Sabtu, 12 September 2015

Pemahaman Sejarah Negeri Mamala dan Negeri Morela yang terlewatkan




Pendahuluan

Ketika menjelang pelantikan Raja Negeri Mamala, Bapak Ramli Malawat pada tanggal 6 Juni 2015, sejumlah persiapan dilakukan termasuk untuk persiapan prosesi adat di Negeri Mamala dan Negeri Morela. Namun menjelang malam rencana prosesi menjadi kacau akibat tidak adanya titik temu dalam penafsiran realitas sejarah kedua negeri. Masalah yang utama bersumber dari tentang prosesi adat yang sudah baku dilakukan selama ini ditolak dengan keinginan untuk merubah prosesi adat yang telah ada, dengan memaksakan peletakan Mahkota Raja Mamala di Baileo Negeri Morela oleh Raja Morela dengan alasan bahwa yang mengangkat Raja Negeri Mamala secara adat adalah ketiga orang Penghulu Negeri yang disebut Hitiy, Tuhe, dan Meten; ketiganya berasal dari Negeri Morela. Olehnya dirasakan perlu kepada kita semua untuk mengkaji kenapa setelah prosesi adat Raja Negeri Mamala di Hatu Hitiy Latu, beliau harus berjalan dari Wayume (Negeri Mamala) menuju Waytua (Negeri Morela sekarang)? Apakah ketiga Penghulu ini orang dari Negeri Morela? Dan menjelaskan perbedaan penafsiran antara Negeri Hausihol dahulu dan Negeri Morela sekarang, sehingga hal ini dapat menjadi sumber penyelesaian konflik berkepanjangan antara orang Mamala dan orang Morela.

 Masalah yang utama bersumber dari tentang prosesi adat yang sudah baku dilakukan selama ini ditolak dengan keinginan untuk merubah prosesi adat yang telah ada, dengan memaksakan peletakan Mahkota Raja Mamala di Baileo Negeri Morela oleh Raja  Morela

Latar Belakang Negeri Hausihol

Dalam berbagai referensi mulai abad XVII baik Rumphius, Francois Valentijn serta Imam Rijali, nama negeri Morela tidak pernah disebut. Yang ada hanya Negeri Hausihol atau Bukit / Benteng Kapahaha. Bahkan Valentijn menyebutkan sebagai Negeri yang besar dengan banyak orang kaya di dalamnya bahkan disebutkannya terdiri dari tiga kampung. Kampung Tomasiwa di bawah kepemimpinan Oemarela, Kampung Telleboang di bawah kepemimpinan Bessihatoe, dan Kampung Hetalessi di bawah kepemimpinan Hatoemelebessi.  Termasuk di dalamnya adalah Pahlawan Nasional Maluku, leluhur kita semua yakni Kapitan Tulukabessy yang merupakan pemimpin di Bukit Kapahaha. Negeri Hausihol dikatakan terletak di kaki bukit / Benteng Kapahaha.

Lokasi Negeri Hausihol dan Negeri Morela

Dari gambaran peta di atas, dan penjabaran tentang Negeri Hausihol di atas, dapat dsimpulkan bahwa  Negeri Hausihol sangat berbeda dengan Negeri Morela dalam pengertian hak wilayahnya dengan Negeri Morela sekarang.

Latar Belakang Negeri Mamala

Valentijn menyebutkan Negeri Mamala (Negeri Latu) merupakan pusat Uli Sailesi yang beranggotakan Negeri Mamala (Negeri Latu), Negeri Polut, Negeri Loien Negeri Hausihol dan Negeri Liang. Kesemuanya masih di gunung-gunung, kecuali Negeri Hausihol yang terletak di dekat kaki bukit Kapahaha. Setelah kekalahan perang Hitu II tahun 1646.  Kecuali Negeri Liang, Keempat negeri yang lainnya melebur dalam satu Negeri Mamala sekarang ini. (Lihat::Latar Belakang Sejarah Negeri Mamala dan Negeri Morela) Dan karena pertumbuhan jumlah populasi masyarakat yang besar akhirnya pada tahun 1812, Raja Mamala saat itu Latu Manut memberikan mandat kepada Sabar Thenu untuk membentuk satu negeri yakni Negeri Morela saat ini yang sebagian besar warganya berasal dari Negeri Hausihol dan sebagian dari Negeri Loing.

 Latar Belakang Negeri Morela

Jauh sebelum jatuhnya perang Kapahaha, tahun 1646, Hausihol, Latu, Loing dan Polut sudah berada dalam pimpinan Raja Mamala.

Lukisan keberadaan negeri Mamala dan Kapaha periode tahun 1631-1635 (Sumber: Atlas of Mutual Heritage) 
 Hal ini diperkuat oleh keterangan dari Rhumphiius dalam bukunya "De Ambonsche Historie" yang menerangkan bahwa pada tahun 1635 Raja Mamala membawahi Latu, Polut, Loing dan Hausihol. Keempat negeri tersebut lokasinya masih seperti dahulu. Khususnya dengan lokasi Hausihol yang berada di sekitar Kapahaha yang meliputi tiga kampung (Tomasiwa, Teleboang dan Hetalesi)
Jauh sebelum jatuhnya perang Kapahaha, tahun 1646, Hausihol, Latu, Loing dan Polut sudah berada dalam pimpinan Raja Mamala. Hal ini diperkuat oleh keterangan dari Rhumphiius dalam bukunya "De Ambonsche Historie" yang menerangkan bahwa pada tahun 1635 Raja Mamala membawahi Latu, Polut, Loing dan Hausihol. Keempat negeri tersebut lokasinya masih seperti dahulu.
Sejak jatuhnya benteng Kapahaha, tahun 1646. Gubernur Belanda Demmer memerintahkan seluruh negeri yang ada di pegunungan yakni, negeri Latu (Mamala), negeri Polut dan Negeri Loing, termasuk negeri Hausihol turun ke pantai ke lokasi sekarang. Namun saat itu masih dalam pemerintahan Negeri Mamala (Ketua Negeri Uli Sailesi). Negeri Liang sudah berada di posisinya seperti saat ini yang dulunya berada di pegunungan juga.  Pada saat itu masyarakat dari negeri Hausihol bersama dengan masyarakat Negeri Loing hidup bersama di lokasi yang memang sebenarnya masih wilayah negeri Loing. Namun karena alasan yang telah disebutkan di atas, akhirnya menjadi Negeri Morela. Nama Morela sendiri diambil dari nama leluhur  bernana  Oemarela yang ketika itu menjabat sebagai kepala kampung Tomasiwa, sekaligus juga untuk mengenang jasanya saat perang di Kapahaha.

Dalam buku "Het eerstel van het nedeerlandsch gezag in de Molukken in 1817" yakni pada masa transisi dari pemerintahan Inggris ke pemerintahan Belanda. Belanda sempat membatalkan pengembangan pembentukan negeri Morela, dengan mengembalikan negeri Hausihol ke negeri Mamala.


Pembahasan

Pemahaman latar belakang sejarah kedua negeri ini sangat penting diketahui oleh generasi muda sekarang dalam rangka melestarikan  adat istiadat orang Ambon umumnya, dan yang paling penting adalah menyelesaikan konflik berkepanjangan  antara orang Mamala dan orang Morela. Sekalipun pengembangan Negeri Morela seperti saat ini sangat merugikan orang Loing, yang sebagian wilayahnya diberikan oleh Latu Manut seperti diuraikan di atas. Akibatnya sebagian keluarga yang pada awalnya asalnya dari negeri Mamala menjadi orang Morela.

Melihat gambaran peta di atas sebelumnya dapat dimengerti jika prosesi adat pelantikan Raja Mamala yang harus berjalan dari Wayume ke Waitua, karena masih wilayah dari Negeri Loiing sedangkan ketiga orang Penghulu tersebut dapat dipastikan adalah warga Negeri Loing yang nantinya setelah pembentukan Negeri Morela, ketiganya menjadi warga Negeri Morela.

Simpulan

Sebagai kesimpulan dari penjabaran ini dapat ditegakkan bahwa Negeri Hausihol dan Negeri Morela sangat jauh berbeda, baik dalam kajian sejarahnya dan lokasi kedua negeri tersebut. Sehingga dalam pelantikan Raja Mamala memang harus berjalan dari Wayume (negeri Mamala) ke Waitua (negeri Morela), Tulisan ini hanya untuk mengkaji sejarah, sekaligus upaya penyelesaian konflik orang Mamala-Morela, bukan untuk memperbesar perbedaan. Sesungguhnya Negeri Mamala dan Negeri Morela adalah keluarga besar yang kait mengkait begitu dekat bahkan secara umum berasal dari satu garis keturunan yang terangkum dalam Uli Sailesi. Warga kedua negeri ini adalah satu. Jangan tercerai berai.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.