Selasa, 17 November 2015

Kapitan Kakiali Pahlawan Nasional Maluku Asal Tanah Hitu




Pendahuluan

Tulisan ini sebenarnya telah di muat beberapa waktu lalu, namun di kembalikan ke draft sampai dipastikan keterkaitan hubungan kekeluargaan antara marga Lating di negeri Hila dengan marga Malawat di negeri Mamala. Halaene selain menjadi Raja Mamala saat itu, juga menjadi Hukom di Tanah Hitu, namun beliau tidak di tunjuk menjadi Kapitan Hitu menggantikan ayahnya (Kapitan Tepil), Kapitan Hitu sebelumnya. Sehingga dalam De Ambonsche Lantbeschrijvinge, Halaene disebut sebagai Kapitan tanpa gelar. (Lihat: Pengorbanan Halaene Sang Raja Mamala untuk Tanah Hitu (Ambon) )




Kapitan Kakiali

Kakiali adalah putera Kapitan Hitu Tepil yang ketiga setelah Raja Negeri Mamala yang bernama Halaene (putera kedua Kapitan Hitu Tepil). Kapitan Kakiali bergelar “Kapitan Hitu” dan berketurunan dari Perdana Jamilu (Nusapati) adalah seorang dari para Perdana (pemimpin) Hitu di Jasirah Hitu Pulau Ambon. Kakiali terkenal sebagai pahlawan dalam perang Hitu I tahun 1634 – 1643 melawan penjajah Belanda (VOC). Politik monopoli perdagangan dan “hongi tochten” pada zaman VOC sangat menyengsarakan rakyat di kerajaan Hitu (Tanah Hitu). Karena itu rakyat Hitu (Ambon) di Maluku Tengah mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Kakiali.

Pada tahun 1634 peperangan mulai berkobar melawan Belanda dan rakyat Hitu dibantu oleh Gimelaha Luhu dari Jasirah Hoamual di Seram Barat dan para pejuang dari Hatuhaha di Pulau Haruku dan rakyat Iha dari Pulau Saparua. Selain itu rakyat Hitu mendapat bantuan dari Makassar dan Ternate. Setelah digempur dengan armada oleh pasukan Belanda yang dikirim dari Batavia (Jakarta), para pejuang Hitu terpaksa menyingkir dan bertahan di gunung Wawani yang dijadikan benteng pertahanan yang kuat dan dipimpin panglima Hitu Patiwani. Pada tahun 1635 Kakiali dapat ditangkap melalui suatu tipu daya dalam perundingan dengan Belanda. Ia dibuang ke Batavia. Tahun 1637, Kakiali dipulangkan ke Hitu untuk menentramkan rakyat Hitu yang semakin bergolak.

Bersama dengan Kakiali datang pula Gubernur Jenderal van Diemen. Ia meminta bantuan Sultan Hamzah dari Ternate (politik adu domba) untuk bersama-sama melawan Hitu. Kemudian diangkatlah Gubernur Gerard Demmer. Tokoh Belanda yang keras ini mulai mengadakan serangan besar-besaran ke benteng Wawani. Pada tahun 1643 Belanda dapat menduduki Wawani setelah perang tersebut dikosongkan pasukan Hitu dan Panglima Patiwani. Kakiali kembali menyusun siasat baru melawan Belanda dengan rencana meminta bantuan Makassar, namun dia dikhianati oleh teman-temannya sendiri. Kakiali gugur bukan karena peluru VOC. Pada tanggal 16 Agustus 1643 seorang kenalannya yang baik yaitu Fransisco de Toire (seorang Spanyol) setelah disogok uang oleh Belanda, ia membunuh Kakiali pada saat sedang tidur. Kakiali ditikam dengan sebilah keris. Pahlawan dari Wawani ini meninggal seketika. Namun perlawanan rakyat Hitu belum berhenti. Peperangan diteruskan pada tahun 1643 – 1646 sebagai perang Hitu II yang dipimpin oleh Kapitan Tulukabessy dan Imam Rijali.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.