kecil di sekitar Halmahera: Ternate, Tidore,
Moti, dan Makian. Di pulau-pulau inilah para pemberontak Jailolo mendirikan
kerajaan-kerajaan – salah satu di antaranya yang terbesar dan terkuat adalah
Ternate – yang, pada gilirannya, merongrong dan bahkan mengakhiri eksistensi
Kerajaan Jailolo. {24}
Batucina
dalam pengucapan orang-orang Portugis menjadi Bat (a) Chin (a) yang dalam
teks-teks lama ditulis sebagai Batchian. Menurut Lapian, adalah sebuah salah
ucap dari kata Bacan, kekuatan tertua di Maluku yang punya pengaruh jauh hingga
Seram dan pulau-pulau di Sulawesi Utara. Oleh karena itu menurut Lapian,
kerajaan tertua di Maluku Utara adalah Bacan, yang berkedudukan di Jailolo. {24}
Sekali
waktu, Kerajaan Jailolo pernah berada di bawah kekuasaan seorang asing bernama
Syarif, yang diduga datang dari Makkah. Ia adalah adik Sultan Mindanao
(Mangindanao) dan Sultan Borneo. Tetapi, dalam sumber-sumber sejarah tidak
dijelaskan kapan Syarif dari Makkah itu berkuasa. {27}
Ancaman
Ternate terhadap Jailolo dimulai pada 1284, ketika Siale – Kolano Ternate
ketiga – menyerang beberapa desa Kerajaan Jailolo dan mendudukinya. Pada 1304,
Kolano Ternate lainnya, Ngara Malamo, menyerang Jailolo dan menduduki untuk
waktu yang lama beberapa desa di Batu Cina, di bagian selatan Jailolo.
Sekalipun dalam Pertemuan Moti (1322) – yang melahirkan Persekutuan Moti (Motir
Verbond) – Jailolo diakui sebagai kerajaan peringkat pertama dari tiga kerajaan
lain (Ternate,Tidore, Bacan) dalam hal senioritasnya, tetapi hal ini tidak
mengakhiri ambisi Ternate untuk mencaplok Jailolo. Pada 1343, Kolano Ternate,
Tulu Malamo, tidak lagi mengakui keputusan Motir Verbond, dan menyerang serta
menduduki Jailolo. Raja Jailolo ketika itu tidak dapat berbuat sesuatupun,
walaupun tindakan Tulu Malamo menuai reaksi keras dari Kolano Tidore dan Bacan.
{24}
Sekalipun
serbuan Tulu Malamo atas Jailolo telah menuai reaksi keras dari kerajaan-kerajaan
lainnya di Maluku, pada 1359 Kolano Ternate, Gapi Malamo, kembali menyatakan
tantangannya terhadap Jailolo. Kali ini agresi yang dilancarkan Ternate tidak
berhasil. Bala tentara Jailolo dapat menghalau tentara Ternate keluar dari
wilayahnya. Kegagalan inilah yang barangkali menyebabkan dilangsungkannya
perkawinan politik antara putera sulung Kolano Ternate pengganti Gapi Malamo,
yakni Kolano Gapi Baguna, dengan puteri Kolano Jailolo, Kaicil Kawalu, pada
1372. Tetapi, perkawinan politik ini tampaknya tidak berhasil mengimplementasikan
ambisi politik Ternate untuk mendominasi Jailolo. {24}
Antara waktu
perkawinan politik tersebut hingga berkuasanya Katarabumi di Jailolo, masih
terlihat serangkaian upaya agresi Ternate terhadap Jailolo. Pada 1380, Kumala
Putu, Kolano Ternate ke-17, berupaya menyerbu dan menduduki Jailolo. Demikian
pula, Kolano Marhum menyerbu Jailolo pada 1465. Kolano Ternate ini relatif
berhasil menanamkan pengaruhnya. Sebab, ketika terjadi perang suksesi di
kalangan keturunan bangsawan Jailolo, Jamilu, salah satu bangsawan Jailolo
kepercayaan Ternate, memenangkannya. Tetapi, Jamilu tidak menduduki takhta
Jailolo, karena diangkat oleh Marhum sebagai Raja Muda di Ambon. {24}
Pembahasan
Bagian
paling atas dari bendera Latu Liu mengandung tulisan beraksara Champa. Hal ini
membuktikan kaitan antara asal dan usia bendera. Sebagai benda arkeologi,
keberadaan bendera ini sudah mengisyaratkan untaian literasi sejarah yang panjang dan sulit untuk dibantah. Penyebutan
Latu Liu sebagai nama raja Mamala, berkaitan dengan tingkat kharisma yang
tinggi dari tokoh leluhur Mamala yang membawa bendera ini. Sebutan Latu Liu
merupakan bahasa tanah, yang berarti “Raja Di Raja” atau “Raja dari semua
raja”. Referensi penting untuk menguraikan awal jalinan narasi yang dapat
dipertanggung-jawabkan, dalam konteks ini adalah buku Hikayat Tanah Hitu
[S.Rijali], yang menyebut latar belakang kedatangan Jamilu ke Tanah Hitu,
diawali dari upaya menghindari pertumpahan darah sesama bangsawan untuk
pengangkatan raja di Jailolo yang sudah lama kosong. Jamilu yang didukung oleh
Ternate [Adnan Amal, Kepulauan Rempah-Rempah], memilih untuk menghindari
pertumpahan darah dan memutuskan untuk hijrah bersama semua keluarganya ke luar
Jailolo. Dalam perjalan menuju Tanah Hitu dua adiknya, masing masing menetap di
Lisabata yakni Ulima Sitaniya [Pati Rumaray] dan Sallat di Waiputih.
Dalam
Hikayat Tanah Hitu [HTH], Jamilu disebut sebagai anak raja dari Jawa. Sementara
dari sumber yang sama menceritakan, bahwa Jamilu menemui ayahnya
Mihirsihul yang berumur 90 tahun di
Tanah Hitu. Dalam sumber ini tidak disebutkan mana yang lebih dahulu singgah di
Tanah Hitu. Kalau melihat kerangka HTH, keberadaan Jamilu disebut sebagai
Perdana ketiga karena dia orang ketiga di Tanah Hitu. Dalam konteks ini, kata
perdana diterjemahkan sebagai “orang yang mula-mula datang”. Jadi kalau mengikuti HTH maka Mihirsihul
diartikan datang menyusul Jamilu. Dalam hal ini, seolah-olah Mihirsihul paling
sayang pada Jamilu, sehingga harus datang menyusul Jamilu. Cerita Jamilu menemui Mihirsihul terdapat pada bagian awal HTH. Hal
ini menyanggah keterangan kalau Jamilu datang lebih dahulu.
Kalau
dianggap Mihirsihul datang lebih dahulu, sebenarnya mendukung uraian HTH yang
menempatkannya pada bagian awal cerita. Tetapi hal ini akan mematahkan
penyebutan perdana sebagai “orang yang pertama kali datang”. Sekaligus menjelaskan begitu besar motivasi
dan upaya Jamilu sehingga harus menemui orang tuanya yang lebih dahulu berada
di Tanah Hitu.
Dari untaian
narasi di atas, dari segi historigrafinya mendukung bahwa yang membawa bendera “Latu Liu” adalah
Mihirsihul yang merupakan raja Champa. Sekalipun pada referensi di atas
dikatakan bahwa beliau meninggal pada tahun 1390. Hal ini memang merupakan
masalah dalam penulisan sejarah seperti
pada beberapa sumber sejarah yang menyatakan meninggalnya Sultan Zaenal
Abidin {Ternate} sewaktu berguru di Sunan Giri, padahal pada masa
kepemimpinannya Ternate dan Tanah Hitu berada dalam posisi yang setara.
Keterangan yang mendukung dugaan kesalahan dalam historigrafi penulisan sejarah
dari referensi di atas, yakni penyebutan hijrahnya Syeikh Ibrahim Zainal Akbar
{Ibrahim As Samarkand} pada tahun 1440 setelah bermukim di Champa selama 20
tahun.{ Pengaruh "WaliSongo"
terhadap Champa di Vietnam dan Mamala di Tanah Hitu {Ambon}}. Dari
keterangan ini, sudah membantah tahun masuk Islam dan terbunuhnya “Che Bong
Nga”. Bagaimanapun keberadaan bendera Latu Liu merupakan pembantah tentang hal
itu. Sebagai bagian dari arkeologis sejarah, keberadaannya mengandung kebenaran
yang valid.
Bagian
paling bawah dari bendera memperlihatkan simbol Samanid yang memperlihatkan
bukti tokoh yang mengislamkan raja Champa yakni Syeikh Ibrahim Zainal Akbar
{putra Syeikh Jamaluddin Al Akbar atau yang dikenal dengan Syeikh Jumadil Qubro}
yang berasal dari Samarkand bagian dari dinasti Samanid.
Adanya sebutan Batoechina sebagai awal penyebutan Bacan
{Jailolo} oleh Portugis memperkuat bukti jalur sutra adalah jalur yang ditempuh
oleh Mihirsihul ke Jailolo, sebelum akhirnya ke Mamala di Tanah Hitu {Ambon}.
Dari segi historiografi tahun kedatangan Mihirsihul di Mamala sekitar tahun 1470
M. Latar belakang apa yang menyebabkan
Mihirsihul ke Mamala, masih menjadi misteri, tetapi hal ini diperkirakan
berkaitan dengan ikatan emosional antara Mihirsihul dengan Syeikh Jumadil Qubro
{Uka Latu Apel} yang telah lebih dahulu tiba di Mamala sebelum menetap dan
meninggal di Wajo {Sulawesi Selatan}. Sejarah Terbentuknya Negeri Mamala
Amalatu (Pausela Amalatu)
Keberadaan
aksara Champa pada bagian atas bendera, yang dikaitkan dengan kultur para raja
Champa untuk menulis aksara Champa, mendukung pembuktian bendera Latu Liu
adalah benderanya raja Champa. Simbol bunga teratai dengan dasar bunga {putik}
bertuliskan kalimat Syahadat, merupakan bukti pengaruh agama Budha dan Hindu
dalam bendera tersebut. Bunga Teratai
yang juga disebut sebagai “King of Flowers” belum bisa dipastikan berkaitan
dengan sebutan raja Champa sebagai “The Red King” oleh bangsa Kmer dan Daevit,
karena pada warna bendera dari simbol bunga tersebut sudah hilang.
Bunga
teratai telah lama merupakan simbol kesucian bahkan sebelum era Sang Buddha,
dan menjadi populer dalam karya seni dan literatur Buddhis. Akarnya tumbuh
dalam air berlumpur, tetapi bunganya yang mekar di atas lumpur sangatlah indah
dan bersih.
Dalam karya
seni Buddhis, bunga teratai yang mekar penuh melambangkan pencerahan. Teratai
putih diartikan kemurnian pikiran dan ketenangan dari sifat manusia, serta
kesempurnaan spiritual. Teratai merah
melambangkan kasih tanpa pamrih, gairah, kasih sayang, dan kebaikan. Bunga Teratai
yang sepenuhnya mekar melambangkan kebesaran dan kemurahan hati. Teratai merah
muda diartikan sebagai tempat tertinggi dan suci, serta sangat dihormati. Ini
juga merupakan alasan, bahwa semua dewa menurut kepercayaan Hindu duduk di atas
lotus merah muda. Selain itu, Teratai merah muda melambangkan keadaan pikiran
seseorang, yang merupakan tahap dimana telah mencapai pencerahan tertinggi.
Pada jaman
mesir, bunga Teratai merupakan bunga yang sangat penting. Berdasarkan kerajaan
Mesir, Mereka mempercayai bahwa bunga Teratai adalah simbol dari matahari.
Karena sifat dari bunga Teratai pada saat malam menutupi dirinya dan saat fajar
bunga Teratai kembali membuka dirinya.
Simbol dasar
bunga {putik} Teratai yang bertuliskan kalimat Syahadat pada bendera mempunyai pesan seperti yang digambarkan
dalam “Petikan surat Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, sebagai berikut: {28}
Gambar 8. Tulisan Syahadar pada Bendera |
Sahabat-sahabatku
yang dikasihi. Hati kamu adalah seumpama cermin yang berkilat. Kamu mesti
membersihkannya daripada debu dan kekotoran yang menutupinya. Cermin hati kamu
itu telah ditakdirkan untuk memancarkan cahaya rahasia-rahasia Ilahi.
Bila cahaya
dari “Allah adalah cahaya bagi semua langit dan bumi…” mula menyinari ruang
hati kamu, lampu hati kamu akan menyala. Lampu hati itu “berada di dalam kaca,
kaca itu sifatnya seumpama bintang berkilau-kilauan terang benderang…” Kemudian
kepada hati itu anak panah penemuan-penemuan suci akan hinggap. Anak panah
kilat akan mengeluarkan daripada awan petir maksud “bukan dari timur atau
barat, dinyalakan dari pohon zaitun yang diberkati…” dan memancarkan cahaya ke
atas pokok penemuan, sangat tulen, sangat bersinar sehingga ia “memancarkan
cahaya walaupun tidak disentuh oleh api”. Kemudian lampu makrifat (hikmah
kebijaksanaan) akan menyala sendiri. Mana mungkin ia tidak menyala sedangkan
cahaya rahasia Allah menyinarinya?
Sekiranya
cahaya rahasia Ilahi bersinar ke atasnya, langit malam kepada rahasia-rahasia
akan menjadi terang oleh ribuan bintang-bintang “…dan berpandukan
bintang-bintang (kamu) temui jalan (kamu)…”. Bukanlah bintang yang memandu kita
tetapi cahaya Ilahi. Lantaran Allah “…menghiaskan langit rendah dengan
keindahan bintang-bintang”. Sekiranya lampu rahasia-rahasia Ilahi dinyalakan di
dalam diri batin kamu yang lain akan datang secara sekaligus atau berangsur-angsur.
Sebahagiannya kamu telah ketahui sebahagian yang lain akan kami beritahu di
sini. Baca, dengar, coba fahamkan. Langit ketidaksadaran (kelalaian) yang gelap
akan dinyalakan oleh kehadiran Ilahi dan kedamaian serta keindahan bulan
purnama yang akan naik dari ufuk langit memancarkan “cahaya di atas cahaya”
berterusan meninggi di langit, melepasi peringkat yang ditentukan sebagaimana
yang Allah telah tentukan bagi kerajaan-Nya, sehingga ia bersinar penuh
kemuliaan di tengah-tengah langit, menghambat kegelapan kelalaian. “(Aku
bersumpah) demi malam apabila ia senyap sepi…dengan cuaca pagi yang cemerlang…”
malam ketidaksadaran kamu akan melihat terangnya hari siang. Kemudian kamu akan
menghirup air wangi kenangan dan “bertaubat di awal pagi” terhadap
ketidaksedaran (kelalaian) dan menyesali umur kamu yang dihabiskan di dalam
lena. Kamu akan mendengar nyanyian burung bulbul di pagi hari dan kamu akan
mendengarnya berkata:
Mereka tidur
sedikit sahaja di malam hari dan pada awal pagi mereka memohon keampunan Allah.
Allah bimbingkan kepada cahaya-Nya sesiapa yang Dia kehendaki.
Kemudian
kamu akan melihat di ufuk langit peraturan Ilahi akan matahari ilmu batin mula
terbit. Ia adalah matahari kamu sendiri, Lantaran kamu adalah “yang Allah beri
petunjuk” dan kamu “berada pada jalan yang benar” dan bukan “mereka yang Dia
tinggalkan di dalam kesesatan”. Dan kamu akan memahami rahasia: Tidak diizinkan
matahari mengejar bulan dan tidak pula malam mendahului siang. Tiap sesuatu
berjalan pada landasan (masing-masing).
Akhirnya
ikatan akan terurai selaras dengan “perumpamaan yang Allah adakan untuk insan
dan Allah mengetahui tiap sesuatu”, dan tabir-tabir akan terangkat dan kulit
akan pecah, mendedahkan yang seni di bawah pada yang kasar. Kebenaran akan
membuka tutupan mukanya.
Semua ini
akan bermula bila cermin hati kamu dipersucikan. Cahaya rahasia-rahasia Ilahi
akan memancar. Padanya jika kamu berhajat dan bermohon kepada-Nya,
daripada-Nya, dengan-Nya.
Kesimpulan
Bendera Latu
Liu sebagai bagian dari bukti arkeologi sejarah, disertai dengan historigrafi
keruntuhan kerajaan Champa di Vietnam dan prosesi pemilihan raja Jailolo dalam
paparan ini memperlihatkan realita sejarah yang meyakinkan.
Saran:
Diperlukan
penelitian dan kajian lanjutan mengenai hal ini, terutama dalam hal
penerjemahan literasi bertuliskan aksara Champa pada bendera Latu Liu
Daftar Pustaka
1.Anonym,Aksara
Champ, https://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Cham
2.H.A Rivay
Sirregar, Tasawuf: dari Sufisme Klasik Ke Neo Sufisme (Jakarta: Grafindo
Persada, 1979), h. 13
3.Kurt
Moritz Artur Goldammer, Religious symbolism and iconography,Available at
https://www.britannica.com/topic/religious-symbolism
4.13Ni Kadek
Intan Rahayu, Makna Simbolik Umat Hindu Dalam Persembahyangan Bulan Purnama Di
Kecamatan Basidondo Kabupaten Tolitoli, (Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 5 No. 1,
2020), h. 147
5.F. W.
Dillistone, Daya Kekuatan Simbol. Terj. A. Widyamartaya (Yogyakarta: Kanisius,
2002), h. 15-28
6.Hartoko,
dick & B. Rahmanto, Kamus Istilah Sastra ( Yogyakarta: Kanisisus, 1998), h.
133.
7.Sujono
Soekamto, Sosioligi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.
187
8. W.J.S
Poerwadarwinta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976),
h. 556
9.Deddy
Mulyana, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2010), h. 92
10.Bernard
Raho, Teori Sosiologi Modern (Jakarta : Prestasi Pusaka, 2007), h. 110
11.Anonym,
Lotus Flower Meaning Availabel at
https://lotusmeaning.com/lotus-flower-meaning/
12.Redaksi
AgroMedia, 2007, Ensiklopedia Tanaman Hias, (Jakarta: AgroMedia Pustaka), p.
130
13.Saba
Alebrahim Dehkordi, A Study on the Significance of Cypress, Plantain and Vine
in Persian Culture, Art and Literature ,Academic member of Persian literature
group of Payame Noor University, Iran,Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, Rome-Italy ,Vol 6 No 6 S6
December 2015
14.Anonym,
Samanid dynasty, Available at
https://www.newworldencyclopedia.org/entry/Samanid_dynasty
15.
Anonym,Kerajaan Champa,https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Champa
16. Starr,
Jerold M., Ed.The Lessons of the Vietnam War,ISBN-0-945919-15-8
17.Pierre-Bernard
Lafont, Research on Champa and its Evolution Proceedings of the Seminar on 18.Roderich
Ptak.The Northern Trade Route to the Spice Islands : South China Sea Sulu Zone
- North Moluccas (14th to early 16th century),In: Archipel, volume 43, 1992.
pp. 27-56; doi : https://doi.org/10.3406/arch.1992.2804
19.Hall
Kenneth R, A History of Early Southeast Asia, Maritime Trade and Societal
Development, 100–1500, ROWMAN & LITTLE FIELD PUBLISHERS, I N C
20.Majumdar
RC, Ancient Indian Colonies in The Far East Vol I Champa, Dacca University,
published by The Punjab Sanskrit Book Depot
21.Ismardi,
Zulkifli, Kamiruddin, Afrizal Ahmad, THE INFLUENCE OF HINDUISM TOWARD ISLAM
BANI: STUDY OF RELIGIOUS THOUGHT OF MUSLIM CHAMPA, VIET NAM,State Islamic
University of Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia
20zulkifli.marjuni@uin-suska.ac.id
22.Mukaffa
Z, A NEW ACCOUNT ON THE POTRAIT OF IBRAHIM ASMARAKANDI AND HIS SUFISM APPROACH
IN ISLAMIZATION OF JAVA,UIN Sunan Ampel, Surabaya – Indonesia | zumrotul_mukafah@yahoo.com
Abstract: This paper tried to show,DOI: 10.15642/JIIS.2017.11.1.175-200
23.Bruinessen
Van Marthin, Najmuddin al-Kubra, Jumadil
Kubra and Jamaluddin al-Akbar,Traces of Kubrawiyya Influence in Early Indonesian
Islam,In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150 (1994), no: 2,
Leiden, 305-329
24. Amal Adnan, Kepulauan Rempah-rempah
25.
Valentijn, Francoise, Oud en Nieuw Oost Indie, vol.1b, Dordrecht-Amsterdam,
1724, p.93
26.Paramita
R. Abdurrahman: Molucan Responses to the First Intrusions of the West,
Amsterdam: North Holland Pub.Co.1978, p.163.
27. Thomas
Forrest, A Voyage to New Guinea and the Moluccas, Kuala Lumpur: Oxford Univ.
Press, 1969, p. 31
28. Anonym,
Petikan surat Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, Sirrul Asror
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.