Tulisan ini sebenarnya telah
di muat beberapa waktu lalu, namun di kembalikan ke draft sampai dipastikan
keterkaitan hubungan kekeluargaan antara marga Lating di negeri Hila dengan
marga Malawat di negeri Mamala. Halaene selain menjadi Raja Mamala saat itu,
juga menjadi Hukom di Tanah Hitu, namun beliau tidak di tunjuk menjadi Kapitan
Hitu menggantikan ayahnya (Kapitan Tepil), Kapitan Hitu sebelumnya. Sehingga
dalam De Ambonsche Lantbeschrijvinge, Halaene disebut sebagai Kapitan tanpa
gelar. (Lihat: Pengorbanan Halaene Sang Raja Mamala untuk Tanah Hitu (Ambon) )
Kapitan Kakiali
Kakiali adalah putera Kapitan
Hitu Tepil yang ketiga setelah Raja Negeri Mamala yang bernama Halaene (putera
kedua Kapitan Hitu Tepil). Kapitan Kakiali bergelar “Kapitan Hitu” dan
berketurunan dari Perdana Jamilu (Nusapati) adalah seorang dari para Perdana
(pemimpin) Hitu di Jasirah Hitu Pulau Ambon. Kakiali terkenal sebagai pahlawan
dalam perang Hitu I tahun 1634 – 1643 melawan penjajah Belanda (VOC). Politik
monopoli perdagangan dan “hongi tochten” pada zaman VOC sangat menyengsarakan
rakyat di kerajaan Hitu (Tanah Hitu). Karena itu rakyat Hitu (Ambon) di Maluku
Tengah mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Kakiali.
Pada tahun 1634 peperangan
mulai berkobar melawan Belanda dan rakyat Hitu dibantu oleh Gimelaha Luhu dari
Jasirah Hoamual di Seram Barat dan para pejuang dari Hatuhaha di Pulau Haruku
dan rakyat Iha dari Pulau Saparua. Selain itu rakyat Hitu mendapat bantuan dari
Makassar dan Ternate. Setelah digempur dengan armada oleh pasukan Belanda yang
dikirim dari Batavia (Jakarta), para pejuang Hitu terpaksa menyingkir dan
bertahan di gunung Wawani yang dijadikan benteng pertahanan yang kuat dan
dipimpin panglima Hitu Patiwani. Pada tahun 1635 Kakiali dapat ditangkap
melalui suatu tipu daya dalam perundingan dengan Belanda. Ia dibuang ke
Batavia. Tahun 1637, Kakiali dipulangkan ke Hitu untuk menentramkan rakyat Hitu
yang semakin bergolak.
Bersama dengan Kakiali datang
pula Gubernur Jenderal van Diemen. Ia meminta bantuan Sultan Hamzah dari Ternate
(politik adu domba) untuk bersama-sama melawan Hitu. Kemudian diangkatlah
Gubernur Gerard Demmer. Tokoh Belanda yang keras ini mulai mengadakan serangan
besar-besaran ke benteng Wawani. Pada tahun 1643 Belanda dapat menduduki Wawani
setelah perang tersebut dikosongkan pasukan Hitu dan Panglima Patiwani. Kakiali
kembali menyusun siasat baru melawan Belanda dengan rencana meminta bantuan
Makassar, namun dia dikhianati oleh teman-temannya sendiri. Kakiali gugur bukan
karena peluru VOC. Pada tanggal 16 Agustus 1643 seorang kenalannya yang baik
yaitu Fransisco de Toire (seorang Spanyol) setelah disogok uang oleh Belanda,
ia membunuh Kakiali pada saat sedang tidur. Kakiali ditikam dengan sebilah
keris. Pahlawan dari Wawani ini meninggal seketika. Namun perlawanan rakyat
Hitu belum berhenti. Peperangan diteruskan pada tahun 1643 – 1646 sebagai
perang Hitu II yang dipimpin oleh Kapitan Tulukabessy dan Imam Rijali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.