Pendahuluan
Banyaknya informasi mengenai Kapahaha ternyata menyudutkan orang Mamala (Baca: Cinta Segitiga Telukabesi-Putidjah-Latoewiloeloe: Sejarah atau Fiksi?), maka dirasakan perlu untuk membuktikan
apakah hal-hal yang menyudutkan orang Mamala saat itu benar? Saat ini
Kapahaha adalah wilayahnya Negeri
Morela. Hal tersebut menjadikan Negeri Morela sebagai salah satu daerah tujuan
wisata dikarenakan sejarah benteng Kapahaha dalam perjuangan melawan VOC,
selain keindahan potensi alam sekitarnya baik di laut maupun di darat. Namun
dalam perkembangannya akhir-akhir ini, arogansi orang Morela semakin besar. Seolah-olah orang Morela
sajalah yang berjuang pada saat itu, bahkan dikatakan dalam ‘Een van zijn twee wijven schoot daar tusschen’ Koloniale geschiedenis in
een Indische roman, een Ambonse hikajat en een Hituese kapata yang ditulis oleh
Hans
Straver (yang salah satu referensinya adalah Latukau, S. Kapata Sedjarah
Kapahaha. Zangen over de geschiedenis van Kapahaha. MHM/LSEM, Utrecht 1997)
dan dipublikasikan
di Indische Letteren. Jaargang 14, sangat merugikan orang Mamala, dimana
disebutkan bahwa yang menyebabkan jatuhnya Kapahaha saat itu adalah
Latowiloelloe (salah seorang tokoh adat di Negeri Mamala) yang sakit hati karena
cintanya ditolak oleh Putija yang akhirnya menjadi istri Kapitan Tulukabesi.
Dalam buku itu bahkan disebut-sebut orang-orang Morela sajalah yang menjadi garda terdepan dalam melawan VOC
dibandingkan negeri tetangganya saat itu. Apakah memang demikian? Dalam
penjabaran ini dicoba untuk menjawab segudang pertanyaan di atas, sekaligus
membongkar apakah Kapitan Tulukabesi adalah orang Morela? dan apakah Putijah
memang benar-benar tokoh yang nyata? Serta menggambarkan adanya peranan dari berbagai Uli dalam perjuangan melawan VOC saat itu Juga menggambarkan peran dari kesultanan
Ternate (gimelaha) dan kerajaan Makassar (Mangkasar) dalam mendukung perlawanan
rakyat Tanah Hitu dalam perjuangan melawan VOC. Untuk menjabarkan hal ini, yang
menjadi referensi utamanya adalah Hikayat Tanah Hitunya (HTH) Imam Rijali, sedangkan dokumen De
Generale lant-beschrijvinge van het Ambonse Gouvernement dijadikan sebagai referensi tambahan.
Pembahasan
Hikayat Tanah Hitu (Imam Rijali)
Dalam buku tersebut nama Negeri
Kapahaha kurang lebih disebut sebanyak 23 kali, sementara Negeri Morela, Negeri Hausihol atau Hausihu tidak pernah disebutkan. Sedangkan nama Mamala sebanyak
11 kali. Kapitan Tulukabesi hanya disebut satu kali sebagai pendagar Telukibesi
selanjutnya banyak disebut sebagai Tubanbesi sebanyak 17 kali, itupun sudah
termasuk dengan nama Tubanbesi sebelumnya. Dalam buku ini tidak pernah disebut
nama-nama seperti Putijah atau Khatijah, nama Latuwiloeloe tidak pernah disebutkan, namun Latuwiloeloe tertera dalam dokumen De Generale
lant-beschrijvinge van het Ambonse Gouvernement. Dalam dokumen inipun nama
Putijah atau Khatijah tidak tercatat. Maka dapat dipastikan jika Putijah atau
Khatijah adalah tokoh fiktif, sekaligus menggugurkan anggapan bahwa yang
menyebabkan jatuhnya Negeri Kapahaha adalah akibat Latowiloeloe yang berkhianat (‘Een van zijn twee wijven schoot daar tusschen’ Koloniale geschiedenis in
een Indische roman, een Ambonse hikajat en een Hituese kapata yang ditulis oleh
HansStraver dan dipublikasikan di Indische Letteren. Jaargang 14), bahkan dalam
Hikayat Tanah Hitu disebutkan oleh Imam
Rijali sbb: Hatta demikian itu dengan
kehendak Tuan Yang Mahatinggi seorang dagang ia lari masuk kepada Wolanda. Maka
ia menunjukkan jalan kepada Wolanda itu, naik tengah malam serta dengan
kehendak Allah ta`ala lalu alah negeri. Maka orang semuanya itu cerrai-berrai
masing-masing membawah dirinya.
Dalam De Ambonsche Historie, Rhumpiuus menyebutkan pada tahun 1637, Raja Mamala membawahi Hausihol, Latu, Loing dan Polut. Kapitan Tulukabesi dalam dokumen De
Generale lant-beschrijvinge van het Ambonse Gouvernement disebut sebagai anak
dari Samusamu yang besama-sama dengan warga Negeri Hausihol, perdana
Tanahitumessing dan Tahalile mendiami Negeri Kapahaha yang jika mengikuti
dokumen ini maka masih termasuk dalam Uli Sailesi bersama dengan Negeri Waai,
sekalipun dalam bukunya Francois Valentijn hanya disebutkan lima negeri yang
termasuk dalam Uli Sailesi ini (Negeri Latu, Negeri Polut, Negeri Loijn, Negeri
Hausihol dan Negeri Liang). Dalam buku HTH ini, Ulilima dan Ulisiwa disebut
sebanyak enam kali. Dalam buku Hikayat Tanah Hitu ini penyebutan Umarela hanya
satu kali, yang disebut sebagai Hulubalang Negeri Kapahaha.
Hatta didengar kata gurendur
demikian itu dan negeri semuanya keluar serta gurendur itu, sehingga negeri
Kapahaha juga tiada keluar. Maka Wolanda itu dilabukan kapalanya genap tanjung
dan labuan Kapahaha serta mendirikan talankeranya* di pantai itu, lalu menembang
cengkeh serta kayu yang dimakan buah2-nya. Maka hulubalang negeri Kapahaha,
Umarela namanya, ialah rasamu* kepada orang mudah-mudah dalam negeri Kapahaha
pada tatkala itu, maka ialah keluar merompa pada orang Nasrani itu. Empat orang
ditindisnya di adapan Wolanda itu, lalu ia pulang dengan kemenangnya,
bersuka-sukaannya, makan-minum serta bunyibunyian dalam negeri Kapahaha.
Dalam penjabaran Imam Rijali banyak
sekali disebutkan kolaborasi orang dari Negeri Kapahaha dan Negeri Mamala dalam
perjuangan melawan VOC sejak perjuangan
masih di negeri Wawani. Bahkan dalam HTH terekam cerita heroik kepahlawanan
orang Negeri Mamala sbb: Hatta seketika lagi ia memandang ke kiri dan ke kanan
dan ke aluan dan ke buritan, maka dilihatnya jurumudi putus tangannya sebelah
dan mati. Hatib Lukula dari Mamala tangannya satu bengko dan orang luka pun
banyak, maka ia memarintah kepada orang semuanya, lalu langgar kepada Wolanda
itu. Apabila sudah langgar, maka ia mengunus syamsyirnya serta melompat naik ke
atas kelengkapan Wolanda itu. Hatta dengan ajal Allah syahidlah ia dalam perau
Wolanda itu.
Hatib Lukula dari Mamala tangannya satu bengko dan orang luka pun
banyak, maka ia memarintah kepada orang semuanya, lalu langgar kepada Wolanda
itu. Apabila sudah langgar, maka ia mengunus syamsyirnya serta melompat naik ke
atas kelengkapan Wolanda itu. Hatta dengan ajal Allah syahidlah ia dalam perau
Wolanda itu.
Dari kajian referensi ini, dapat
disimpulkan bahwa kapitan Tulukabesi dengan gelar Tubanbessi IV adalah putra
dari Samusamu dengan gelar Tubanbessi III (Negeri Hitu). Dalam HTH disebutkan
peran kesultanan Ternate yang begitu besar tidak saja saat perang di Negeri
Kapahaha tetapi saat peperangan di Negeri Wawani, kata gimelaha disebut
sebanyak 96 kali. Selain kesultanan Ternate, Kerajaan dari Makassar (Mangkasar)
memiliki andil dalam perjuangan di Tanah Hitu melawan VOC, kata mangkasar
disebut sebanyak 27 kali.
Saat
Menjelang Jatuhnya Negeri Kapahaha (Sumber HTH Imam Rijali)
“Pada ketika itu mennang Wolanda itu
kepada Islam dan kuceriterakan,ada pun tatkala itu orangkaya2 tanah Ambon,
Ulilima dan Ulisiwa, Islam dan Nasrani, serta orangkaya gimelaha datang suruh
minta bedamai. Maka negeri tiada mau bedamai, karena musuh semuanya yang datang
suruh minta bedamai, melainkan menanti titah paduka seri sultan dari Maluku.
Hatta datang musim utusan pun datang dari Ternate, lalu masuk ke Kota Laha pada
gurendur.
Maka menyuruh panggil kepada
orangkaya2 negeri Kapahaha, maka orangkaya2 serta orang banyak datang kepada
utusan dan gurendur. Maka kata utusan dan gurendur: ‘Pulanglah orangkaya2,
panggil kepada orangkaya Tubanbesi dan orangkaya2 yang tuah-tuah datang ke
mari, supaya ia dengar kepada titah yang dipetuan.’ Apabila orangkaya2 itu
pulang sehingga tengah jalan, maka bertemu orang datang membawah khabar,
demikian katanya: ‘Ada pun orangkaya2 yang di belakan mengikut tuan-tuan itu
dipagang oleh letnante, dimasukkan ke dalam talankeranya.’ Lalu orangkaya2 itu
masuk hutan mencari jalan yang lain. Sebab itulah maka tiada jadi bedamai.
Lalu orangkaya-kaya menyuruh
menyampaikan ke bawah dulli yang dipetuhan serta tanya sepata kata, demikian
katanya: ‘Betapa hal kami ini? Karena tanah Ambon negeri sekalian serta dengan
Wolanda, sehingga kami sebuah negeri juga berparang dengan Wolanda itu. Mana
kehendak seri sultan, baik berkellahi atau bedamai, supaya kami dengar dan
mengetahui kehendak titah itu pun.’ Tiada juga datang titah, hatta berapa
dalamnya gimelaha pun datang dari Ternate,maka orangkaya Kapahaha menyuruh
tanya kepada orangkaya gimelaha. Hatta datang suruwan itu, apa-apa sebabnya,
lalu menyuruh bunuh kepada suruwan itu. Maka didengar oleh orangkaya-kaya dalam
negeri Kapahaha terlalu khairan ajaib sekali kepada perbuatan gimelaha itu.
Maka kata orangkaya-kaya: ‘Ada pun harap kita kepada perjanjian serri sultan
tatkala dipersekalikan kalam Allah di negeri Hitu. Itu pun tiada juga datang
titah, apatah daya untung kita? Tellah demikian itu datang titah, apatah daya
untung kita?’ Tellah demikian itu datang bala Allah, penyakitan dalam negeri
serta kekurangan makanan, karena negeri sekalian menjadi musuh, berparanglah
dengan negeri Kapahaha. Jangankan negeri lain tiada dapat dikatakan negeri Hitu
sendirinya pun akan musuhnya.
Demikianlah hal negeri Kapahaha. Hatta
demikian itu dengan kehendak Tuan Yang Mahatinggi seorang dagang ia lari masuk
kepada Wolanda. Maka ia menunjukkan jalan kepada Wolanda itu, naik tengah malam
serta dengan kehendak Allah ta`ala lalu alah negeri.
Demikianlah hal negeri Kapahaha. Hatta
demikian itu dengan kehendak Tuan Yang Mahatinggi seorang dagang ia lari masuk
kepada Wolanda. Maka ia menunjukkan jalan kepada Wolanda itu, naik tengah malam
serta dengan kehendak Allah ta`ala lalu alah negeri. Maka orang semuanya itu
cerrai-berrai masing-masing membawah dirinya. Ada mati di tengah jalan, ada
mati di bawah pohon kayu, tiada dapat berjalan lagi, sebab ia kalaparang. Ada
masuk ke dalam hutan, ada masuk ke dalam guwah batu. Barang apa didapatnya, di
situlah ia diam, lalu mati kepada tempatnya. Dan setengah masuk ke negeri
Mamala dan setengah masuk ke negeri Hitulama dan setengah masuk ke Hila. Ada
masuk negeri Tiyal dan orangkaya Pati Tuban ia masuk ke negeri Wai. Maka
semuanya itu diberikan kepada gurendur itu dan orangkaya Tubanbesi ia membawah sebuah perau sudah
keluar sehingga pantai Hatuhaha. Maka menyuruh dua orang naik ke negeri,
demikian katanya: ‘Dapatkah orangkaya2 menyuruh seorang atau dua orang turun
kepada orangkaya Tubanbesi atau tiadakah?’
Hatta didengar kata demikian itu, lalu
dipagang kepada dua orang itu dan menyuruh turun endah dipegang kepada
orangkaya Tubanbesi.Tetapi belum lagi untungnya di situ, maka ia lepas, lalu
pulang ke negeri Hitu. Maka orang Hitu bawah orangkaya dua beranak kepada
Wolanda itu. Maka dibunuhlah kepada orangkaya dan dinaikan kepada orangkaya
Pati Tupan dan orangkaya Beraim-ela dan Tulesi dan Alam dan Teyaka* serta anak
orangkaya Tubanbesi dua bersyaudarah, seorang Duljalal dan Pilakan* namanya
kanak-kanak itu dan anak orangkaya Kapitan Hitu dua bersyaudara, seorang Wangsa
namanya dan seorang Petinggi namanya kanak-kanak itu, naik kepada kapal, bawah
ke Betawih. Dan kuceriterakan Sifari'l-jalih. Dan tiada kuceriterakan
kesukarangnya serta kejahatannya yang dicellai orang itu, sehingga kunyatakan
tatkala ia keluar itu masuk hutan, terbit padang dan naik bukit, turun bukit.
Maka ia hendak masuk ke negeri Mamala, tetapi kiranya orang Mamala pun tiada
boleh diterima kepadanya, maka ia tiada jadi masuk ke Mamala lagi, lalu ia
keluar pergi ke dalam hutan. Apabila terbit fajar ia keluar di pantai
basambuni, karena kepada siang hari itu ada orang masuk mencari dalam hutan.
Sebab itulah ia keluar basambuni dakat pantai.
Hatta matahari masuk, maka ia pun
keluar pergi berjalan ke dalam hutan, terbit padang. Maka ia bertemu seorang
antanantan orangkaya Pati Tuban, Sarasara Tahakehena namanya, lalu keduanya
pergi berjalan. Entah berapa jauhnya, maka ia dengar bunyi anjing dalam hutan.
Seketika juga datang anjing serta tuannya Wolanda itu datang. Daripada belum lagi
sampai ajal Sifarijali keduanya Sarasara Tahakehena, maka anjing itu diyam dan
Wolanda itu pun tiada berkata-berkata. Sama pandangmemandang, lalu berjalan
keduanya. Entah berapa jauhnya berdapat pula dengan musuh, maka ia bersembuni,
maka musuh itu pun tiada melihat kepadanya. Lalu pergi masuk ke hutan sehingga
datang kepada suatu padang. Maka ia berhenti di sana,berlindung di dalam
alang-alang, lalu menyuruh kepada Sarasara Tahakehena masu ke dalam negeri
Hila, tanya kepada seorang anak syaudagar yang besar [penggawa] lagi dermawang
pun artawan, ialah menjadi imam dalam negeri itu: ‘Dapatkah Sifarijali masuk ke
negeri atau tiada dapat?’ Maka Tahakehena pun lasap sekali-sekali, tiada pulang
lagi; maka tefakur Sifarijali dalam cintanya serta berkata: ‘Ajaib sekali akan
Tahakehena pergi berdapat segera datang hendaknya hidup lasap sekali....”
Pembahasan
Narasi HTH menjelang Runtuhnya Negeri Kapahaha
Dalam narasi tersebut, sama sekali
tidak pernah disebutkan adanya tokoh Putijah atau Khatijah. Pada saat itu
terjadi perpecahan pendapat antara orang-orang dari Negeri Kapahaha dengan
orang-orang Tanah Hitu dan Kesultanan Ternate. Sehingga pada saat yang bersamaan
musuh Negeri Kapahaha tidak hanya VOC,
namun juga Kesultanan Ternate. Dapat disimpulkan
bahwa memang benar orang Negeri Kapahaha yang menurut dokumen De Generale
lant-beschrijvinge van het Ambonse Gouvernement adalah orang Hausihol memegang
peranan penting di Negeri Kapahaha, namun sekaligus penyebab utama jatuhnya Benteng / Negeri Kapahaha.
Tellah demikian itu datang bala Allah, penyakitan dalam negeri
serta kekurangan makanan, karena negeri sekalian menjadi musuh, berparanglah
dengan negeri Kapahaha. Jangankan negeri lain tiada dapat dikatakan negeri Hitu
sendirinya pun akan musuhnya.
Buku Hikayat Putijah yang
dikarang oleh E. Kandou yang bersumber dari cerita romans yang berjudul
Toeloecabesie, dikarang oleh Williams Leonard Ritter, tahun 1800-an. William L
Ritter sendiri menjadikan bukunya Rhumpius untuk menjadi acuannya dalam cerita
romans mengenai perang di Tanah Hitu sebagai acuan dalam membuat romans
percintaan ini telah menipu masyarakat Maluku khususnya. Orang Belanda sendiri
telah meragukan keaslian cerita itu. (Lihat:
Cinta Segitiga Telukabesi-Putijah-Latoewiloeloe: Sejarah atau Fiksi)
"Pada saat itu
terjadi perpecahan pendapat antara orang-orang dari Negeri Kapahaha dengan Kesultanan Ternate. Sehingga pada saat yang bersamaan
musuh Negeri Kapahaha tidak hanya VOC,
namun juga Kesultanan Ternate."
Simpulan:
Buku Hikayat Tanah Hitunya (HTH) Imam Rijali dan dokumen De Generale
lant-beschrijvinge van het Ambonse Gouvernement tidak tersurat adanya nama
tokoh Putijah atau Khatijah.
Dalam
dokumen HTH juga tidak pernah disebut nama tokoh Latoewiloeloe
Dalam
dokumen HTH disebutkan bahwa yang menunjukkan jalan ke Kapahaha adalah orang
dagangDalam
dokumen HTH pada awal perjuangan di Tanah Hitu semua komponen di Tanah Hitu
bersatu padu melawan VOC, Namun
menjelang runtuhnya Kapahaha, terjadi perpecahan
Dalam
dokumen HTH tercatat nama tokoh leluhur Mamala yakni Khatib Lukula yang menjadi
syuhada.
Dalam
dokumen De Generale lant-beschrijvinge van het Ambonse Gouvernement disebutkan
jika Kapitan Tulukabesi / Tubanbessi IV adalah anak dari Samusamu / Tubanbessi
III (Negeri Hitu)
Banyaknya
peranan dari kesultanan Ternate (gimelaha) dan kerajaan Makassar (Mangkasar),
serta Ulilima dan Ulisiwa di Tanah Hitu dalam mendukung perlawanan rakyat Tanah
Hitu baik sejak peperangan di Wawani dan Kapahaha dalam perjuangan melawan VOC.